Senin, 08 Oktober 2012

Tiga Alasan Irjen Djoko Tak Ditahan KPK

JAKARTA - Terdapat tiga alasan mendasar yang diutarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak melakukan upaya penahanan pasca pemeriksaan perdana Irjen Pol Djoko Susilo pada Jumat (5/10) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi simulator kemudi mobil dan motor di Korlantas Mabes Polri tahun anggaran 2011.

Ketua KPK Abraham Samad mengutarakan dua alasan penting. Pertama kata dia, secara tekhnis penahanan dilakukan jika terdapat 3 pimpinan KPK yang membubuhi tanda tangan di surat penahan yang disodorkan penyidik usai memeriksa Irjen Djoko. Namun kata dia, hanya dua pimpinan pada hari Jumat (5/10) yang berada di runga kerjanya yakni, Zulkarnain dan Busyro Muqoddas. "Saya ke Makassar kakak saya meinggal. Pak BW (Bambang Widjojanto) ke Samarinda. Sedang Pak Adnan (Adnan Pandu Praja) ke Malaysia. Jadi kalaupun surat penahanannya sudah ada tidak bisa langsung ditahan," kata Abraham, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (6/10) dini hari.

Dia menuturkan, masyarakat pasti bertanya-tanya kenapa di saat pemeriksaan tersebut para pimpinan KPK apakah disengaja atau tidak. Abraham menjelaskan, kepergiannya ke Makassar untuk menghadiri pemakaman kakaknya yang meninggal dunia. Sementara Bambang dan Adnan tuturnya, telah memiliki jadwal bertugas atas nama KPK sejak beberapa bulan lalu.

"Kan anda tahu kemarin malam (Kamis) jam 8 saya dapat kabar dari keluarga di Makassar kakak saya meninggal. Itu kan di luar dugaan. Di luar kehendak manusia. Kemarin kan saya bilang, saya akan tunggu itu surat penahanan DS. Kan begitu. Apakah orang meninggal di sengaja? Tidak. Iya alasan yang tidak bisa ditolak dan dibuat-buat oleh siapa pun," paparnya. "Pak BW dan Pak Adnan menunaikan tugas untuk negara," sambungnya.

Alasan kedua kata Abraham, penyidik yang menangani kasus simolator SIM itu sejak beberapa bulan lalu hingga menjelang pemeriksaan Irjen Djok terus menghitung kerugian negara dari kasus senilai Rp198,6 miliar itu. Dia menjelaskan, untuk menghitung kerugian negara dari akibat penyalahgunaan kewenangan dengan memperkaya diri yang dilakukan Irjen Djoko KPK melibatkan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). "Nah kalau pun kita sudah menghitung keuangan negara, tapi dari BPK belum selesai tidak bisa langsung ditahan. Karena kalau tersangka itu ditahan, angka kerugian negaranya harus bisa dipastikan," ungkapnya.

Abraham menegaskan, KPK tetap memastikan untuk menahan mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Mabes Polri itu. Dia menyatakan, dirinya akan memenuhi janji sesuai yang pernah disampaikannya. "Cepat atau lambat kita pasti tahannya (Djoko Susilo). Kita punya strategi untuk penyidikan kasus ini. Masyarakat tinggal tunggu saja," tegasnya.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto menyampaikan dua alasan lain. Salah satunya terkait kerugian negara. Di sisi lain, terdapat satu alasan sebagai lanjutan efek dari belum ditemukannya angka pasti kerugian negara itu. Menurutnya, faktor kemanusiaan menjadi pertimbangannya. "Kalau orang mau ditahan harus diperhitungkan lama penahanan dan proses penyelesaian penyidikan. Kami minta BPK untuk hitunh kerugain, kalau belum ditemukan terus kita tahan, proses penyidkan kasusnya bisa lebih panjang. Itu kan kasihan," kata Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (6/10) dini hari.

