Lembaga super memang layak disandang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Betapa tidak, kasus-kasus tindak pidana korupsi dengan delik suap yang berasal dari keberhasilan operasi tangkap tangan (OTT) menjadi fakta tak bisa dipungkiri. Objek penyuapannya bukan hanya terkait urusan duniawi, seperti perkebunan dan pengurusan perkara. Tetapi, menjangkau urusan akhirat.
Lihat saja operasi tangkap tangan teranyar penyidik KPK Rabu 17 April 2013 di Kabupaten Bogor. Sekitar pukul 16.00 atau 17.00 WIB penyidik menciduk tujuh orang yang diduga terlibat pemberian suap dalam pengurusan izin lokasi pembuatan pemakaman. Menyusul dua orang lainnya pada hari berikutnya pukul 08.00 WIB.
Uniknya pemakaman itu diperuntukan bagi jenazah orang-orang yang berduit bersemayam sebelum menuju alam akhirat. Apalagi lahan itu diperkirakan seluas 1.000.000 meter persegi atau 100 hektare.
Tujuh orang yang ditangkap Selasa (16/4) yakni, Direktur PT Gerindo Perkasa Sentot Susilo, pegawai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor Usep Jumenio, pegawai honorer Pemkab Bogor Listo Wely Sabu, Nana Supriatna (swasta), supirnya Sentot, dan supirnya Listo, dan Imam (swasta). Enam orang pertama ditangkap di restarea Sentul, Bogor saat penyerahan uang Rp800 juta (padahal yang dibawa Sentot Rp1 miliar). Sedangkan Imam belum disebutkan tempat penangkapnya.
"Satu hari sebelum penyerahan uang itu, kita terima informasi dari masyarakat. Makanya, orang-orang yang terlibat kita awasi," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/4/13).
Sementara dua orang yang digelandang ke Gedung KPK pada Rabu (17/4) adalah Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iyus Djuher dan stafnya Aris Munandar. Keduanya ditangkap di rumah pribadi Iyus di Ciomas Bogor.
Pasca melakukan pemeriksaan intensif 1 x 24 jam, KPK menetapkan lima orang tersangka. Sentot dan Nana disangkakan pasal pemberi suap yakni, pasal 5 ayat (1) atau pasal 13 Undang-Undang (UU) No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Iyus, Usep, dan Listo diduga melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor. Pasal-pasal tersebut merupakan pasal penerima suap.
"Penyidik KPK telah menemukan dua alat bukti yang cukup terkait tindak pindana korupsi pemberian hadiah atau janji dalam pemberian izin lokasi tanah pembangunan tempat pemakaman bukan umum atau TPBU di desa Antajaya Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Bogor, Jawa Barat," ungkap Johan.
Objek yang hampir sama pernah ditangani KPK terkait lahan perkebunan. Juni 2012 penyidik KPK menangkap tangan General Manager PT HIP Yani Anshori, Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono, Bupati Buol 2007-202 Amran Batalipu saat penyerahan uang Rp2 miliar (commitmen fee Rp3 miliar) terkait pengurusan izin hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT Hardaya Inti Plantation (HIP) di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Operasi tangkap tangan itu dilakukan setelah KPK menerima informasi dari masyarakat, menyadap, dan memvalidasi/verifikasi laporan terkait penerimaan uang Rp3 miliar dari Yani dan Gondo ke Amran.
Selain Yani, Gondo dan Amran, KPK juga menjerat pemilik PT HIP/PT Cipta Cakra Murdaya (CCM) Siti Hartati Murdaya (tidak berada di Buol saat penyerahan uang) sebagai tersangka. Empat orang ini sudah divonis bersalah secara sah dan meyakinkan serta sedang menjalani masa tahanan.
26 hari sebelum OTT kasus suap lahan kuburan atau Jumat 22 Maret 2013 penyidik melakukan operasi penangkapan di Bandung. Saat itu, KPK menangkap Wakil PN Bandung Setyabudi, Asep Triyana (kurir), Plt Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPKAD) Hery Nurhayat. Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama pengusaha dan Ketua Gazibu Pasundan Toto Hutagalung.
Hakim Setyabudi tertangkap tangan menerima Rp150 juta dari Asep. Saat itu juga penyidik menemukan Rp350 juta di mobil Asep. Pemberian suap ini berkaitan dengan pengurusan perkara korupsi bantuan sosial (bansos) Pemerintah Kota Bandung yang disidangkan di PN Bandung. Saat penggeledahan Senin (25/3) di ruangan hakim Setyabudi KPK berhasil menyita Rp319 juta dan USD12.500, yang dipecah-pecah sang hakim di sejumlah amplop.
Kasus dugaan korupsi PON Riau 2012 yakni dugaan suap pengurusan Peraturan Daerah (Perda) No 6/2010 terkait penambahan anggaran pembangunan Lapangan Tembak PON Riau pun demikian. Sebelum menyeret sejumlah nama besar seperti tersangka Gubernur Riau M Rusli Zainal dan saksi-saksi seperti Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, dan anggota Komisi X DPR Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir, KPK menangkap tangan 13 orang.
13 orang itu ditangkap pada 03 April 2012. Mereka terdiri atas 7 anggota DPRD Riau, 4 orang dari swasta, dan 2 orang dari Dispora. Beberapa diantara mereka yakni, M Faisal Aswan (Fraksi Partai Golkar), Muhammad Dunir (Fraksi PKB), Ramli Sanur (Fraksi PAN), Adrian Ali (Fraksi Partai Golkar), Toroechan Asyari (Fraksi PDIP), Tengku Muhazza (Fraksi Partai Demokrat), dan Indra Isnaini (Fraksi PKS), Eka Dharma Putra (Kepala Seksi Pengembangan Sarana Prasarana Dinas Pemuda dan Olah Raga Provinsi Riau), dan Rahmat Syahputra (karyawan PT Pembangunan Perumahan). Dari tangan mereka KPK menyita uang tunai Rp900 juta.
Dalam kasus ini KPK sudah menetapkan 14 tersangka. Selain Rusli Zainal, tersangka lain beberapa di antaranya yakni Dunir, Faisal Aswan, Eka Dharma, dan Rahmat Syahputra, Lukman Abbas (mantan Kadispora Riau), Adrian Ali (PAN), Abubakar Sidiq, Tengku Muhazza (Demokrat), Syarif Hidayat, M Rum Zein, Zulfan Heri, dan Rukman Asyardi (PDIP).
Sebelum empat peristiwa itu, penyidik KPK pernah melakukan operasi serupa terkait kasus-kasus yang bisa dibilang berhubungan dengan urusan dunia nyata. Sejumlah kasus yang didahului dengan operasi tangkap tangan, acap kali didahului dengan penyadapan dan pengawasan intensif dengan operasi senyap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar