Selasa, 19 Maret 2013

PARKIRAN KPK: SHOWROOM MOBIL MEWAH KORUPTOR

Mobil-mobil mewah dengan merk mentereng dan harga fantastis idealnya terpampang di showroom dealer atau pabrikan. Bertabur cahaya terang. Atau, dipajang saat pameran showbiz dengan taburan pernak-pernik yang dikelilingi perempuan-permpuan cantik. Mobil itu tentu saja masih menunggu kedatangan 'sang tuan' untuk memindahkannya ke garasi rumah/kantor lewat transaksi jual-beli.

Showroom tentunya berbeda jauh dengan parkiran sebuah gedung. Namun, parkiran ternyata bisa beralih fungsi seperti showroom. Lihat saja mobil FJ Cruizer hitam beratap putih yang harganya lebih dari Rp1,1 miliar dan Toyota Harrier abu-abu terparkir apik di sisi selatan parkiran sebuah gedung. Tak ada lampu dengan cahaya benderang. Tak ada pembeli yang datang menghampiri. Parkiran dan mobil tersebut berada di area Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kavling C1, Jln HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Dua mobil tersebut hasil sitaan KPK dari tersangka korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Lalu, siapa pemilik dua mobil itu? FJ Cruizer bernomor polisi B 1330 SZZ seyogyanya milik Ahmad Fathanah, tersangka kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi pada Kementerian Pertanian (Kementan) dan TPPU. Pria asal Makassar itu adalah kawan karib mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq yang dijerat KPK dengan kasus suap yang sama.

Toyota Harrier abu-abu B 8706 UJ kuasa kepemilikannya ada pada Irjen Pol Djoko Susilo. Jenderal polisi bintang dua pertama yang dijerat KPK sebagai tersangka. Mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri itu diduga melakukan korupsi proyek pengadaan simulator R2 dan R4 di Korlantas Polri, serta kasus dugaan TPPU.

Selain FJ Cruizer, tiga mobil lain milik Fathanah pun disita dan terparkir sejajar di sampingnya. Ketiga mobil itu yakni Toyota Alphard Putih B 53 FTI, Toyota Landcruiser Prado 2.7 TX hitam B 1739 WFN, Mercy C 200 warna hitam bernomor polisi B 8749 BS. Berdasar penelusuran, empat mobil tersebut ditaksir harganya sekitar Rp4,1 miliar hingga Rp4,5 miliar.

Toyota Landcruiser Prado TX yang di pasaran dibanderol Rp895 juta itu disita penyidik KPK saat operasi tangkap tangan Selasa malam, 29 Januari 2013. Mobil itu pula yang digunakan tersangka saat bertemu Maharany Suciono (mahasiswi/19) di Hotel Le Meredien setelah menerima suap Rp1 miliar dari Juard Effendy (Direktur Utama PT Indoguna Utama) dan Abdi Arya Effendy (Direktur PT Indoguna Utama). Tiga mobil lainnya disita dari rumah (Citayam Depok) dan apartemen Ahmad Fathanah pada Rabu (6/3) malam.

Beberapa menit sebelum penyitaan tiga mobil itu, KPK terlebih mengumumkan penetapan Ahmad Fathanah sebagai tersangka pencucian uang. Tersangka diduga melanggar pasal 3 atau pasal 4 atau pasal 5 Undang-Undang (UU) No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana. "Mobil-mobil ini diduga milik tersangka AF (Ahmad Fathanah). Penyitaan itu karena penyidik menduga kuat mobil-mobil itu berasal dari hasil suap/tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka AF," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP.

Selain Toyota Harrier abu-abu, tiga mobil Djoko Susilo lainnya turut menghiasi 'showroom' parkiran KPK. Toyota Avanza hitam B 1894 SKG terpakir di samping Harrier itu. Sementara, Nissan Serena hitam B 1571 BG dan Jeep Wrangler hitam B 1379 KJB terpakir sejajar di sisi utara gedung KPK. "Penyitaan itu sejak Senin (11/3) kemarin. Total empat mobil itu diperkirakan miliaran rupiah. Mobil itu bukan atas nama DS (Djoko Susilo), tapi diduga terkait dengan DS. Ini terkait dengan dugaan TPPU yang bersangkutan," ungkap Johan.