Menurutnya, rasa 'kasihan' itu tentu menjadi salah satu pertimbangan utama. Dalam pandangannya, waktu penahanan seseorang tentu memiliki batasan waktu. Artinya seseorang tidak bisa selamanya ditahan KPK. Saat ditanyakan apakah KPK takut menahanan jenderal polisi bintang dua atau karena didahului oleh Mabes Polri yang sudah menahan 4 tersangka, yang 3 di antaranya sama dengan KPK yakni Brigjen Pol Didik Purnomo, Sukotjo S Bambang, dan Budi Susilo, Bambang menegaskan, keduanya tidak termasuk alasan utama. "Jangan dulu-duluan menahan, bukan itu. Bukan juga takut. Kita juga berpikir, jangan dalam proses penyidikan nanti, belum ditemukan angka pasti kerugian negaranya,  tersangka ditahan, tersangkanya marah," ungkapnya.

Sementara itu, menurut sumber internal KPK, alasan lain tidak ditahannya Irjen Djoko adalah KPK bermaksud menahannya di rumah tahan (Rutan) KPK Militer Kodam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan. Namun kata sumber itu, rutan yang dipinjam KPK itu belum selesai direnovasi oleh para pekerja yang dipekerjakan KPK. "Memang salah satu alasannya itu Pak DS rencana kita tahan di rutan Guntur. Tapi belum selesai kita renov. Makanya penahanan Pak DS dibatalkan," kata sumber. (SABIR LALUHU)

Drama dan Detik-Detik Mencekam Pengepungan Polisi di Gedung KPK

Pukul 18.30 Jumat malam (5/10) sebenarnya seperti malam-malam sebelumnya aktivitas di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jl HR Rasuna Said Kav C1, Jakarta Selatan.

Para pegawai lembaga antikorupsi itu sebagian besar telah pulang ke rumah masingi-masing. Sementara ratusan para awak media yang tadinya meliput pemeriksaan Irjen Djoko Susilo dari pagi pun sudah beranjak menuju ke kantor redaksi masing-masing/rumah. Yang tersisa hanya belasan orang, paling banyak sekitar 15-17 orang.

Sekitar pukul 19.35, para awak media yang tersisa itu sedikit melihat keanehan. Pasalnya, puluhan (sekitar 20) orang (sekitar 20) berpakaian safari dan batik yang beberapa di antaranya berbadan tegak dan berambut cepak mendatangi gedung KPK. Tak berselang lama, puluhan orang (sekitar 30) lainnya berpakaian preman hilir mudik di depan gedung. Setalah 5 menit kemudian atau pukul 19.45 beberapa polisi berpakaian lengkap dan provost mendatangi gedung KPK, dan berjaga-jaga di bagian depan sebelah kanan (sekitar 20 orang), di dekat anak tangga. Sekitar 2 atau 3 orang lainnya tampak berjaga-jaga di bagian samping gedung itu.

Kedatangan para anggota kepolisian yang akhirnya diketahui dari Mapolda Bengkulu dan Mapolda Metro Jaya itu membuat awak media semakin memperkuat perkiraan, bahwa kedatangan mereka untuk menjemput paksa 5 penyidik Polri yang di KPK yang menolak untuk kembali ke Mabes Polri. Selain itu dari informasi yang diterima SINDO pukul 19.15, kedatangan mereka hanya menjemput 3 orang penyidik.

Terlihat, dua mobil turut terpakir tepat di gedung lembaga antikorupsi itu. Sementara hampir dua kompi anggota kepolisian lain juga terlihat berjaga-jaga di jalan raya bagian depan, bagian samping pagar, bagian belakang pagar gedung KPK.

