Perjalanan
lebih 6 bulan masa 'pendidikan' beasiswa bahasa Inggris kelas conversation (percakapan) keempat #Batch4 untuk jurnalis pada Euro Management
Indonesia, sejak 3
November 2017 hingga 15 Mei 2018, masih saja terngiang. Padahal masa pendidikan
tersebut kini sudah berlalu lebih satu bulan.
Saya menyebutnya masa pendidikan dari pada kursus bukan tanpa alasan. Ada alasan utama penggunaan kata ‘pendidikan’ yang mendasari itu. Karena, menurut saya, para jurnalis yang masuk dalam golongan #Batch4 melihat, mendengar, merasakan, dan mempraktikkan langsung keinginan, kemampuan, keberanian, dan kebersamaan saat berbahasa Inggris.
Saya menyebutnya masa pendidikan dari pada kursus bukan tanpa alasan. Ada alasan utama penggunaan kata ‘pendidikan’ yang mendasari itu. Karena, menurut saya, para jurnalis yang masuk dalam golongan #Batch4 melihat, mendengar, merasakan, dan mempraktikkan langsung keinginan, kemampuan, keberanian, dan kebersamaan saat berbahasa Inggris.
Sepanjang
lebih 6 bulan masa pendidikan tersebut, saya mencatat ada sekitar 15 kali
pertemuan dengan dua kali midle-test
dan satu kali final-test. Pengajar
yang mengampu beasiswa jurnalis kelas percakapan #Batch4 adalah Febrina ZLM. Miss Febrina, kami memanggilnya. Boleh
dibilang Febrina berhasil mencipatakan suasana dan membawa para jurnalis berpacu
dan terpacu menunjukkan keinginan, kemampuan, keberanian, dan kebersamaan
berbahasa Inggris.
Suasana kelas percakapan beasiswa jurnalis #Batch4. |
Dalam
setiap perjumpaan, Febrina selalu menentukan dan membuat satu tema untuk
dibahas dan diperdebatkan para jurnalis. Tema tersebut harus dilihat dari sisi
pro dan kontra. Dari catatan dan
seingat saya, sedikitnya ada 4 kelompok dan paling banyak 9 kelompok yang terbagi
dua kutub, pro dan kontra.
Namanya
juga kelas percakapan bahasa Inggris, maka sudah pasti dalam segala aktivitas
dan materi di dalam kelas selalu menggunakan bahasa Inggris. Kadang kala bahkan
juga acap kali, saat para jurnalis secara spontan melontarkan kosakata (kata
atau frasa atau diksi) berbahasa Indonesia, Febrina memperbaiki dan
menyampaikan kosakatanya dalam
bahasa Inggris. Sering juga perbaikan dari sisi tata bahasa (grammar) terjadi.
Sebenarnya
bukan hanya Febrina yang memberikan perbaikan atau menyampaikan masukan
misalnya tentang kosakata berbahasa Inggris, para jurnalis kadang juga saling
mengingatkan dan mengisi. Tujuannya tentu
saja untuk kebaikan si jurnalis yang menyampaikan presentasi mewakili kelompok
atau yang menyampaikan pendapat maupun yang menyampaikan sanggahan.
Materi yang dibahas dalam setiap pertemuan, menurut saya, cukup berat dan cenderung baru bagi sebagian jurnalis. Mungkin juga bagi saya. Misalnya perbandingan pendidikan di Indonesia dengan di Finandia, pembatasan kebebasan berbicara atau menyampaikan pendapat oleh pemerintah, hingga tentang apakah PBB lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dari pada perlindungan lingkungan.
Materi yang dibahas dalam setiap pertemuan, menurut saya, cukup berat dan cenderung baru bagi sebagian jurnalis. Mungkin juga bagi saya. Misalnya perbandingan pendidikan di Indonesia dengan di Finandia, pembatasan kebebasan berbicara atau menyampaikan pendapat oleh pemerintah, hingga tentang apakah PBB lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dari pada perlindungan lingkungan.
