Rabu, 24 Desember 2014

Busyro: Saya Tak Punya Prestasi Pribadi di KPK


Sorot matanya tajam dan mimik muka serius tak menghilangkan kesan santai dan humoris yang dimilikinya saat menerima penulis di lantai tiga Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria itu, M Busyro Muqoddas, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan KPK yang purnabakti per Selasa 16 Desember 2014. Di sela-sela persiapan admintrasi dan merapikan barang-barang untuk dipulangkan ke Yogyakarta, mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) ini bertutur tetang sepakterjangnya selama empat tahun di KPK. Termasuk soal peluangnya terpilih kembali sebagai pimpinan saat DPR melakukan pemilihan Januari 2015.

Tampil mengenakan kemeja putih lengan panjang bergaris, celana hitam, dan berkacamata, Busyro (B) lebih sering bercanda dan tertawa. Di tengah keseriusan wawancara, dia sempat menawarkan kopi jahe. Pria kelahir Yogyakarta, 17 Juli 1952 ini mengaku tak punya prestasi pribadi selama menjadi pimpinan KPK. Berikut petikan wawancaranya, Selasa 16 Desember 2014 malam. Sebagian isi wawancara sudah terbit dengan berita feature di Koran Sindo edisi Senin 22 Desember 2014, “Akhir Masa Jabatan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas - Lahan Membangun Negeri Bukan Hanya di KPK”.

Hari ini, Selasa (16/12) adalah tugas terakhir anda sebagai pimpinan KPK. Apa momen yang paling berkesan selama menjadi pimpinan empat tahun?

(B): Itu terkait korbis KPK ngga? Pencegahan dan penindakan?

Pokoknya semua berkaitan dengan tugas Anda selama di KPK...

(B): Momen ketika KPK menangani perkara traveler cheque dan Nazaruddin. Traveler cheque itu kan menarik, bagamaimana seseorang terbukti menerima, sesorang yang dipromosikan ke posisi strategik di BI melalui proses-proses transaksi suap. Suap itu hubungannya dengan politisi lalu ada swasta. Nah di mana pusat menariknya? Politisi, DPR kan. Berapa fraksi waktu itu. Lalu ada swasta. Lalu yang menarik orang yang dipromosikan lewat cara-cara yang transaksional itu guru besar senior dari kampus besar. Jadi tiga-tiganya menarik kan.


Bahwa DPR banyak fraksi, Miranda Goeltom itu guru besar senior dari kampus besar. Artinya bukan kelas bawah itu loh. Ada tiga cluster. Ini kan menggambarkan kebijakan di dewan gubernur BI yang terkait otoritas mengenai moneter, itu kan menjadi menarik dengan orang yang dipromosikan dengan cara-cara yang transaksional, cara-cara melanggar yang terbukti tpk (tindak pidana korupsi).

Dengan demikian sasaran dari korupsi itu kan sampai kepada yang merupakan jantung perekonomian negara dan marwahnya negara di bidang moneter, yaitu BI. Yang secara institusi sekaliber BI, sepenting BI, sesentral BI, itu kan bang sentral istilahnya, harus dijaga oleh semua orang-orang yang memiliki posisi-posisi tercerahkan, politisi, guru besar tadi, dan bank swasta tadi. Nyatanya kan nggak. Ini momentum paling berkesan, satu.

Yang kedua, Nazaruddin. Nazaruddin ini kan bermula bukan dari Nazaruddin-nya. Tapi ketika kami mengikuti kasus yang di Surabaya kemudian dari situ ditemukan peran Mindo Rosalina (Mindo Rosalina Manulang, mantan Direktur Marketing Permai Group) kemudian terkait dengan si Nazaruddin.
 

Ha, dari kasus Nazaruddin itu kan kemudian di awal itu masih ada Pak Chandra (Chandra M Hamzah, mantan wakil ketua KPK) loh. Saya masih menemani Pak Chandra malam mesti harus nungguin, monitoring itu. Saat terungkap di awalnya, oh kasus ini bakal menarik. Nah ternyata betul.

Menariknya di mana? Kembali swasta, kasus Surabaya, Mindo, terus Nazar. Di mana Nazar menariknya? Karena Nazar bendahara partai berkuasa. Jadi sejak awal itu kami sudah, wih ini guritanya, betulkan? Tapi semakin mengguritanya besar kan semakin resiko politiknya besar juga.

Di mana resiko politiknya? Ketika perkara ditangani, di tengah gejolak KPK saat itu, kita cepat melakukan penyitaan dan segala macam. Kemudian kan Nazar bisa keluar kan ke Singapura. Mulai dari Singapur kan bernyanyi dan seterusnya. Sampai-sampai (di tv Nazar menyebutkan) ini flashdisk ini, di sini ada foto Chandra Hamzah menerima duit, karena ke rumah menjadi tamu saya. Sampai sekarang kan ngga ada.

Ada profesor OC Kaligis waktu itu pengacaranya juga mengatakan itu. Nah kemudian di sini kan kemudian goncang waktu itu. Kegoncangan itu menarik justru ketika kami dibaca, wah ini KPK ini seperti ini terus kepercayaann (publik) nggak stabil loh. Orang luar membaca itu. Maka bersatulah, bersekutulah mantan Panglima TNI Jenderal Endriarto Sutarto dengan teman-teman masyarakat sipil, ada Alex, ada Asep, teman-teman ICW kan, ada Rini.

Terus kemudian mereka datang ke sini menawarkan, sudahlah bapak-bapak KPK tidak usah terlalu ini, biar nanti kami yang menangani. Nah kemudian voulenteer itu mereka kemudian menjadi semacam advokatnya KPK.

Jadi kasus Nazar ini ada dua hal yang menarik. Nazar sebagai bendahara partai berkuasa tapi kemudian membawa dampak terhadap terpanggilnya kekuatan-kekuatan masyarakat sipil. Itu artinya signifikansinya apa? Bahwa KPK sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda-agenda masyarakat sipil sehingga mereka perlu untuk memberikan advokasi.
 
Apa perasaan anda meninggalkan lembaga ini?

(B): (Menarik nafas dalam beberapa detik). Oh ya anu, apa namanya, saya kira sudah saya sampaikan, itu ada perasaan apa. Me...me...me...merasa berat. Merasa berat berpisah dengan lahan yang penuh lika-liku, penuh jalan licin. Itu. 


Apa tugas dari amanah ini yang belum anda selesaikan?

Oh ada, ada. Satu di bidang penindakan. Kami belum sempat mencoba untuk meng-inline-kan proses-proses penindakan yang dilakukan oleh jaksa untuk kasus-kasus yang ada TPPU-nya dengan kepentingan masyarakat yang mempunyai hak untuk mengajukan keberatan kerugian perdata yang diatur dalam Pasal 98 ayat (1) KUHAP.

Pasal ini memberikan hak kepada masyarakat yang dirugikan secara perdata akibat TPK (tindak pidana korups). Nah, dalam konteks ini kan ada kasus alkes Banten. Tadi saya cek belum masuk ke sana (penerapan Pasal 98 ayat (1) KUHAP) karena ternyata memang rimba raya dari bukti atau evidensinya itu masih harus dibenahi.

Dari situ kalau kasus alkes atau kasus sejenisnya misalnya seperti kasus sapi, itu kemudian masyarakat (perlu) dididik untuk kemudian ikut mengajukan gugatan berdasarkan pasal tersebut. Gugatan itu bisa diajukan ke Pengadilan Negeri, misalnya kasus itu ke Pengadilan Negeri Jakarta. Nanti pengadilan negeri nanti memerintahkan majelis pengadilan tipikor yang menangani perkara pokoknya, kemudian lihat dari hukum acaranya bisa masuk nggak dikaitkan dengan waktu yang tersedia.
 


Kalau waktu masih memungkinkan, maka gugatan itu bisa didaftarkan kemudian dijadikan satu dengan rancangan atau rentutnya jaksa KPK. Tapi sampai hari ini belum. Karena belum memungkinkan karena proses penyidikannya belum sampai ke sana. Kemudian juga masyarakatnya masih mempersiapkan diri.