Sekitar pukul 20.00 WIB, para perwira kepolisian berpakaian safari, menuju ruang tamu. Tampak perwira itu berdikusi panjang dan alot dengan satpam KPK. Salah satu di antaranya perwira polisi itu sempat mengatakan, ingin bertemu dengan pimpinan KPK, dan kalau tidak ada maka mereka ingin bertemu Juru Bicara KPK. "Kita bawa surat perintah penangkapan dari (Polda) Bengkulu," terdengar satu orang anggota polisi menyampaikan dengan suara tinggi.

Dari rombongan kepolisian itu, tampak diantaranya ada pejabat Polda Metro Jaya, AKBP Herry Heryawan, Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Helmi santika, Kasubdit jatantras dirkrimum polda metro jaya, dan Kombes Toni Harmanto Direskrimum Polda Metro Jaya. Saat ditanyai SINDO terkait tujuan kedatangan di KPK apakah untuk menangkap 5 penyidik KPK yang belum balik ke Mabes Polri atau menangkap 1 penyidik yang bertugas di penyidikan kasus simulator, Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Toni Harmanto hanya tersenyum.

Pukul 20.49 SINDO mendapat pesan singkat dari salah seorang Direktur KPK yang bunyinya "Kantor (KPK) lagi gawat. ada polisi banyak di kantor bawa surat perintah penangkapan, dari bengkulu. Keliahtannya mau nangkap penyidik korlantas. Tolong kabari anak (wartawan) TV."

Meski membawa surat penangkapan dan surat geledah, 2 petugas KPK yang berada di penerimaan tamu, yang salah satunya berinisal MG belum memperbolehkannya. Pasalnya kata dia, pimpinan KPK termasuk juru bicara tidak sedang berada di tempat. Sempat terjadi diskusi panjang, satu satpam sempat terlihat menelpon ke bagian lantai atas KPK untuk mengabari kedatangan dan tujuan perwira kepolisian itu. Saat itu puluhan awak media mulai berduyun-duyun mendatangi KPK.

Diskusi panjang antara perwira polisi dan petugas KPK itu terjadi sampai pukul 21.39. Beberapa di antara perwira polisi berpakaian batik/preman sempat mengitari ruang ruang penerimaan tamu. Bahkan hilir mudik memperhatikan gerak-gerak wartawan. tak berapa lama, 15 orang dari rombongan itu akhirnya bisa masuk ke ruang tunggu tamu. Di ruang tunggu itu, rombongan sempat berdiskusi panjang dan masih menunggu. 4 di antaranya sempat ingin menerobos dan memaksa petugas KPK untuk membuka pintu masuk bagian dalam gedung. Namun petugas KPK tetap tidak bergeming.

Sekitar pukul 21.50, seorang petugas KPK kembali menghubungi pegawai KPK yang masih ada di lantai atas. Tepat pukul 22.00 WIB, sekitar 6 orang perwira polisi terlihat menuju ruang dalam KPK. SINDO kemudian menanyakan kepada petugas KPK berinisial MG apa alasan kedatangan mereka dan kenapa bisa diizinkan masuk padahal pimpinan tidak sedang berada di tempat, dia menolak menjawabnya. Dari raut wajahnya terlihat ketegangan yang luar biasa.

Suasana kian mencekam saat 6 orang itu memasuki ruang bagian dalam gedung KPK. Para petugas KPK yang berjaga tampak tegang dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ditambah lagi, lampu pelataran gedung KPK sempat dimatikan petugas sehingga mengakibatkan gedung KPK sunyi, senyam, hening, dan gelap gulita. Kurangnya pencahayaan itu membuat gerak-gerik para petugas kepolisian berpakaian preman sulit diawasi. Pun para awak media seolah sulit mengabadikan gambar.

Saat diskusi panjang antara petugas KPK dan perwira kepolisian itu, tak berselang berapa lama, beberapa aktivis antikorupsi seperti Donal Fariz, Ilian Deta Arta Sari, Usman Hamid, dan Tama S Langkun tiba dan sempat memperhatikan gerak gerik para perwira kepolisian. Sementara itu sekitar pukul 21.45 sampai pukul 22.05 terlihat Fadjroel Rahman, Yunarto Wijaya, Effendi Gazali, Ganjar Laksmana, Muhammad Isnur, Ali Nur Sahid, beberapa elemen Masyarakat Peduli Pemberantasan Korupsi dan Komite Penyelamat KPK mendatangi KPK. Dan berorasi memekikan dukung terhadap KPK dan menolak penangkapan penyidik. Dengan lantang, mereka terus meneriakan 'Save KPK' , 'lawan kepolisian' , dan 'polisi jangan menghalangi penyidikan KPK dengan menangkap penyidiknya'.

Sementara Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana tiba pukul 22.24. Denny terlihat mengenakan baju kaos lengan panjang. Raut mukanya tampak tegang. Saat ditanya wartawan kenapa datang, Denny menjawab. "Bela KPK."

Setelah kedatangan Denny, Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edy dan Anggota Komisi III Martin Hutabarat menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Martin dan Tjatur tiba sekitar 23.00 WIB. Tak berselang berapa lama, Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan mendatangi gedung KPK dan menyatakan dengan tegas membela KPK. Selain itu, beberapa tokoh yang hadir adalah Adhie M Massardi, Yunus Husein, Glen Fredly, Anita Wahid, sejumlah tokoh lainnya.

Sementara itu, puluhan polisi yang datang pada pukul 22.15 yang berpakain dinas terlihat mengawasi aksi mereka. Tak ketinggalan, tampak intel berpakaian preman terlihat terus berlalulalang di antara kerumunan wartawan dan aktivis yang menyampaikan aksi.

Gelombang massa yang mendukung KPK semakin banyak mendatangi gedung itu. Kian larut malam, gelombang massa terus mendatangi KPK seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat dan Cabang Bogor, Ikatan Keluarga Mahasiswa Makassar Indonesia (Ikammi), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI). Massa bahkan memasukan sebuah minibus hingga ke pelataran gedung KPK yang digunakan sebagai panggung aksi.

Sedangkan pukul 23.30, 3 orang intel polisi mengalihkan perhatian beberapa aktivis dan wartawan yang mengejarnya. Dengan berpura-pura lari seolah membawa penyidik yang ditangkap paksa, mereka terus berlari ke arah samping kanan bagian luar dari Gedung KPK. Satu orang di antar intel itu sempat terjadi aksi dorong dengan sejumlah wartawan. Bahkan dia dan satu wartawan tv terjatu saat menabrak plak parkir keluar.

Glen Fredly yang ditemui SINDO mengatakan, dirinya mendatangi gedung KPK setelah mendapat informasi dari jejaring sosial Twitter. Kedatangannya meruapakan sebuah dukungan sebagai seorang musisi dan warga negara yang tergererak untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. "Dari twitter informasi pertama saya dapat bahwa KPK sedang genting dan di kepung polisi. Makanya saya langsung datang padahal baru selesai acara," kata Glen.

Ditengah aksi dukungan itu, pukul 00.13 kemarin, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto keluar gedung mendatangi para demosntran. "Tetap dijaga dan dokontrol aksinya supaya tidak diprovokasi atau memprovokasi. Kami menghargai dukungan saudara-saudara yang sangat peduli dengan KPK," kata Bambang.

Pada aksi Jumat malam hingga pagi pukul 04.05 Sabtu itu, dari pantauan SINDO elemen masyarakat yang mendatangi gedung KPK hampir mencapai 1000 orang. Sementara, Sabtu (6/10) pagi situasi gedung KPK pagi terlihat normal. Sejumlah anggota Brimob dan anggota polisi dari Polda Metro Jaya tampak bersiaga di depan gedung KPK. (SABIR LALUHU)

lihat juga di http://nasional.sindonews.com/read/2012/10/07/13/677667/kronologi-pengepungan-kpk