Kenapa
saya sebut cukup berat dan cenderung baru? Karena sebagian jurnalis bukan berasal
dari wilayah pos liputan atau dari bidang keilmuan terkait materi yang dibahas.
Tapi apa boleh buat, semua jurnalis yang ada dalam kelas percakapan #Batch4 harus siap dan bersedia. Setiap kelompok mempresentasikan materinya dengan logis, berdasarkan data dan perbandingan, kemudian mempertahankan argumentasinya. Dalam satu kelompok atau antara satu kelompok dengan kelompok lain pun, tidak ada yang merasa paling dominan. Setiap anggota kelompok atau masing-masing kelompok diberikan porsi waktu yang sama.
Materi yang dibahas, diperbincangkan, dan diperdebatkan mungkin boleh berat. Tapi suasana kelas nyatanya tidak kaku. Semua berjalan cair dan mengalir. Bahkan sering kali dan terus menerus disertai canda, ledekan, dan tawa. Ya, kami selalu tertawa dalam kelas ini. Demikian juga sang pengajar.
Tapi apa boleh buat, semua jurnalis yang ada dalam kelas percakapan #Batch4 harus siap dan bersedia. Setiap kelompok mempresentasikan materinya dengan logis, berdasarkan data dan perbandingan, kemudian mempertahankan argumentasinya. Dalam satu kelompok atau antara satu kelompok dengan kelompok lain pun, tidak ada yang merasa paling dominan. Setiap anggota kelompok atau masing-masing kelompok diberikan porsi waktu yang sama.
Materi yang dibahas, diperbincangkan, dan diperdebatkan mungkin boleh berat. Tapi suasana kelas nyatanya tidak kaku. Semua berjalan cair dan mengalir. Bahkan sering kali dan terus menerus disertai canda, ledekan, dan tawa. Ya, kami selalu tertawa dalam kelas ini. Demikian juga sang pengajar.
Di
sisi lain ada materi yang juga dekat dengan profesi jurnalis. Di antaranya
tentang pemberian reward para pekerja dengan job perks (bonus pekerjaan dalam bentuk barang atau bukan uang).
Berikutnya bahasan tentang pemilik media dan politikus peserta pemilu sebagai
pemilik grup media massa.
Kreasi dan
Imajinasi
Sepanjang
lebih 6 bulan perjalanan beasiswa bahasa
Inggris kelas conversation (percakapan) #Batch4
untuk jurnalis hakikatnya
menuntut supaya para jurnalis berekreasi dan berimajinasi.
Maksud dari berkreasi itu yakni para jurnalis menciptakan buah pikiran dengan berdasarkan perbandingan dan data, berikutnya dipaparkan dengan logis atas materi bahasan pada setiap pertemuan.
Maksud dari berkreasi itu yakni para jurnalis menciptakan buah pikiran dengan berdasarkan perbandingan dan data, berikutnya dipaparkan dengan logis atas materi bahasan pada setiap pertemuan.
Para jurnalis juga dituntut dan berupaya
kreatif memilih padanan kosakata yang mudah dipahami baik diri seendiri maupun
jurnalis lain. Baik untuk materi setiap pertemuan, pembahasan kelompok saat midle-test, maupun pembahasan terkait final-test masing-masing pribadi jurnalis.
Daya
nalar para jurnalis juga terus berkembang dan kemampuan berpikir turut distimulus
guna menangkap setiap informasi dan gagasan yang ada.
Bukan
hanya kreatif sebenarnya, tapi setiap jurnalis mesti dan harus proaktif.
Musababnya meski pembahasan per kelompok, tapi penilaiannya tetap untuk masing-masing
jurnalis.
“Meskipun
presentasinya untuk kelompok, tapi penilaiannya untuk masing-masing orang. Jadi
nilainya perorangan,” ujar Febrina dalam setiap kali pertemuan.