Kita sudah membantu masyarakat bagaimana menghitung social coast of corruption itu. Itu sumbangan besar dari dosen ekonomi UGM Pak Rimawan Pradiptiyo, sama dosen ekonomi Unpad. Jadi sudah ada buku yang kita sampaikan ke jaksa-jaksa itu. Anda pelajari ini dulu, sehingga nanti ada gugatan Pasal 98 ayat (1) KUHAP itu mereka sudah tahu. Kalau nanti itu dijalankan, wiiih prestasi yang luar biasa.
 
Januari 2015 nanti DPR akan memilih capim antara anda dan Roby Arya Brata. Kalau terpilih lagi yang belum selesai tadi mau anda laksanakan?

(B): Terpilih atau tidak terpilih program itu akan dijalankan. Karena itu bukan program saya, (tapi) program KPK. Jaksa-jaksa sebagian sudah kita kondisikan, sudah kita training di Sentul 2 hari 1 malam, kita undang jaksa senior di Kejaksaan Agung, kita undang Rimawan Pradiptiyo itu.

 
Anda punya prestasi pribadi. Anda peraih penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) 2008. Lalu selama di KPK, sebenarnya apa prestasi penting anda secara personal?

(B): Itu akan lebih bagus kalau yang mendiskusikan bukan saya. Tapi kan ngga keliru juga saya mengatakan bahwa saya sudah lakukan proses-proses yang menjadi bagian dari menempatkan KPK ini yang dia terlahir dari buah reformasi.

Reformasi itu kan gerakan ideologi. Ideologinya apa? Ideologi kerakyatan. Mengapa Ideologi kerakyatan? Karena rakyat ditipu secara terus menerus selama 32 tahun oleh rezim yang otoriter nyaris totaliter, antidemokrasi, dan anti HAM. Semua dikooptasi bahkan juga dihegemoni secara simultan. Nah akibatnya terjadi situasi yang korupsinya sistemik.

Sehingga ketika ada pembentukan KPK sebagai buah reformasi, itu kan wujud dari gerakan-gerakan ideologi perlawanan. Gerakan perlawanan dan pembebasan rakyat dari sistem yang korupsi, sistem politik atau sistem kekuasaan yang korup. Itu KPK lahirnya tidak bisa dibaca kalau tidak dibaca seperti itu.


Prestasi pribadi anda di KPK apa?

(B): Nanti lewat situ dulu. Karena sepereti itu tadi, ketika saya masuk, saya baca betul masuk ke KPK untuk apa sih. Oh, KPK bacaan saya terhadap UU KPK, historikal KPK dibentuk seperti tadi.

Maka begitu masuk, ketika sudah mempunyai satu design konsep bahwa KPK itu sebuah gerakan pemberantasan korupsi tapi harus memiliki ruh ideologi. Ideologi kerakyatan untuk membebaskan rakyat dari sistem yang korup. Sistem yang korup ada? Ada banget.

Semua pilkada itu mana yang tidak korup, mana yang tidak manipulasi. Baik manipulasi duit atau manipulasi lewat model pendekatan-pendekatan dengan politik oligarki. Siapa yang menjilat elit politik, goblok atau pintar, terpilih.

Sehingga mobilitas orang yang masuk politik itu karena didukung, karena patron. Bukan karena kemampuan, kompetensi pribadi yang teruji. Nah, orang yang masuk politik karena patron sama halnya dengan orang yang maju bisnis karena patron. Jadi bukan karena self independensi yang didukung profesionalisme. Beda loh. Banyak kan pengusaha Cina yang sukses karena profesional dan tidak mengandalkan patron.


Maksudnya begini, prestasi personal anda di KPK itu apa?

(B): Saya tidak bisa menjawab itu, personal loh. Wong di sini kerjanya kerja kolegial kok.

Beberapa pihak menyebut anda sebagai pimpinan peletak ideologi dan penyempurna pencegahan di KPK. Anda juga yang menggagas integrasi pencegahan dan penindakan di KPK secara simultan. Apa benar demikian?


(B): Ngga, ngga benar itu. Ngga. Ge-er aku. Ngga benar itu. Di sini sudah terbangun, saya masuk itu tinggal nimbrung aja. Kalau di KY yes, kalau di KPK ngga. Di KPK sudah terbangun loh sejak periode pertama.


Anda ditunjuk dan dilantik sebagai pengganti Pak Antasari Azhar oleh Presiden SBY pada 20 Desember 2010 hingga 2011, karena “sebuah kegentingan” dan bukan keinginan anda pribadi. Apa yang anda perbuat untuk kembalikan marwah KPK saat itu?

Menghidupkan kekuatan-kekuatan masyarakat sipil. Dan, meng-inline-kan kekuatan masyarakat sipil yang dibaca sebagai masyarakat keadaban. Kalau orang DPR sebagian memahami masyarakat sipil itu LSM, LSM itu ICW. Kan konyol itu. Kan ada YLBHI, Kontras, Imparsial, dan lain-lain. Itu (pemahaman sebagian anggota DPR) pikiran-pikiran yang harus ditolong itu.


Banyak serangan yang datang saat anda jadi pimpinan. Misalnya, ada tudingan bahwa anda berusaha halangani penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus Hambalang. Nazar pada 2011 menuding anda mengumbar janji tersangka baru wisma atlet sebagai bargaining untuk jadi ketua KPK lagi saat uji kepatutan dan kelayakan Desember 2011 melawan Abraham Samad cs. Bagaimana anda banyak senyum hadapi serangan-serangan tersebut?


(B): Di sini, nggak ada yang bisa menghalangi. Dan tidak ada satupun orang yang bisa memaksakan seseorang agar dijadikan tersangka. Ndak ada itu. 


Loh, saat Desember (2011) itu saya ngga mencalonkan, wong diperpanjang kok. Nah soal tudingan Nazar, saya waktu itu kan masih ketua KPK toh. Saya baca di berita bahwa saya mau diundang Komisi III mau ditanya bersedia nggak untuk dikompetisikan dengan 4 yang lain, Abraham cs.

Nah waktu itu saya sudah sadar saya mau disembelih nih. Mengapa? Karena pidato kebudayaan saya di Taman Ismail Marzuki sedemikian rupa di-blow up oleh Sindo, Kompas, Tempo, dan lain-lain kan. Nah sehingga kan kebakaran jenggot itu teman-teman DPR.

Sebelum penuhi undang tadi, saya minta pendapat dari dalam, saya minta pendapat Pak Chandra waktu itu, terus juga dari Alex dan Asep teman baik saya di KY, bagaimana kalau aku nggak datang. (Mereka jawab) aku setuju sih mas, tapi posisi mas BM (Busyro) ketua KPK loh, kalau diundang DPR nggak datang kan institusi KPK nanti di-bully
. Demi lembaga saya datang. Jadi saya datang itu siap untuk di-idhul kurban-kan, disembelih gitu loh. Siap sekali saya.

Tapi ketika ditanya apakah anda siap maju terus, saya jawab siap. Wong putusan MK, jabatan itu ya empat tahun, bukan kayak DPR paruh waktu, PAW. Itu nggak. Kemudian yang kedua, ketua dipilih atau tidak. Saya bilang, saya siap jadi makmum, artinya siap jadi wakil ketua. Tapi kalau dipercaya masih jadi ketua, saya juga siap.

Jadi untuk apa saya berkampanye. Jadi kalau ada orang beropini bahwa saya kampanye supaya dipilih jadi ketua KPK, oh saya sudah jadi ketua KPK waktu itu kok. Jadi itu (tudingan Nazar) tidak punya pijakan historis itu loh.
 

Saat jabat sebagai pimpinan KPK, baik KPK 1 tahun maupun wakil ketua 3 tahun, anda sering mengritik secara keras parpol dan DPR. Misalnya, DPR menggergaji kewenangan KPK (salah satunya dalam RUU KUHAP/KUHP); lihat saja nanti PKS atau KPK yang lebih dulu bubar atau PKS bukan partai malaikat; politisi DPR itu bromocorah (bajingan/bandit/bangsat/penjahat/preman) politik, parpol jadi ladang pembibitan koruptor; dsb. Kenapa anda sering begitu keras mengomentari parpol dan DPR?

(B): Soal sikap kritis saya kepada DPR dan parpol. Itu biasa aja kok. Kalau saya katakan parpol itu kan tidak semunya. Kecuali saya katakan semua parpol itu sumber korupsi, itu baru ada parameter. Harus ada metodologis yanga akuntabel. Saya kan tidak mengatakan semua parpol.