Selasa, 02 Oktober 2012

Revisi UU KPK - KPK Sinyalir Sebagai Pencitraan 2014

Harian Seputar Indonesia
Senin, 01 Oktober 2012

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir dukungan partai politik (parpol) di DPR yang tidak akan merevisi Undang- Undang (UU) No 30/2002 tentang KPK, sebagai bagian dari pencitraan untuk kepentingan Pemilu 2014.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pernyataan anggota DPR yang sering muncul adalah merevisi UU KPK untuk penguatan lembaga antikorupsi itu. Sementara, ujar Johan,yang muncul dalam beberapa waktu lalu adalah argumentasi-argumentasi anggota DPR yang tidak berhubungan dengan apa yang diucapkannya sebelumnya.

”Misalnya tentang penyidik independen, penyadapan, dan keputusan collective collegial itu muncul belakangan. Tapi semangat untuk mengurangi penuntutan itu sudah muncul dari orang per orang. Kalau ditanya setiap orang di fraksi pasti akan mendukung KPK.Sebab kalau tidak diucapkan, maka 2014 tidak dipilih lagi,” tandas Johan di Jakarta kemarin.

Menurut dia, selama ini banyak pihak yang menyampaikan dukungan penguatan terhadap KPK dan pemberantasan korupsi, terutama para tokoh politik. Namun, ujarnya, pernyataan itu tidak sejalan dengan tindakan para tokoh politik di DPR. Jika selama ini kalangan DPR menilai para personel KPK atau pimpinan tidak becus bertugas dalam menanganikasus- kasuskorupsi,maka sikap Senayan juga harus tegas.

”Jadi, kira-kira yang saya sampaikan adalah kita hentikan retorika, kita hentikan slogan-slogan. Mari kita kembali sebagai bagian dari bangsa satukan perkataan dan perbuatan. Apakah korupsi ini perlu diberantas atau tidak dengan cara memperkuat KPK? Kalau orang KPK-nya yang tidak benar, maka ganti saja. Jangan dipreteli kewenangannya,” tandasnya.

Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Ahmad Yani mengatakan, semua fraksi di Komisi III telah menyetujui adanya sinkronisasi dan harmonisasi UU tersebut dengan aturan perundangan lainnya. Yani mengatakan, semangat sinkronisasi itu dilakukan bukan untuk mengerdilkan kewenangan dan fungsi KPK.

”Yang jelas, tidak ada itu membonsai KPK seperti kata orang-orang. Tapi, dengan kewenangan yang lebih saat ini, pertanyaannya yang mana lagi yang dibutuhkan KPK?. Kenapa banyak kasus yang selalu mandek?” tanya Yani. * sabir laluhu

sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/531050/44/

Tokoh Nasional Dukung KPK

Harian Seputar Indonesia Selasa 2 Oktober 2012

JAKARTA– Sejumlah tokoh nasional turun gunung membela Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka mendukung agar KPK melanjutkan tugas-tugas pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Sebaliknya, para tokoh menentang segala upaya pelemahan KPK. “KPK lahir dengan diberi kewenangan luar biasa untuk menggerakkan lembaga lain yang tidak efektif, tapi yang terjadi malah KPK digerogoti kanan kiri oleh mereka yang terancam oleh pisau KPK. Kalau KPK kalah menghadapi semuanya, artinya yang kalah adalah rakyat,” tegas Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat di Gedung KPK Jakarta, kemarin (Kamis, 1/10/12).

Selain Komaruddin, tokoh yang turut memberikan dukungan kepada KPK adalah pakar hukum pidana JE Sahetapy, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana, budayawan Taufiq Ismail, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Salahuddin Wahid, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja- Gereja Indonesia (PGI) Natan Setiabudi, serta tokoh pers Bambang Harymurti.