Lantas bagaimana dengan jurnalis dalam kelas percakapan #Batch4 berimajinasi? Kalau yang ini lebih khusus terkait dengan midle-test. Febrina menyampaikan bahwa setiap kelompok diwajibkan untuk membuat satu acara (konsep acara) yang benar-benar baru dan menarik di Indonesia. Tentu saja setiap ide acara berbeda antarkelompok. Seluruh rincian untuk masing-masing acara yang dibuat masing-masing kelompok nantinya akan dipresentasikan dalam pertemuan berikutnya.
Lantas bagaimana dengan jurnalis dalam kelas percakapan #Batch4 berimajinasi? Kalau yang ini lebih khusus terkait dengan midle-test. Febrina menyampaikan bahwa setiap kelompok diwajibkan untuk membuat satu acara (konsep acara) yang benar-benar baru dan menarik di Indonesia. Tentu saja setiap ide acara berbeda antarkelompok. Seluruh rincian untuk masing-masing acara yang dibuat masing-masing kelompok nantinya akan dipresentasikan dalam pertemuan berikutnya.
Semua
hal terkait dengan acara tersebut harus dibuat bahan presentasinya secara
detil, rinci, dan sistematis. Presentasi terkait acara tersebut sedikitnya
harus menjawab 5 pertanyaan utama. Satu,
apa poin-poin yang sangat kuat (penting) dari ide utama acara tersebut. Dua, apa saja pengalaman yang akan
didapatkan sebagai daya tarik bagi para pengunjung.
Tiga, bagaimana
acara (ide) tersebut dapat menghasilkan uang (pengasilan) untuk komunitas
lokal. Empat, bagaimana cara agar
setiap kelompok mampu menarik para turis baik dalam negeri maupun mancanegara. Lima, apa saja rencana-rencana untuk
marketing dan promosi acara tersebut.
Nah,
setiap kelompok kemudian berembuk untuk menyiapkan acara masing-masing. Tentu
saja tidak ketinggalan kelompok saya dengan tiga orang teman jurnalis lain
(lupa kelompok berapa). Kelompok kami bersepakat dan memutuskan untuk membuat
acara ‘Borobudur Blues Night’. Saya pun ditugaskan membuat poster atau pamflet ‘Borobudur
Blues Night’.
Selama
satu pekan, saya dan tiga teman dalam satu kelompok berembuk. Sampai-sampai
kami membuat grup WhatsApp sendiri.
Di sela waktu itu juga, saya membuat poster dengan segala rinciannya. Mulai
konsep dan nama acara, kapan pelaksanaannya, pelibatan sejumlah pemangku
kepentingan di tingkat pusat dan daerah, menggandeng para pemilik UKM dan
pengusaha lokal, nama-nama musisi nasional dan internasional, hingga proses
promosi dan marketing.
Tiba
waktu presentasi midle-test saat
pertemuan Selasa 6, Februari 2018, menurut saya, masing-masing kelompok tentu
saja kaget luar biasa. Karena apa yang dibuat dan dipresentasikan di luar
dugaan dan tidak diperkirakan sebelumnya. Selain ‘Borobudur Blues Night’ yang
digagas kelompok saya, ada kelompok lain yang membuat dan mempresentasikan
acara ‘Laser Batavia Music Festival’ dan ada juga ‘Giant Scientific Park’.
Gagasan
dan konsep yang disiapkan dan dipaparkan sangat luar biasa dan mencengangkan.
Karenanya dari presentasi midle-test,
saya secara pribadi menyimpulkan bahwa masing-masing kelompok sangat kreatif,
inovatif, dan imajinatif.
Bahkan seingat saya, ketika itu Febrina menyampaikan pernyataan bernada candaan, sangat bagus sekali juga kalau acara (konsep acara) yang dibuat dan dipresentasikan setiap kelompok tersebut benar-benar ada dan diwujudkan menjadi acara yang nyata.