Jadi ada parpol yang jadi sarang koruptor, jelas toh. Tadi ada yang saya katakan Partai Demokrat, lewat Nazaruddin sebagai bendaraha kan sabetannya kena kanan kiri kan. Fakta kan itu. Kemudian,
traveler cheque, hampir semua fraksi kan. Karena DPR itu representasi dari parpol, faktanya menunjukan yang traveler cheque itu ada 25 loh anggota DPR yang terpidana hampir dari semua fraksi, termasuk fraksi ABRI yang masih ada waktu itu.

Pembubaran PKS, itu karena ada sidang di DPR. Di situ Fahri Hamzah mengatakan bahwa “yang menyatakan pembubaran KPK itu bukan Pak Marzuki Alie, tapi saya”. Nah lalu di situ saya meminta pendapat Pak Chandra Hamzah, gimana nih, dia jual aku beli, boleh nggak. Kata Pak Chandra, silahkan Pak. Nah saya tanggapi.
 


Saya nanggapinya dengan kalem aja, Pak Fahri yang saya hormati, saran saya kalau mau membubarkan KPK, tempuh aja jalan demokrasi lewat Komisi III kemudian diserahkan ke DPR, secara prosedural. Nanti kita lihat, yang bubar KPK atau PKS (Busyro tertawa kecil). Kan saya menjawab pernyataan si Fahri itu, “yang membubarkan KPK itu saya, bukan Marzuki Alie”.

Anda kan terlalu kritis dengan politisi DPR dan parpol. Pemilihan capim oleh DPR Januari 2015 nanti, anda yakin terpilih lagi ketimbang Roby Arya Brata?


(B): Saya meyakini dalam kaitannya dengan faith, dengan iman. Nggak pernah ada dalam hitungan saya meyakini sesuatu yang di luar konsep-konsep iman. Politik itu kan di luar konsep-konsep iman toh. Politik itu di luar diskursus tentang iman. Politik itu come and go, ya toh, fluktutif. Untuk apa, tanda petik mengimani. Saya akan meyakini sesuatu yang diyakini, sistem kepercayaan saya.

Soal kritis, DPR itu kan lembaga demokrasi, pengawas kan. Butuh ngga orang kritis? Kalau butuh orang kritis, saya siap bersinergi dengan DPR yang titahnya lembaga yang kritis itu. Saya orang yang menyadari saya harus kritis. Kalau lembaga negara tidak kritis termasuk KPK, ya untuk apa saya masuk KPK. Masuk KPK kok anteng-anteng. (Busyro tersenyum)

Kalau tidak terpilih? Buat saya kalau terpilih dan tidak terpilih bedanya tipis, tipis itu. Lahan untuk membangun negeri ini tidak hanya di KPK saja. Bahwa melalui KPK itu terasa istimewa, yes. Karena dia sebuah organisasi penegak hukum pemberantasan korupsi yang satu-satunya yang independen. Dan, itu sudah dilakukan dengan sangat sistemik oleh pimpinan KPK jilid pertama sampai sekarang ini.

Faktanya kan KPK nggak bisa sendiri. Dan selama ini KPK mengembangkan sinergitas dengan kekuatan masyarakat madani. Di posisi kekuatan masyarakat madani itulah saya bisa ber-KPK dalam bentuk yang lain. Jadi saya ngga akan berhenti ber-KPK itu.


Beberapa anggota Komisi III yang hadir saat uji kepatutan dan kelayakan menyebut KPK, atas penyampaian anda, lebih condong represif/penindakan dan lupa dengan pencegahan. Komentar anda? 


(B): Waktu itu kan saya sudah paparkan ada angka Rp 23,11 triliun pada 2013 sektor PNBP dari minerba. Di 2014 sektor minerba mentarget Rp 16 triliun kemudian KPK bisa memasukan Rp 28,4 triliun. Saya sampaikan loh. Terus dari 2005 sampai 2014 pencegahan penyelamatan dan penindakan itu bisa memberikan kontribusi uang itu Rp 249 triliun. Itu semuanya sebagian besar pencegahan. Dengan data yang saya sampaikan lewat layar itu, saya kira orang itu ngga faham tentang data yang saya sampaikan. 

Dalam catatan pemberitaan yang saya tulis, saat jadi ketua, KPK berhasil rampungkan penyelamatan uang negara lebih dari Rp 152,9 triliun di sektor migas lewat korsupgah (koordinasi dan supervisi pencegahan) 2008-2011. Saat anda jadi wakil ketua, diselamatkan lebih dari Rp 50 triliun dari sektor minerba 2013-2014 dan Rp 6,7 triliun sektor alokasi gas bumi untuk pupuk 2013, masih lewat korsupgah. Banggakah anda dengan itu?

(B): Oh bangga. Bangga karena ada argumennya. Karena pencegahan itu efektif.

Kajian dan korsupgah KPK tentu tak hanya untuk selamatkan uang negara saja. Bagaimana dengan perbaikan tata kelola, sistem, dan pelayanan kementerian/lembaga terkait?


(B): Pencegahan itu kita menyelamatkan sekaligus memperbaiki sistem. Yang dilakukan KPK misalnya di sektor hutan, kita ada NKB dengan 12 K/L. Itu setelah diresmikan di istana negara oleh Pak SBY, itu kita bikin jadwal rencana aksi (renaksi) dan evaluasi dalam dua bulan. Sebelum dua bulan sudah kami tagih. Kalau sudah rampung kita undang di sini, paparan apakah sudah in line belum dengan orientasinya. Dan itu efektif perbaikan sistemnya dan tata kelola. Dan, orang-orang birokrat itu merasa senang karena terselamatkan.

Misalnya, bupati-bupati itu, andaikan kami tidak masuk lewat pencegahan minerba bagaimana. Nah sekarang 515 IUP ada yang sudah dicabut itu. Kalau kami langsung penindakan, berapa bupati yang bisa menjadi tersangka. Maka kami milih pencegahan. Kecuali ada bupati yang kami warning, dia ngga gubris, ha bisa kami kembangkan, dua alat bukti kena, kami eksekusi.

Di usia memasuki 12 tahun, KPK bisa mentersangkakan dan menciduk koruptor di antaranya anggota DPR/DPRD, menteri, jenderal polisi, gubernur, bupati, ustadz, kiai, tokoh agama lainnya hingga kalangan pengusaha. Bahkan kasus yang ditangani KPK di pengadilan conviction rate-nya 100%. Apa pesan anda bagi seluruh personel KPK pasca lengser?

Perteguh, perkuat proses-proses ideologisasi pemberantasan korupsi untuk membebaskan rakyat dari sistem kekuasaan, dari proses politik dan proses budaya politik yang korup.

Saat wawancara ini terbit, anda tentu sudah tak di KPK. Apa aktivitas yang anda lakukan pada Rabu (17/12), hari pertama dan seterusnya?

Kembali ke kampus (Busyro masih dosen tetap di UII Yogyakarta). Ada juga aktivitas lain pusat studi hak asasi manusia (PUSHAM) UII. Itu sudah ada 35 PUSHAM se-Indonesia, PTN dan PTS. Itu bisa di-inline-kan dengan pemberantasan korupsi itu. Karena korupsi itu bentuk-bentuk pelanggaran HAM.

Selasa, 09 September 2014

Yang Tersisa dari Kasus Migas Pasca Jero Wacik

Berbagai kalangan acap kali mengkritisi bahwa Ketua KPK Abraham Samad dan jajaran pimpinan Jilid III sekarang seperti koboi dan tukang mengumbar statemen di media atas kasus-kasus yang ditangani KPK. Namun bila dilihat dengan pikiran jernih, statemen itu hanya gaya penyampaian pesan semata.

Kalau diambil tiga kasus, maka pengumbaran itu terjadi sebagai akibat mereka telah melihat data dan bukti yang ditemukan penyelidik dan penyidik KPK. Ambil contoh omongan Abraham terkait penetapan tiga menteri aktif di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Penetapan Andi Mallarangeng dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Usai sarasehan budaya KPK, Polri, Kejagung, dan MA di Auditorium PTIK Mabes Polri, Jakarta, Jumat 30 November 2012, malam, Abraham mengatakan untuk penetapan tersangka Andi, Tuhan-lah yang akan membawa bukti kepada KPK dengan kerja keras penyelidik dan penyidik, "Kita sudah berupaya. Kita berharap nanti bukti-bukti itu dibawa ke KPK. Kan biasa kesulitan biar nanti Tuhan membawa bukti-bukti itu ke KPK."