Lima pimpinan KPK, yakni Abraham Samad, Bambang Widjojanto,Busyro Muqoddas, Zulkarnain, dan Adnan Pandu Praja,turut mendampingi mereka.Sebelummenggelar jumpa pers bersama, mereka sempat mengadakan pertemuan tertutup yang berlangsung lebih dari dua jam. Di tengah konferensi pers itu, seniman Taufik Ismail sempat membacakan sebuah puisi, 'Di Lautan Mana Tenggelamnya'.

Dalam puisi itu seniman kawakan ini menyinggung hilangnya kejujuran, kesederhanaan, keikhlasan, tanggung jawab, dan kecurangan yang makin merajalela, serta dukungan melakukan korupsi dengan berbagai cara. “Aku berjalan mencari kejujuran, tapi tak tahu di mana kalian adanya? Berkelana mencari keikhlasan rasanya ada, tapi di mana? Kemudian kita lihat ada yang berkumpul bersama- sama korupsi menghabisi. Aku mencari tanggung jawab di laut manakah tenggelamnya,” ucap Taufik.

Seperti diketahui, belakangan ini KPK diterpa beberapa masalah yang bisa mengganggu bahkan mendelegitimasi kewenangan KPK. Beberapa soal yang dihadapi antara lain munculnya wacana merevisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK dan tidak diperpanjangnya penugasan 20 penyidik Polri di KPK per 12 September, padahal penyidik-penyidik tersebut belum menyelesaikan tugas di KPK.

Pada rencana revisi UU KPK, ada beberapa poin yang mengkhawatirkan, yakni terkait pembentukan Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk DPR, pengembalian fungsi penuntutan KPK ke Kejaksaan Agung, penyadapan harus dengan persetujuan pengadilan, dan pemberian kewenangan penghentian perkara melalui surat perintah penghentian penyidikan.

Komaruddin menandaskan, dukungan terhadap KPK jangan hanya dilihat sebagai sebuah lembaga, tapi juga dukungan terhadap harapan masyarakat untuk memiliki pemerintahan dan negara yang bersih yang selama ini diamanatkan dengan cukup banyak kepada KPK. Dia menilai keberadaan KPK selama ini telah mengganggu dan merongrong kemapanan dan kenyaman para aktor yang terlibat atau teridentifikasi korupsi.

“Jadi lembaga KPK merupakan simbol perjuangan dan bergerak untuk upaya untuk masyarakat dan pemerintahan yang bersih. Dengan demikian kalau ada berbagai pihak yang merasa terganggu dan dirongrong kenyamanannya oleh KPK,kami mengajak, ‘Mari masyarakat secara moril membantu misi ekstensi dari KPK dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi semua kasus yang ditangani’,” tandasnya.

Tanggung Jawab Moral

Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan mengingatkan, bila KPK tidak ditakuti para koruptor karena adanya upaya pelemahan dan penghentian langkah KPK,berarti KPK kalah dari koruptor. Oleh karena itu, kata dia, para tokoh masyarakat yang kemarin mendatangi KPK menegaskan kepada koruptor bahwa pihaknya mendukung KPK.

Bahkan, para tokoh berharap KPK terus maju, terutama dengan memiliki penyidik-penyidik yang bisa mereka rekrut sendiri.  “Dan mereka bisa bertahan di tempat ini tanpa khawatir masa depannya dibolak-balik lembaga- lembaga lain,” paparnya.

Melihat pelemahan KPK semakin terlihat sistematis,dia mengatakan, Presiden SBY tidak boleh tinggal diam. Dia mempertanyakan apakah Presiden mau membiarkan seluruh masyarakat melihat Indonesia terjerumus dengan melemahkan KPK.  “Saya rasa Presiden punya tanggung jawab moral untuk mengambil sikap yang tegas. Menjadi bagian dari negara untuk memberantas korupsi,” tegasnya.