Bahkan seingat saya, ketika itu Febrina menyampaikan pernyataan bernada candaan, sangat bagus sekali juga kalau acara (konsep acara) yang dibuat dan dipresentasikan setiap kelompok tersebut benar-benar ada dan diwujudkan menjadi acara yang nyata.
Di
sisi lain ada yang cukup unik dari ‘kebiasaan’ berbahasa Inggris di dalam
kelas. Kebiasaan ini rupanya terbawa hingga ke luar kelas atau di luar lokasi
kantor Euro Management Indonesia. Bicara tentang ‘kebiasaan’ itu, ada kejadian
lucu saat beberapa jurnalis bersama Febrina, sang pengajar, nongkrong sambil makan bersama di sebuah
tempat di Jalan Ciking Raya.
Waktu
itu dua teman kelas jurnalis, Ali Sobri dan Stefani Ginting sedang memesan
makanan di depan kasir ke pelayan. Ali Sobri dengan santainya berbicara
menggunakan bahasa Inggris ke Stefani. Rupanya si pelayan restoran menatap
dengan raut wajah heran ke arah Ali Sobri. Saat kembali ke kursi dan meja makan
yang kami tempati, Ali Sobri menceritakan kejadian tersebut. Apa yang terjadi?
Kami semua tertawa terbahak-bahak.
Nongkrong sesaat setelah final-test Selasa, 15 Mei 2019 malam. |
Peradaban
Berbahasa Asing
Para
jurnalis yang sudah mengikuti program beasiswa bahasa asing termasuk bahasa Inggris kelas
percakapan #Batch4 jelas mendapatkan
manfaatnya. Kemampuan, keberanian, dan kepercayaan diri para jurnalis dalam
berbahasa Inggris jauh lebih meningkat. Satu di antaranya tentu saja saya.
Karena salah satu dasar keinginan saya mengajukan diri sebagai pemohon beasiswa
bahasa Inggris kelas percakapan #Batch4
adalah ingin meningkatkan kemampuan, keberanian, dan kepercayaan diri saat
berbahasa Inggris. Ditambah lagi saya masih memiliki cita-cita dan keinginan
melanjutkan pendidikan Strata-2 (S2) atau Magister di luar negeri.
Langkah Euro Management Indonesia dan Yayasan Pendidikan Eropa Indonesia (YPEI) memberikan
beasiswa bahasa asing termasuk bahasa Inggris bagi para jurnalis (program kelas
dasar, conversation, dan persiapan
uji TOEFL/IELTS) patut diacungi jempol. Karena tidak banyak lembaga memberikan
beasiswa atau masa pendidikan berbahasa asing termasuk bahasa Inggris. Boleh
dibilang, Euro Management
Indonesia dan YPEI adalah pelopor program beasiswa atau kursus bahasa asing
untuk jurnalis di Indonesia. Beasiswa untuk jurnalis masuk dalam program besar,
Program Beasiswa Gerakan Indonesia 2030.
Dari
lansiran laman Gerakan Indonesia 2030 dan Euro Management Indonesia bisa
diketahui, bahwa penggagas Program Beasiswa Gerakan Indonesia 2030 adalah Bimo Joga
Sasongko. Bimo tidak lain merupakan pendiri sekaligus Direktur Utama dan Chief
Executive Officer (CEO) Euro Management Indonesia.
Dalam
beberapa kesempatan, Bimo selalu menyampaikan, program beasiswa jurnalis
memiliki sedikitnya dua tujuan. Pertama,
menjadikan para jurnalis dapat membuka cara pandang tentang pentingnya
menguasai bahasa asing. Kedua,
memotivasi para jurnalis agar berkeinginan melanjutkan kuliah ke luar negeri.
Dari
dua tujuan tersebut, menurut saya, pada akhirnya bermuara pada satu tujuan
utama yakni membuat para peserta beasiswa dengan sendirinya menciptakan
peradaban berbahasa asing. Hal tersebut bisa tergambarkan dengan melihat
seluruh perjalanan beasiswa bahasa asing, termasuk tentu saja program bahasa
Inggris kelas percakapan #Batch4
untuk para jurnalis.