Pada akhirnya, KPK meneken surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Andi pada 3 Desember 2012 dan diumumkan secara resmi tiga hari berikutnya.

Blunder yang terbukti kemudian yakni penetapan Suryadharma Ali selaku Menteri Agama sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan dan penggunaan dana haji lebih dari Rp 1 triliun di Kementerian Agama (Kemenag) tahun anggaran (TA) 2012- 2013.

Usai menghadiri acara KPK di Balai Kartini, Jakarta, 15 Mei 2014, Abraham menyatakan, tersangka kasus haji adalah, "Seorang petinggi di negeri ini. Pokoknya nanti satu-dua minggu ke depan." Spekulasi berkembang, benarkan itu Suryadharma Ali? Tujuh hari berselang atau 22 Mei 2014, KPK mengumumkan status tersangka Ketua Umum PPP itu.

Lekat dalam ingatan publik bahwa, Abraham melontarkan sinyal penetapan Jero Wacik selaku Menteri ESDM sebagai tersangka pemerasan. Selepas penandatangan MoU pengendalian gratifikasi KPK dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di kantor lembaga tersebut, 2 September 2013, Abraham mengirim sinyal penetapan Jero Wacik.

Abraham mengatakan, "Nanti akan kita naikan mungkin berupa peneriman yang dikategorikan pemerasan. Mudah-mudahan bisa selesaikan minggu ini, tapi saya belum bisa janji karena ada satgasnya. Tapi dalam waktu dekat lah." Satu hari berselang, dua pimpinan KPK Zulkarnain dan Bambang Widjojanto mengumumkan secara resmi status tersangka pemerasan Rp 9,9 miliar Jero. Sprindikanya, ternyata sudah ditandatangani 2 September.

Dua alat bukti permulaan yang cukup seperti tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) lah yang menjadi dasar KPK untuk menetapkan Andi, Suryadharma, Jero dan tersangka-tersangka lainnya. Lalu dalam kaitan apa dengan kasus minyak bumi dan gas (migas), pertambangan, dan energi? Bagaimana pengungkapan mafia migas?

Penetapan Jero Wacik sebagai tersangka patut diapresiasi dan disyukuri. Apalagi sebelumnya ada reli panjang pengembangan kasus migas. Mulai dari suap pengurusan tender migas dan kondesat di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), penetapan Waryono selaku selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) ESDM sebagai tersangka dalam dua kasus sekaligus.

Yakni, kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi dalam kegiatan-kegiatan di ESDM serta kasus dugaan korupsi pengadaan berupa penyelenggaraan sosialisasi energi, sepeda sehat, dan perawatan kantor setjen.

Berikutnya, penetapan Sutan Bhatoegana dalam kapasitas Ketua Komisi VII DPR sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap dan/atau gratifikasi pembahasan APBNP 2013. Serta Presiden Direktur Parna Raya Group dan PT Kaltim Parna Industri (KPI) Artha Meris Simbolon ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap USD 522.5000 kepada terpidana Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini melalui terpidana Deviardi alias Ardi.

Tetapi, bila mengurai perjalan kasus suap pengurusan tender migas dan kondesat di SKK Migas maka masih banyak yang tersisa. Meski Rudi Rubiandini, Ardi, dan Komisaris Kernel Oil Pte Ltd (KOPL) Indonesia Simon Gunawan Tanjaya sudah divonis ada tirai yang belum tersingkap. Artinya penetapan Jero Wacik bukan akhir dari upaya KPK membongkar mafia dan jaringan kartel “emas hitam” dan energi yang menyengsarakan rakyat Indonesia.

Dalam putusan Rudi, Ardi, dan Simon tidak hanya nama Sutan Bhatoegana yang disebut menerima suap dari ESDM atas pemberian Rudi. Di dalam amar putusan majelis menyatakan, Simon terbukti memberikan suap USD 900.000 dan SGD 200.000 atas perintah Direktur KOPL Singapura Widodo Ratanachaitong kepada Rudi melalui Ardi.

Bila menggunakan logika terbalik, putusan itu juga bisa diartikan Widodo terbukti memberikan suap. Karena bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan bukan hanya bukti penerimaan tapi juga bukti pemberian.

KPK berkali-kali menyatakan, Widodo yang berasal dari Malang, Jawa Tengah adalah otak penyuapan tersebut. Sayangnya, Widodo sudah berstatus warga negara Singapura sejak beberapa waktu lalu. KPK tidak bisa memproses yang bersangkutan dengan hukum Indonesia. Apalagi, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK-nya Singapura sudah memproses kasus itu. Penegasan ini pernah disampaikan Ketua JPU yang menangani perkara Simon, M Rum.

Meski begitu, dalam kesaksian Ardi di persidangan disampaikan bahwa uang USD 700.000 (dari keseluruhan USD 900.000) itu berasal dari Direktur Utama PT Zerotech Nusantara Febri Prasetyadi Soeparta yang dititipkan kepada Widodo untuk disampaikan kepada Rudi. Dalam sidang juga terungkap, uang yang diberikan Febri adalah hasil dari pemberian seorang pengusaha besar bidang energi di Indonesia. Ini adalah dua pekerjaan rumah (PR) KPK yang belum selesai sampai saat ini.

Masih dalam putusan Rudi dan Ardi. Keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan menerima pemberian suap atau hadiah berupa uang senilai SGD 600.000 dari mantan Wakil Kepala SKK Migas Johanes Widjonarko (kini Plt kepala), USD 200.000 dari mantan Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis Gerhard Marten Rumeser (kini staf ahli kepala), dan USD 50.000 dari mantan Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas Iwan Ratman.

Bila membalikan bahasa putusan tersebut maka jadinya adalah Johanes, Gerhard, dan Iwan memberikan uang suap kepada Rudi. Ketiganya sudah dijadikan tersangka oleh KPK? Jawabannya, belum.

Meski begitu, dalam sidang Rudi dan Ardi pun terungkap bahwa uang yang diberikan Johanes tersebut berasal dari pengusaha migas yang "bermain" di SKK Migas. Ciri-ciri dan perawakan sudah disampaikan Ardi, warna kulit putih dan keturunan Tiongkok. Siapa sang pengusaha itu? KPK yang harus menjawabnya.

KPK dalam mengungkap sesuatu kasus benar berdasarkan kesaksian. Tetapi tidak hanya itu saja. Karena kalau ada tuduhan pasti ada bantahan. Karenanya KPK tidak berhenti di situ. Sebagai penegak hukum KPK harus berdasarkan bukti lain atau bukti-bukti pendukung yang firm (kuat) yang kemudian dijadikan alat bukti kuat. Ini yang harus dicari.

Sidang Rudi dan Ardi ibarat pembuka untuk memasuki hamparan luas mafia migas dan energi. Dalam sidang dan putusan dua kawan karib itu pun terungkap ada bagi-bagi jatah di SKK Migas ke empat partai di Senayan. Ada partai merah, partai biru, kuning, dan hijau. Perusahaan yang dibawa politisi partai-partai tersebut digilir sebagai pemenang tender.

Dalam sidang terbuka lebar bahwa merah adalah PDIP, biru rujukan untuk Partai Demokrat, dan kuning adalah sebutan pengganti Partai Golkar. Sedangkan hijau belum terungkap. Siapa saja politisi partai-partai tersebut?

Dalam putusan Rudi dan Ardi juga tertuang bahwa selain ada pemberian tunjangan hari raya (THR) untuk Sutan Bhatoegana sebesar USD 200.000, masih ada upeti lain untuk seluruh komponen Komisi VIII DPR. Upeti USD 190.000 yang diberikan Rudi atas permintaan Waryono dari perintah Jero Wacik, yang sebagiannya yakni USD 140.000 diterima 4 pimpinan, 43 anggota, dan sekretariat Komisi VII melalui staf Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana, Iriyanto Muhyi pada 28 Mei 2013.