Wakil Ketua KPK Busyro meminta Presiden SBY turun tangan atas polemik revisi Undang-Undang KPK yang telah digulirkan DPR dan kesalahpahaman dengan Polri dalam kasus simulator. Pasalnya kata dia, campur tangan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu dianggap dapat memberikan andil besar agar polemik tersebut terselesaikan demi kebaikan bangsa dan negara.  “Kami tetap mengharapkan ada kepedulian bapak presiden untuk kearifannya, ada langkah-langkah dalam waktu dekat ini yang bisa memberi langkah kemaslahatan rakyat,” ucap Busyro.

Tokoh NU Salahuddin Wahid juga mengingatkan, seandainya ada oknum atau pihak yang ingin melemahkan KPK secara terstruktur dan sistematis dengan koordinasi yang terselubung, masyarakat tentu berada di belakang KPK dan di belakang pemberantasan korupsi.  “Tindakan pemberantasan korupsi yang dijalankan KPK inilah yang menyelamatkan bangsa ini,” tandasnya.

Dia menyayangkan ucapan berbagai pihak yang sering kali berubah-ubah untuk mendukung KPK, padahal dalam realitasnya berupaya melemahkan dan menghancurkan KPK. Salah satunya, kata dia, Gedung KPK yang sempat dilihatnya sendiri ruang kerja sangat overload dibandingkan dengan penegak hukum lain.

“Katanya mendukung, berikan anggaran, menambah ruang kerja gedungnya, tapi belum ada kejelasan.Ini menghambat KPK. Kita harapkan ada dukungan dari masyarakat untuk itu bisa dihilangkan hambatannya. Perlu ada dukungan yang lebih nyata kepada KPK,mungkin kita akan datang ke partai-partai dan DPR,” paparnya.

Sesepuh Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Pendeta Natan Setiabudi menilai ada upaya balas dendam para pihak terhadap KPK dengan melakukan pelemahan KPK. Dia berpandangan, jika upaya pelemahan dari anggota Dewan maupun penarikan penyidik dan rongrongan lewat kasus simulator menunjukkan sebuah kebenaran bahwa selama ini upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK makin kuat dan makin benar.

“Korlantas itu jadi test case bagi KPK serta bangsa dan negara ini untuk membersihkan Indonesia. Untuk itu dia mendesak Presiden untuk turun tangan menyelesaikan kesalahpahaman antara KPK dan Polri.Namun, kata dia, publik tidak perlu berharap hal itu bisa dilakukan Presiden.  “Ketika Pak SBY naik, kita punya harapan.Tapi political will-nya mentok. Menjadi tidak terlalu penting memberikan masukan kepada Presiden,” katanya.

Pakar hukum dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana melihat upaya pelemahan KPK yang datang silih berganti beberapa waktu ini bukan hanya konflik antarinstitusi. Menurutnya, secara jernih harus dapat dilihat siapa atau lembaga mana yang berpihak pada pemberantasan korupsi. Dalam rencana revisi UU KPK, kata dia, kalau DPR mengubah UU itu untuk diperkuat harus dengan bukti nyata, bukan malah dilegitimasi.

Adapun guru besar hukum pidana Universitas Airlangga Surabaya JE Sahetapi mengungkapkan kembali sejarah keberadaan KPK di Indonesia. Menurut dia,lembaga tersebut terbentuk karena Polri dan kejaksaan pada di masa lalu bekerja di bawah standar dan tidak becus. Bahkan dia menilai, sampai saat ini dua lembaga itu belum melakukan perbaikan secara sistematis dengan lebih baik.

“Jadi saya ingin menegaskan siapa yang ingin mengebiri KPK, termasuk wakil-wakil rakyat yang di DPR itu, kalau terselubung dengan alasanalasan yang tidak sepaham, maka mereka bisa dipandang sebagai pengkhianat bangsa dan negara. Atau bisa juga dipandang sebagai kaki tangan para koruptor yang ingin menghancurkan KPK dan Indonesia,” kata Sahetapi ● sabir laluhu

sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/531538/38/