Dari informasi yang dihimpun, di antara mobil-mobil itu ada yang langsung penyidik diangkut dari rumah Djoko Susilo di Semarang, Jawa Tengah. Sementara mobil Avanza dan Harrier sudah terparkir sekitar dua hari sebelum penyitaan mobil Ahmad Fathanah.

Djoko yang pernah menjabat Gubernur Akpol itu disangka melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU No 8/2010 tentang tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Atau melanggar Pasal 3 ayat (1) atau 6 ayat (1) UU No 15/2002 tentang TPPU. Di luar empat mobil Djoko, KPK terlebih dahulu menyita 20 asetnya yang terdiri dari 12 rumah, lima tanah (sebagian berbentuk sertifikat), dan tiga SPBU.

Penyitaan mobil Ahmad Fathanah dan Djoko Susilo termasuk 20 asetnya memang berstatus sementara. Tetapi bukan tanpa alasan. Menurut Johan, selain diduga berasal dari tindak pidana korupsi langkah itu dilakukan bertujuan agar tidak dilakukan pemindahan kepemilikan atau jual beli selama proses penyidikan hingga proses persidangan berlangsung. "Nantinya, kalau terbukti benar di persidangan aset-aset tersangka itu berasal dari hasil tindak pidana dan diputuskan oleh hakim disita untuk negara, maka KPK berhak menyitanya untuk negara. Setelah itu aset-asetnya akan dilelang dan uangnya diserahkan ke kas negara," tuturnya.

Kuasa hukum Djoko Susilo, Juniver Girsang menyatakan, KPK belum pernah mengkonfirmasi kepemilikan mobil dan aset-aset lainnya kepada kliennya saat pemeriksaannya berlangsung. Yang kedua, kuasa hukum dan Djoko Susilo sebenarnya meminta kepada KPK agar perkara simulator yang prioritas itu dilimpahkan ke pengadilan. Setelah itu barulah kelihatan apakah Djoko Susilo ini benar-benar melakukan perbuatan melawan hukum di dalam pengadaan simulator.

"Lantas kalau sudah ada sebuah putusan bahwa klien kami betul melanggar suatu aturan atau ketentuan pengadaan simulator barulah perbuatannya itu disebut memenuhi yaitu predicate crime,  barulah dikenakan TPPU. Nah sekarang kan belum diketemukan perbuatan predicate crimenya, tetapi langsung kepada TPPU," kata Juniver.

Nantinya kata dia, kuasa hukum akan meminta penjelasan dari KPK. Tetapi apapun yang dilakukan KPK dia mengklaim, pihaknya menghormati sepanjang itu memenuhi ketentuan dan aturan. Tetapi kalau tidak, tentu yang menilai ini nanti masyarakat. "Kalau memang sudah diputus bahwa dia (Djoko Susilo) melakukan perbuatan pidana, kalau kami diarahkan kemudian diproses tindak pidana pencucian uang, tentu kita harus siap menjelaskan," ujarnya.

Dia menyatakan, saat ini simpel saja cara berpikirnya. Yang harus dibuktikan KPK adalah apakah perbuatan itu sudah terbukti pidana di simulator atau belum. Kedua, apakah perbuatan yang dituduhkan itu tahun 2010-2011 pengadaan simulator yang kemudian dikaitkan dengan dikaitkan dengan keberadaan aset-aset itu diperoleh tahun berapa. "Ya tidak bisa dipukul rata seluruh aset, begitu. Ini sekaligus agar memberikan klarifikasi dan pengertian yang utuh kepada masyarakat," tandasnya.

Sebelum delapan mobil itu, Kamis 2 September 2010 Jaguar B 8659 milik mantan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Syamsul Arifin sudah menghiasi parkiran KPK. Penyidik menyitanya terkait kasus dugaan korupsi penggunaan dana pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Langkat, Sumut. Syamsul Arifin sudah menjadi terpidana pada kasus yang sama.

Parkiran itu tidak berubah fungsi sepenuhnya. Mobil pribadi pegawai, penyidik, pimpinan, penasihat, dan tamu serta mobil operasional KPK masih tetap mewarnai area tersebut.