Uang 140.000 dibagi empat pimpinan Komisi VII, yakni ketua dan wakil ketua sebesar USD 7.500. Untuk 43 anggota Komisi VII masing-masing USD 2.500. Adapun untuk sekretariatnya sebesar USD 2.500. Uang dimasukkan dalam amplop dengan kode di ujungnya, P untuk pimpinan, A untuk anggota, dan S untuk sekretariat. Uang itu untuk kebutuhan pembahasan APBNP 2013 ESDM di DPR. Tanda terima uang dari ESDM yang ditandatangani Iryanto sudah di KPK. Hanya Jero dan Sutan kah tersangkanya?

Di sini-lah muncul istilah “buka gendang” dan “tutup gendang” saat JPU memutar rekaman pembicaraan antara Rudi dengan Galaila Karen Agustiawan yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Pertamina Tbk. Uang buka gendang dari SKK Migas, tutup gendang dari Pertamina. Permintaan tutup gendang itu dilakukan Rudi atas perintah Jero Wacik. Karen emoh  dengan perintah itu. Sampai akhirnya dia tidak memenuhinya.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ardi dan Rudi ditambah kesaksian keduanya di persidangan pun terurai bahwa ada pemberian bukan hanya THR untuk Sutan atau upeti USD 140.000 untuk seluruh komponen Komisi VIII. Tersingkap jelas ada juga pemberian upeti untuk Badan Anggaran (Banggar) DPR. Rudi pernah memerintahkan Ardi membawa USD 42.000 ke Bogor saat rapat dengan Banggar, pada pertengahan 2013.

Upeti untuk Banggar makin kuat setelah Gerhard Marteen Rumesser menyampaikan kepada majelis hakim bahwa ada permintaan USD 1 juta dari anggota Banggar sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun. Setelah dilakukan negosiasi panjang, kata Gerhard, disepakati yang akan diberikan hanya USD 500.00. Jhonny Allen sudah membantah. Selesai di sinikah kevalidannya? Seharusnya pun tidak.

Aliran upeti SKK Migas tak sampai di situ. Rudi menyatakan, sudah menjadi kebiasaan, adat istiadat, dan tradisi SKK Migas bahkan saat masih bernama BP Migas ada pemberian SKK Migas untuk pejabat lainnya. KPK dalam penggeledahan di kantor SKK Migas pada Kamis 15 Agustus 2013, penyidik menyita satu buah amplop yang berisi satu buat amplop yang dipojok kanan terdapat tulisan tangan untuk Direktur Hulu Migas ESDM. Di dalamnya, terdapat dua puluh (20) lembar uang nominal USD 100 dollar atau total USD 2.000.

20 lembar uang itu memiliki nomor seri berurutan dan tidak berurutan. Di antaranya, KB 52476067 C, KB 52476068 C, KB 52476069 C, KB 52476070 C, KB 69456982 I, KB 47976209 B, HB 81724003 N, HF 20805958 D, KF 21752905 B, dan KH 04004836 A. Ini mengingatkan kita dengan USD 200.000 yang disita KPK dari ruangan Waryono Karno. Waryono pun sudah tersangka.

Sebenarnya, yang menjadi sapi perah Kementerian ESDM bukan hanya SKK Migas dan Pertamina. Sejumlah lembaga bidang energi, pertambangan, dan migas yang berada di bawah pengawasan ESDM turut menjadi korban. Uang ada yang dipergunakan untuk di ESDM ada juga untuk anggota Komisi VII. Apalagi Komisi VII DPR memiliki tugas berkaitan dengan proses lifting minyak untuk dituangkan di APBN/P.

Tak sampai di situ saja. Kesaksian Ardi dalam BAP yang disampaikan dalam persidangan pun berusaha menyingkap rahasia dugaan keikutsertaan Istana, Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam, dan Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, anak bungsu Presiden SBY.

Dalam kesaksiannya di hadapan majelis pelatih golf ini bahkan menyampaikan Widodo Ratanachaitong sebagai pengusaha migas punya hubungan dengan tiga pihak itu. Ini juga terekam dalam sadapan perbincangan telpon Widodo dengan Ardi. Dipo dan Ibas sudah membantah tidak terlibat dan tidak ada hubungan dengan Widodo.

Koordinator Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, masyarakat tentu mengapresiasi KPK atas penetapan Jero Wacik sebagai tersangka meski agak terlambat. Sebetulnya, ujarnya, banyak kalangan yang sudah memprediksi dan berharap bahwa Jero terlibat dan layak jadi tersangka dalam kasus-kasus di ESDM. Dia menilai kasus mark up dan pemerasan atau permintaan upeti adalah hal yang biasa saja dan wajar dilakukan di kementerian ini. Pasalnya, Kementerian ESDM bekerja dan berhubungan dengan bidang-bidang investasi dan pendapatan negara hingga ratusan triliun.

"Maka potensi-potensi untuk mendapatkan uang hasil pemerasan itu sangat besar. Nah, artinya wewenang yang dimiliki dalam hal perizinan, tender, menetapkan cost recovery, dan sebagainya, itu sangat terbuka," kata Marwan seperti dilansir KORAN SINDO, Senin (8/9/2014).

Kalau memang sudah ada target untuk mencapai angka tertentu dalam produksi energi yang disertai ada atensi (permintaan) ditambah dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) di tangan oknum- oknum yang tidak bertanggung jawab, lanjutnya, maka orientasinya adalah perburuan rente. Itulah yang pada akhirnya dilakukan Jero. Dia berharap kasus ini bisa dikembangkan pada bidang-bidang lain untuk kasus-kasus lain, serta siapa saja pihak yang terlibat. "Tidak hanya sekadar dari dana DOM ini," tandasnya.

Di sisi lain, UU Nomor 22/2001 tentang Migas pun membuka celah terjadi sogok menyogok. Dalam UU itu tertuang bahwa Kontrak Kerja Sama yang sudah ditandatangani oleh pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) atau perusahaan minyak harus diberitahukan secara tertulis kepada DPR RI (Komisi VII). Kita tahu bahwa di SKK Migas saat ini ada 53 K3S yang terdaftar dan sering mengikuti rapat shipping coordination (shipcord) dengan SKK Migas dan PT Pertamina Persero. Urusannya tentu saja soal uang. Korupsi kebijakan dan suap ini mampukah bisa diungkap?

Itu baru bagian hulu dan ranah kebijakan saja yang terungkap, dan juga belum terungkap. Belum urusan hilir atau distriubusi migas. Kalau menyimak kasus dugaan suap Presiden Direktur Parna Raya Group dan PT Kaltim Parna Industri (KPI) Artha Meris Simbolon dan dihubungkan dengan sepak terjang Parna Raya Group di bidang hilir maka bisa jadi KPK akan mengungkap urusan hilir ini.

Anak perusahaan Parna Raya Group yakni PT Surya Parna Niaga (SPN) adalah distributor ratusan ribu bahan bakar minyak (BBM) solar bersubsidi kepada nelayan. Ini berdasarkan kesepakatan Badan Pangatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dengan PT SPN. KPK bisa masuk urusan hilir dari kesepakatan dan penyaluran BBM. Apalagi, bila mampu mengungkap sepak terjang Parna Raya Group dalam urusan hilir ini. Siapa tahu, dalam sidang Artha Meris yang rencananya minggu kedua September ini bisa mengungkap fakta baru.

Hingga kini urusan hilir ini tidak bisa dituding ada permainan mafia. Karena KPK dan penegak hukum lain belum mengungkap dan menemukan bukti terjadinya tindak pidana korupsi. Asas praduga tak bersalah mesti dikedepankan. Meski begitu, dalam sangkaan KPK dan  putusan Rudi Ardi tertuang bahwa, anak perusahaan Parna Raya Group yakni PT KPI sudah terungkap menginginkan Rudi selaku Kepala SKK Migas mengeluarkan rekomendasi penurunan harga gas yang rencananya ditujukan ke Menteri ESDM. Ini bisa saja dijadikan patokan.

"Maka kasus SKK Migas, terkait Rudi Rubiandini kemudian ESDM dengan Pak JW (Jero Wacik) yang terkahir dan sebelumnya juga, itu bagian-bagian dari pengembangan penyelidikaan dan penyidikan yang kami letakan dalam kesadaran dalam menelisik di manakah aspek-aspek struktural dari mafia migas ini. Yang sejak dulu menjadi isu publik. Kasus JW dengan irisan-irisan dan belahan-belahannya itu selalu dijadikan pola untuk mencari, mengembangkan, mendalami di lubang-lubang mana punya aliran-aliran dan punya kaitan-kaitan. ... Nanti dari sidang itu terungkap," kata Wakil Ketua KPK M Busyro Muqoddas, di Gedung KPK, Jumat (5/9/2014) malam.

