Minggu, 06 Juli 2014

Subtansi Hari Santri Usulan Jokowi


Ada yang menarik belakangan ini di tengah hiruk pikuk copras-capres dan kampanye 2014, yang akan ‘berakhir’ dengan pemilihan 9 Juli 2014. Terutama bagi saya, saya tertarik dengan usulan hari santri dari capres nomor urut 1 Pak Joko Widodo (Jokowi). Tapi, saya tak ingin masuk di antara perdebatan kata 'sinting' dengan usulan hari santri Pak Jokowi itu. Saya hanya ingn melihat sisi 1 Muharram-nya saja.

Saya ingin melihat dari sisi substansi usulan hari santri dan pembedanya dengan 1 Muharram. Secara sederhana dan kompleks memang tak ada masalah bila 1 Muharram dijadikan sebagai hari santri. Apalagi bagi saya yang pernah nyantri. Karena kalau dilihat, subtansi usulan dari Pak Jokowi itu adalah niat baik. Namun di sisi lain, ada baiknya tidak demikian. Karena jelas sekali tidak semua orang di Indonesia -- yang pastinya adalah umat Islam-- pernah nyantri.

Posisi 1 Muharram, sejak lama dirayakan umat Islam seluruh dunia sebagai Tahun Baru Islam. Di mana pada tanggal itu, penanggalan Islam (hijriyah) dimulai. Dengan posisinya seperti itu, biarlah 1 Muharram tetap menjadi hari besar bagi umat Islam. Tanpa mesti diselingi dengan perayaan hari santri.

Bila didengar, saya lebih mengusulkan bahwa kalau itu sebagai niat baik Pak Jokowi, maka hari santri dicarikan pada tanggal lain. Caranya, Pak Jokowi bisa berdialog dengan kaum santri dan para ulama, dengan melihat sisi perjuangan santri dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahkan Indonesia. Karena dari kisah sejarah perjuangan bangsa ini kontribusi kaum santri dan ulama tidak bisa dinafikan.
 
Menurut saya, bisa jadi dari situ muncul ide dan usulan matang kapan baiknya hari santri ditetapkan dan bisa dirayakan kaum santri. Tulisan saya terkait ini, bukan berarti saya berpihak atau tidak berpihak pada satu calon. Tapi usulan itu saya lihat perlu ditanggapi dan diberikan masukan. Apalagi, sekali lagi bila itu adalah niat baik yang belum pernah muncul sebelumnya.

I stand on the both side.