Di
sisi lain, Euro Management Indonesia dan YPEI tentu sebaiknya melakukan
perbaikan dan peningkatan program beasiswa khususnya bagi para jurnalis.
Misalnya, dalam satu atau dua pertemuan perlu kiranya ada native speaker atau penutur/pengguna bahasa asli bahasa tersebut
khususnya bahasa Inggris yang masuk menjadi pengajar tamu dalam kelas
percakapan. Karena dengan adanya native
speaker, maka para jurnalis peserta beasiswa kian termotivasi dan mendapat
pengalaman berbicara dengan penutur aslinya.
Untuk
proses pengajaran lebih khusus untuk beasiswa kelas percakapan jurnalis,
mungkin diperlukan juga terobosan berupa pengajaran kelas dengan kunjungan ke
lembaga/instansi tertentu. Terutama lembaga/instansi yang memiliki bahasa asli dan/atau
berbahasa Inggris. Karena hal ini akan mendorong kemampuan para jurnalis
mempraktikkan bahasa Inggris secara real-time
dan saat itu juga.
Dari
sisi materi setiap pertemuan, materi yang ingin diperbincangkan tentu tidak
terlalu berat-berat amat. Selain itu juga bisa disesuaikan dengan unsur wilayah
pos liputan atau bidang keilmuan dari masing-masing jurnalis. Karena dari sisi ‘kedekatan’
dengan para jurnalis, maka itu juga akan memudahkan.
Untuk
batas kehadiran para jurnalis peserta dalam satu kali pertemuan rasanya batasan
minimum 15 jurnalis perlu ditinjau ulang. Paling tidak batasan tersebut
diturunkan hingga taraf 10 orang. Karena dengan batasan minimum 15 jurnalis
cukup menghambat kelas percakapan #Batch4
jurnalis. Beberapa kali pertemuan dibatalkan kemudian ditunda karena batas
minimum itu tidak tercapai.
Kalau
batasan minimum 15 jurnalis masih tetap dipertahankan, maka komitmen antara Euro Management Indonesia dan YPEI atau pengajar dengan masing-masing jurnalis
penerima beasiswa perlu diperketat. Artinya proses dan sistem calon penerima
beasiswa perlu ditinjau lagi.
Sebagai
contoh, dalam klausal penerimaan peserta beasiswa tercantum bahwa kalau peserta
tidak hadir dalam 3 atau 4 pertemuan, maka peserta tersebut dihapuskan dan
dicabut status penerima beasiswa bahasa asing secara otomatis.
Guna
penyebarluasan informasi dan menjaga hubungan baik dengan media massa, Euro
Management dan YPEI serta jajarannya sangat perlu melakukan kunjungan (roadshow) ke redaksi berbagai media
massa. Khususnya redaksi media massa asal jurnalis peserta program beasiswa,
baik yang sedang mengikuti kelas maupun yang pernah mengikuti kelas. Waktu
kunjungan bisa saat pendaftaran periode beasiswa dibuka atau saat pelaksanaan
kelas beasiswa atau selepas pelaksanaan kelas beasiswa usai.
Pada
bagian akhir tulisan ini, saya tetap berharap Program Beasiswa Gerakan
Indonesia 2030 untuk para jurnalis tetap dipertahankan dan dilanjutkan. Tidak
hanya untuk kelas percakapan (conversation)
saja, tapi juga kelas bahasa Inggris dasar maupun persiapan uji TOEFL/IELTS.
Karena
dengan keberlangsungan dan keberlanjutan beasiswa bahasa asing bagi para
jurnalis, maka Euro Management Indonesia dan YPEI turut menjaga dan merawat
harapan, keinginan, dan cita-cita para jurnalis lain yang akan jadi calon
peserta beasiswa.[]