Ya, sejumlah kalangan baik pengamat, pelaku, dan akademisi bidang energi jelas sudah mewanti-wanti masyarakat dunia sejak bertahun-tahun lamanya. Banyak negara kaya sumber daya alam, seperti minyak dan gas, acap kali mengeksploitasi dan mengeruk kekayaan tersebut hanya untuk memperkaya segelintir orang. Emas hitam yang mengepul menjadi kotoran setan ini pada ghalibnya membuat korupsi tumbuh subur dan salah kelola. Pada akhirnya mengakibatkan mayoritas penduduknya miskin. Serta, sering kali mengalami kelangkaan bahan bakar dan energi.

Mudah-mudahan pernyataan KPK baik dari pimpinan maupun juru bicaranya tidak sekedar ucapan. Publik tentu berharap kalimat, "Kasus SKK Migas dan ESDM masih dikembangkan. Jika ditemukan dua alat bukti permulaan yang cukup akan ditetapkan, siapapun. Catat !!!" dan "kasus SKK Migas bisa bongkar korupsi di bidang sumber daya alam dan energi" bukan tong kosong nyaring bunyinya.

Apalagi sumber daya alam dan energi masuk dalam bagian road map KPK 2011-2025 yang disusun saat pimpinan KPK Jilid III. Bidang ini masuk dalam national interest yang harus diselamatkan.

Mampukah KPK mengungkap semua yang tersisa di atas tadi? Layak ditunggu ketajaman pisau penyidikan lembaga antikorupsi tersebut.

Minggu, 06 Juli 2014

Subtansi Hari Santri Usulan Jokowi


Ada yang menarik belakangan ini di tengah hiruk pikuk copras-capres dan kampanye 2014, yang akan ‘berakhir’ dengan pemilihan 9 Juli 2014. Terutama bagi saya, saya tertarik dengan usulan hari santri dari capres nomor urut 1 Pak Joko Widodo (Jokowi). Tapi, saya tak ingin masuk di antara perdebatan kata 'sinting' dengan usulan hari santri Pak Jokowi itu. Saya hanya ingn melihat sisi 1 Muharram-nya saja.

Saya ingin melihat dari sisi substansi usulan hari santri dan pembedanya dengan 1 Muharram. Secara sederhana dan kompleks memang tak ada masalah bila 1 Muharram dijadikan sebagai hari santri. Apalagi bagi saya yang pernah nyantri. Karena kalau dilihat, subtansi usulan dari Pak Jokowi itu adalah niat baik. Namun di sisi lain, ada baiknya tidak demikian. Karena jelas sekali tidak semua orang di Indonesia -- yang pastinya adalah umat Islam-- pernah nyantri.

Posisi 1 Muharram, sejak lama dirayakan umat Islam seluruh dunia sebagai Tahun Baru Islam. Di mana pada tanggal itu, penanggalan Islam (hijriyah) dimulai. Dengan posisinya seperti itu, biarlah 1 Muharram tetap menjadi hari besar bagi umat Islam. Tanpa mesti diselingi dengan perayaan hari santri.

Bila didengar, saya lebih mengusulkan bahwa kalau itu sebagai niat baik Pak Jokowi, maka hari santri dicarikan pada tanggal lain. Caranya, Pak Jokowi bisa berdialog dengan kaum santri dan para ulama, dengan melihat sisi perjuangan santri dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahkan Indonesia. Karena dari kisah sejarah perjuangan bangsa ini kontribusi kaum santri dan ulama tidak bisa dinafikan.
 
Menurut saya, bisa jadi dari situ muncul ide dan usulan matang kapan baiknya hari santri ditetapkan dan bisa dirayakan kaum santri. Tulisan saya terkait ini, bukan berarti saya berpihak atau tidak berpihak pada satu calon. Tapi usulan itu saya lihat perlu ditanggapi dan diberikan masukan. Apalagi, sekali lagi bila itu adalah niat baik yang belum pernah muncul sebelumnya.

I stand on the both side.

Selasa, 24 Juni 2014

Cahaya Dari Timur: Cahaya Damai Negeri Raja-Raja

Syahdan, pagi itu Selasa 19 Januari 1999 bertepatan dengan 1 Syawal 1419 Hijriyah, umat Muslim di Ambon, Maluku melaksanakan ibadah shalat Id dan merayakan Hari Raya Idul Fitri seperti tahun-tahun sebelumnya. Layaknya umat muslim di wilayah lainnya. Dalam tradisi dan aturan yang tidak tertulis di Maluku, Negeri Raja-Raja, Muslim menjalankan ibadah Idul Fitri dan Idul Adha, Nasrani membantu menyiapkan ibadah saudaranya dan menjaga ketertibannya. Begitu juga sebaliknya bila saudara Nasrani merayakan dan menjalankan ibadah Natal maupun kenaikan Isa Almasih.

Tapi pagi di Selasa (kalau saya tidak salah menyebut hari) 15 tahun lalu menyisakan cerita kelam, yang mungkin masih terasa efeknya hingga 2003 bahkan 2006. Kala itu, kerusuhan pecah. Saya dan Ayah yang 'kebetulan' tidak melaksanakan Shalat Id di  Masjid Raya Al-Fatah 'lolos' dari kisah awal kerusuhan. Hanya Ibu, akak, dan adik-adik yang menuju dan menjalankan ibadah di situ. Mereka lah, yang merasakan betapa mencekamnya situasi pusat kota Ambon selepas shalat Id. Apalagi saat mereka menaiki angkutan kota (angkot) menuju Halong (banyak warga Nasrani), bersilaturahmi dengan keluarga muslim, semua penumpang panik. Percikan api dari parang yang digoreskan di jalanan menambah kekalutan.

Kabar pecahnya kerusuhan, yang kemudian menjadi konflik horizontal dan SARA ini baru tiba beberapa jam kemudian di telinga saya dan Ayah yang berdiam di daerah yang berjarak sekitar 45 menit dari pusat kota. Itupun dari cerita tetangga. Waktu itu, alat komunikasi berupa ponsel tentu saja belum ada, kalau bisa dibilang demikian, di negeri Kapitan Pattimura dan Martha Christina Tiahahu ini. Apalagi kecepatan informasi dan pemberitaan seperti yang nampak saat ini. Yang terpikirkan bagi kami, saya dan Ayah, bagaimana keselamatan mereka. Satu minggu berselang, Ibu, kakak, dan adik-adik saya pulang dengan diantar mobil TNI AL. Ternyata mereka dan juga keluarga di Halong, mengungsi di pangkalan TNI AL Halong. Begitu cerita mereka.

Berikutnya, setiap detak detik, menit, dan jam terasa begitu lambat. Alur waktu yang biasa diwarnai dengan senyum dan kunjung-mengunjungi antar saudara, yang disebut Gandong dengan Nasrani teputus. Hari-hari seakan tidak bersahabat. Setiap malam diselimuti kecemasan. Situasi Negeri Raja-Raja ini mencekam. Kami yang masih berusia sekolah, dipaksa dengan keadaan untuk menenteng tas tak berisi buku dan pena saja. Tapi juga senjata. Ada yang berisi pana-pana wayar disertai kertapel, ada juga pisau yang sudah diisi di dalam pena dan ditajamkan. Bahkan juga berisi bom rakitan dan senjata/pistol rakitan. Beberapa kali kami mesti dikawal orang-orang tua mengenakan tombak dan panah yang dilengakapi busur. Karena peristiwa tersebut, sekolah diliburkan sampai masa yang tidak ditentukan.

Bukan tulisan dan gambaran hari per hari masa kelam di atas yang ingin saya jabarkan. Itu hanya sekedar prolog, muqaddimah. Coretan ini saya bubuhkan untuk merefleksi dan memberikan apresiasi atas film "Cahaya Dari Timur: Beta Maluku" karya sutradara Angga Dwimas Sasongko dan produser Putra Maluku, Glenn Fredly. Film ini diangkat berdasarkan kisah nyata Sani Tawainella, tukang ojek sekaligus mantan pemain bola dari Desa Tulehu yang pernah mewakili Indonesia dalam Piala pelajar Asia 1996 di Brunai Darusalam, tetapi gagal menjadi pemain profesional setelah tidak lolos dalam seleksi PSSI Bareti. Seingat saya, buku dengan judul yang sama seperti film ini, sudah juga diluncurkan.

Bagi saya, kami Anak Negeri yang merasakan dan mengalami langsung kerusuhan dengan kelamnya masa dan mencekamnya suasa, film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku ini ibarat cahaya yang menerangi sinar kedamaian. Yang bagi sebagian orang menilainya hilang dari Negeri yang punya persaudaraan "Gandong" yang kuat. Film ini kalau bisa dibilang menjadi pelepas dahaga akan adanya kedamaian. Ia tak boleh punah sampai kapan pun di seluruh "jazirah" Maluku dan Indonesia.


Landmark Ambon di Lapangan Merdeka. Foto (sabir) diambil dari kamera ponsel, 2010

Jujur, menonton film ini seolah memutar waktu. Detik demi detik yang berlalu, adegan demi adegan dalam setiap scene yang terpampang di layar, dan balutan emosinya merepresentasikan luapan jiwa yang dirasakan putra-putri Maluku saat itu. Nilai kemanusiaan dan rekonsiliasi untuk perdamaian dan persaudaraan dikemas hampir tanpa celah. Bagi saya, Cahaya Dari Timur: Beta Maluku adalah sebuah film yang menempatkan sepakbola sebagai medium perdamaian dan rekonsiliasi "Negeri Raja-Raja". Film ini tidak bisa dinilai dengan materi.

Kejadiaan keluarga saya dipulangkan dari pangkalan TNI AL Halong hampir sama dengan saat Sani dari pangkalan ojek Tulehu melihat beberapa mobil polisi memulangkan para pengungsi dari tempat pengusian ke rumah masing-masing. Bisa dibayangkan, teman sepermainan, teman satu sekolah, satu bangku, dan tetangga harus hilang seolah ditelan gelombang kerusuhan. Yang ada dalam benak kami dari kurun 1999-2004 hanyalah kecurigaan sesama saudara. Teriakan minta tolong, saling serang, saling bakar, saling bom, peluru-peluru bertebaran di atap seng ibarat nyanyian sehari-hari yang terpaksa kami dengar. Entah sampai kapan.

Film ini menjadi representasi dari kami, 1 wajah dan 1 gandong. Film ini memotret jelas tradisi Maluku yang sudah hidup bertahun-tahun lamanya yang ditanamkan orang-orang tua dulu. Tradisi itu hidup dalam kesepahaman "Salam Sarane Karja Rame-Rame". Terjemahan bebasnya adalah:  Islam dan Kristen begitu juga umatnya, bekerja beramai-ramai membangun negeri, menjaga kedamaian, dan menjauhkan sekat-sekat perbedaan untuk kemaslahatan masyarakat.

Ini bisa dilihat dari beberapa adegan. Di antaranya, kesediaan Sani, yang diperankan Chicco Jericho, menerima tawaran guru olahraga SMK Passo, Joseph yang diperankan Abdurrahman Arif, untuk melatih tim sepakbola SMK itu. Padahal, orang Maluku semuanya tahu bahwa Passo adalah salah satu basis Kristen di tanah Maluku. Pertikaian hati pun dirasakan Sani sebelum memutuskan menerima tawaran tersebut. Konflin batin yang sama, sempat dirasakan Kepala SMK Passo saat memanggil Joseph dan membicarakan asal-muasal Sani dari Tulehu yang beragama Islam. Akhirnya, ini bisa terselesaikan dengan dialog dan jalan yang sama, Sepak Bola.

Dua lainnya, yakni saat Salembe yang berposisi sayap dan Alvin berposisi bek memilih bergabung dengan Sani dan tim SMK Passo pasca sang panutan angkat kaki dari Sekolah Sepak Bola (SSB) Tulehu Putra yang diklaim didirikan Rafi. Joseph yang tahu keduanya dari Tulehu tidak bisa menolak saat Salembe dan Alvin sudah menenteng sepatu menunggu dan menyaksikan latihan tersebut.

Apalagi mereka hanya mau dilatih oleh Kaka Sani. Singkat cerita keduanya bergabung di tim SMK Passo yang dilatih oleh Sani. Meski kandas di final saat bertemu John Mailoa Cup, Sani mengajarkan ini bahasa sepakbola bukan bahasa sekat agama. Bahasa akan rekonsiliasi. Bahasa itu yang kemudian disampaikan Glend Fredly yang memerankan kaka (saya lupa) kepada kaka (lupa juga) saat memperkenalkannya kepada Sani.

"Ini bukan soal agama, ini sepak bola," kata Salembe yang meninggalkan basudaranya di pantai Tulehu, sebelum bergabung dengan tim SMK Passo.

Berikutnya, setelah tim Maluku berlaga di Jakarta pada Indonesia Cup Usia 15. Tim ini beranggotakan anak-anak terpilih dari Tulehu dan Passo. Adalah Salembe yang sejak latihan perdana di Tulehu menciderai Franky dari Passo, seorang anak polisi. Salembe, anak Tulehu masih menyimpan kesedihan karena sang ayah meninggal dalam kerusuhan karena ditembak polisi. Karenanya sejak di Tulehu, Salembe tak respek dengan dasar memori kelam dan luka batin itu.

Hingga di Jakarta, setelah kalah dari Tim Jakarta, di ruang ganti pertengkaran hebat terjadi. Franky memprotes keras Salembe yang tidak memberikan operan kepadanya dan satu kawan dari Passo. Salembe dengan emosi melayangkan 'tinju terbang' kepada Franky. Lagi-lagi memori yang dipakainya adalah perasaan kala sang ayah mati ditembak polisi dalam kerusuhan. Sebagai kapten, Jago tidak terima. Dengan suara keras Jago menyatakan, "Ose jua seng rasa bagaimana kehilangan mama waktu kerusuhan."

Tapi, tim kembali solid dan menjadi juara meski sebelumnya Sani, sang choach dilanda prahara dalam keluarganya. Satu kata yang ada di dalam benak mereka: Beta Maluku, bukan Tulehu, bukan Passo, bukan Islam, bukan Kristen. Semua berjuang untuk Maluku.

Yang paling berkesan, pesan "Salam Sarane Kerja Rame-Rame" ini dipotret sutradara dan timnya yakni kejadian malam, satu hari sebelum keberangkatan. Saat Sani baru sampai di depan pintu rumahnya dan akan masuk, Pendeta Passo tiba-tiba datang dengan diantar seseorang mengendarai motor. Kejadian ini setelah ayahnya Jago memberikan bantuan sekedarnya dan ibu Alvin yang diperankan Jajang C Noer menyumbangkan kalung untuk menambal kekurangan biaya keberangkatan ke Jakarta yang diberikan PSSI Maluku. Pendeta itu dengan santun mengucapkan selamat malam dan dibalas Sani. Pendeta dengan senyum hangat memberikan sumbangan. "Selamat malam, ini ada sumbangan jemaah gereja Passo untuk bantuan, semoga menutupi kekurangan biaya."

Bisa dibayangkan, Passo yang lumayan jauh dari Tulehu ditempuh sang pendeta pada malam hari. Ini kemudian diikuti, dua suami istri asal Tulehu yang datang mengucapkan "Assalamu'alaikum"  dan memberikan bantuan diikuti banyak tetangga dan warga Tuleha. Satu scene, dua salam dari umat agama yang berbeda untuk satu tujuan, Maluku dan sepak bola untuk rekonsiliasi dan perdamaian.

Apalagi dibumbuhi dengan siaran final yang diwarnai  mati lampu. Para pemirsa baik di Tulehu maupun Passo tidak bisa menyaksikan pertandingan itu lewat layar kaca. Siaran terputus. Tak ingin kehilangan momentum perjuangan Tim Maluku, para warga berusaha mencari calan keluar. Akhirnya, siaran dilanjutkan lewat sambungan telpon. Beberapa warga Tulehu bahkan rela mendengarkan siaran langsung tersebut di gereja di Passo.

Ya, film sejak kali diputarkan pada 28 Desember 1985 oleh Lumière Bersaudara di Prancis hingga masa kini, bukan hanya menjadi cerita semata. Film selalu bertransformasi menjadi medium untuk menyebarluasakan gagasan, indeologi, kepercayaan, gagasan, agama, kebangsaan, fenomena sosial-budaya, hingga perdamaian dan kemanusiaan. Sekali lagi, film Cahaya Dari Timur: Beta Maluku menempatkan sepakbola sebagai medium perdamaian dan rekonsiliasi "Negeri Raja-Raja". Karenanya, bagi saya pribadi, film ini tidak bisa dinilai dengan materi.

Film ini pun memberikan satu pelajaran berharga yang selalu kita dengar bahwa, "pengalaman adalah guru yang paling berharga". Betapa tidak, Sani yang gagal dan tidak berhasil menjadi pemain profesional, berusaha menyisikan waktunya setelah mengojek sebagai mata pencahariannya, untuk lima tahun melatih Salembe, Jago, Alvin, dkk dari nol di tengah suasana konflik. Tujuannya satu, agar anak-anak kecil itu tidak ikut ke perbatasan untuk menonton "ada kaco" yang ditandai dengan bunyi tiang listik yang dipukul di seantaro desa. Bunyi ini pula, yang kerap saya dengar sebagai pertanda "ada kaco" atau "dong su serang di perbatasan". Ah, kau Cahaya Dari Timur, meneteskan air mata ini tak bisa tertahankan.

Sebagai penikmat film, saya melihat secara keseluruhan alur cerita, kesetupadanan musik, kekuatan karakter para pemainnya sangat luar biasa dan tepat. Sani, Hapsah Umarela yang diperankan Shafira Umm, Rafi, Jajang C Noer, Joseph (Abdurrahman Arif), Glenn, Sambele, Jago, dan seluruh pemeran menghidupkan film dan menjadikan masing-masing karakternya hidup dalam nalar para penonton. Apalagi, karakter-karakter dan jalan ceritanya dilatari pemandangan yang khas dan kehidupan Desa Tuleha seperti juga di seluruh Jazirah Maluku.

Pemandangan Kota Ambon dilihat dari Patung Martha Christina Tiahahu, Karang Panjang. Foto (sabir).

Awalnya saat nonton film ini, saya mengira hanya Chicco dan Jajang, di luar Glenn yang menjadi bintang dalam film ini yang berasal dari Ambon atau Maluku dan "bintang" di dalamnya. Dalam benak saya, Joseph dan Hapsah yang diperankan Abdurrahman Arif dan Shafira Umm benar-benar dari Maluku atau paling tidak orang Indonesia Timur, serta bukan 'bintang' dalam film ini. Ternyata Shafira adalah salah satu presenter TV nasional sedangkan Arif adalah aktor yang sudah aktif di dunia film sejak 2005.

Menonton film ini, tidak melulu rasa sedih dan tetesan air mata. Penonton akan disuguhi juga dengan canda, tawa, dan hal-hal yang lucu dari beberapa adegan. Ada juga keluguan dan keingintahuan yang dibungkus dengan ketegangan dan kelucuan dalam satu schene. Sebut saja, saat hari pertama kala Sembele, Alvin, Jago, dkk akan berlatih dengan Sani di lapangan Tulehe. Anak-anak kecil itu serta Petanaha yang agak culun langsung berlari sesaat setelah tiang listrik dipukul berkali-kali oleh orang tua/pemuda, untuk melihat kerusuhan di perbatasan. Dengan motor jadulnya, Sani langsung mengejar mereka dan memerintahkan anak-anak ini kembali berlatih.

"Kamong mau latihan bola kaseng?. Beta latih kamong, biar kamong seng pigi lia kaco." tegas Rafi setiba di lapangan. Yang ditimpalai Jago dkk, "Siap kaka."

Warna konflik batin antara para pelaku, tanpa menafikan yang lain yang juga kental, itu terlihat utamanya dari Sani-Hapsah dan Sani-Rafi. Sani sebagai mantan pemain sepak bola non profesional tidak punya kerjaan selain jadi tukang ojek. Konflik dan pertarungan batin di dalam keluarga Sani-Hapsah bisa dirasakan penonton. Dengan nafkah harian Rp50.000/hari sebelum Sani melatih Jago dkk, berkurang menjadi Rp25.000/hari setelah dia meluangkan waktu melatih sejak pukul 17.00 WIT. Anak yang kedua bahkan tidak ada uang imunisasi. Suasana keluarga Sani-Hapsah yang dikarunia dua orang keluarga semakin meruncing saat Sani menjual dua ekor kambing untuk menutupi kekurangan biaya. Hapsah tidak terima dengan itu. Kambing itu untuk persiapkan biaya sekolah anak pertama mereka. "Ose urus orang lain pung anak banyak bisa, tapi urus dua orang anak di dalam rumah sa seng bisa," begitu kira-kira omongan Hapsah.

Perseteruan makin memanas saat Hapsah membaca koran yang memberitakan kekalahan tim Maluku-keributan di ruang ganti. Hapsah langsung mengangkut dua anaknya ke rumah orang tuanya di Ambon (kota) dan menitipkan kunci ke ibunda Alvin. Suasana batin ini mereda, kala Sani mampu mengendalikan kondisinya di Jakarta dan Hapsah ditelpon dan diberi pengertian oleh Glenn.

Sementara, Sani dan Rafi adalah dua sahabat yang akrab sejak kecil. Dua-duanya pernah mengikuti seleksi bareng di SSB Ragunan tapi gagal. Naik turun dan sempat saling absen melatih Jago dkk. Sumbu pertikaian disulut Rafi saat dia secara sepihak mendirikan SSB Tulehu Putra yang beranggotakan Jago dkk dan tertuang di berita koran. Setelah membaca berita, Sani tidak terima dan langsung menemui Rafi di kapalnya. Dengan lantang penuh amarah membuncah, Sani menghardik Rafi. Tapi apa mau dikata, Rafi mengatakan, dia adalah orang yang pantas secara materi dan kemampuan manajerial.

Amarah Sani makin menjadi, "Eh Rafi, beta latih dong dari anak-anak, beta seng cari materi. Ini seng karena uang." Ayah Rafi yang mendengar langsung menimpali dan menambah panas suasana, "Eh Sani, yang Rafi bilang itu batul. Seng mungkin dalam satu lapangan ada dua matahari." Sani tetap tidak menerima itu, "Bapak kalau seng ada se, beta su bunuh Rafi di atas kapal ini."

Perpecahan Sani-Rafi tak sampai di sini. Setelah Tulehu Putara menjuarai turnamen John Mailoa Cup, Rafi, Sani, Joseph, dan utusan dari Maluku dan pusat diundang ke rumah Bapa Raja. Tujuannya untuk membentuk tim Maluku di turnamen Indonesia Cup U-15 di Jakarta dan menunjuk pelatih kepala dan assiten pelatih. Reputasi Sani yang sudah terdengar sampai PSSI Maluku, kemudian ditunjuk menjadi coach. Di sini Rafi tidak terima. Dia juga menolak jabatan assisten pelatih. Rafi pun menolak menyaksikan pertandingan tim Maluku yang sedang berjuang. Tapi pada akhirnya, hati kecil Rafi luluh, seperti juga Hapsah dan pemain-pemain Maluku yang sempat bertikai, bahwa ini untuk Maluku. Bukan Sani atau yang lain.

Untuk SSB Tulehu Putra, nama ini memang tidak asing lagi di kalangan masyarakat Maluku. Banyak yang meyakini dari tanah Tulehu, pemain-pemain sepak bolanya memiliki skill di atas rata-rata. Skill itu ditunjukan langsung dalam film ini. Ditambah tempat latihan bukan hanya di lapangan tanah, tapi juga lapangan pasir dan tepi pantai. Alamak, alami betul.

Teluk Ambon atau Teluk Tanjung Alang dilihat dari Pantai Losari. Foto (sabir)

Di luar yang sudah disebutkan di atas, film ini mengajarkan dan memberikan inspirasi atas kedisiplinan, keteledanan, kerja sama tim, kerja keras, dan perjuangan. Semangat dalam film ini patut dicontoh. Tak hentinya saya ingin mengatakan, dari film ini jelas sekali, kami anak negeri Cinta Maluku, Cinta Indonesia memberikan cahaya dan pelepas dahaga untuk kedamaian dan perdamaian. Semoga benang-benang persaudaraan dan rajutan kemanusiaan kita tidak terkoyak oleh siapapun yang menginginkan dan melihatnya hancur. Mari kita jaga bersama.