Sabtu, 30 Juni 2012

Politisi Golkar Tersangka Proyek Alquran

JAKARTA – Kabar tak sedap menerpa Partai Golkar. Di tengah pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III untuk mendeklarasikan calon presiden, kader partai beringin itu justru tersandung kasus korupsi.

Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar Zulkarnaen Djabar (ZD) serta Direktur Utama PT KSAI berinisial DP, kemarin, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kementerian Agama Tahun Anggaran 2011 dan 2012.DP merujuk kepada anak kandung tersangka Zulkarnaen bernama Dendi Prasetya Zulkarnaen Putra yang juga aktivis organisasi kepemudaan sayap Partai Golkar.

Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan, selain ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengadaan Alquran, mereka juga menjadi tersangka kasus pengadaan laboratorium untuk madrasah tsanawiyah (MTs) di Ditjen Pendidikan Islam (Pendis) Tahun Anggaran 2011. “KPK telah menemukan dua alat bukti untuk menetapkan mereka dan menaikkan kasus tersebut ke tahap penyidikan,” kata Abraham di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.

Dalam jumpa pers itu, Abraham didampingi Direktur Penyidikan KPK Warih Sadono serta Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha. KPK memberi sinyal tidak akan berhenti hanya menjerat dua tersangka tersebut.

Abraham menegaskan,tim penyidik KPK telah mengetahui inisial dan lembaga asal pemberi suap. Kendati demikian, dia berharap publik dapat bersabar menunggu hasil pengembangan penyidikan. Pasalnya jika nama atau inisial pemberi suap itu diungkapkan kemarin, oknum tersebut dapat melarikan diri. “Pemberi suapnya sudah kita ketahui, nah tapi belum bisa kita umumkan sekarang. Sesegera mungkin kita akan sampaikan dan kita umumkan. Mungkin dalam dua atau tiga hari ke depan,” katanya.

Abraham tidak menampik pihaknya juga mengincar oknum lain DPR atau di Kemenag. Namun dia mengaku belum bisa mengurai transparansi kronologi mengenai siapa saja yang mungkin terlibat. Adapun menyangkut pihakpihak di Kemenag, dia menandaskan sebagai pengguna anggaran pengadaan Alquran dan laboratorium MTs, Kemenag tidak akan lepas begitu saja dari kasus suap tersebut. “Kita masih dalami dan investigasi lebih lanjut mengenai oknum Kemenag. Soal oknum itu penyelenggara negara,kita masih kembangkan. Kita tidak akan menutup-nutupi,” katanya.

Demi mendalami kasus dugaan korupsi tersebut,kemarin KPK melakukan penggeledahandi beberapa tempat terpisah, yakni di kantor Zulkarnaen di Gedung DPR Senayan,Kemenag, dan rumah tersangka di Bekasi. Di kantor Zulkarnaen, pemeriksaan dilakukan 12 penyidik. Pemeriksaan yang dimulai sekitar pukul 14.00 WIB berlangsung hingga pukul 20.00 WIB.

Seusai pemeriksaan, salah satu penyidik terlihat membawa satu kardus yang disebut berisi dokumen rapat. Petugas KPK juga terlihat membawa dua kardus bertuliskan “KPK” berisi baju tersangka dan membawa monitor komputer dan CPU. Adapun Zulkarnaen sendiri hingga tadi malam belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi baik melalui SMS maupun telepon, ponselnya dalam kondisi nonaktif.

Sementara pihak Komisi VIII DPR mengagendakan memanggil Menteri Agama Suryadharma Ali.Anggota Komisi VIII Abdul Hakim menjelaskan, pemanggilan dilakukan untuk meminta Menteri Agama mengklarifikasi kasus tersebut. Namun dia memastikan anggaran pengadaan Alquran dibahas pada APBN-P 2011.

Hanya bagaimana detailnya pembahasan masalah tersebut, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) itu tidak menjelaskan dan menyerahkan semuanya kepada KPK. “Saya mendorong penyelesaian kasus tersebut agar dapat dijadikan pelajaran yang berharga bagi institusi yang oknumnya terjerat dengan masalah hukum,” ujarnya.

Nurul Arifin, kolega Zulkarnaen di Partai Golkar, saat dimintai konfirmasi kasus yang membelit kader partainya itu menyatakan Golkar belum melakukan tindakan apa pun. Menurut dia, partainya akan menunggu proses penyidikan. “Jika ada anggota yang terlibat suatu perkara, kita pasti membantu. Namun kita tidak akan mengintervensi jalannya proses hukum,” ujarnya di Jakarta kemarin.

Direktur Eksekutif Manifest Institute Adi Wibowo menilai kasus suap pengadaan Alquran dan laboratorium MTs di Kemenag kembali menguatkan aroma korupsi di institusi agama tersebut. “Depag menempati peringkat tertinggi soal korupsi. Tapi sampai saat ini belum ditangani,” kata Adi saat dihubungi harian SINDO di Jakarta kemarin.

Kasus suap yang melibatkan anggota Komisi VIII DPR Zulkarnaen Djabar sebagai tersangka tersebut juga sekaligus memperkuat realitas politik yang dijalankan politisi Senayan semakin mengarah ke pragmatisme institusional. “Itulah realitas bangsa kita,politik juga jatuh pada pragmatisme. Korupsi mempunyai mata rantai yang rumit. Tapi kata kuncinya (untuk menghindari) adalah moralitas bangsa dan moralitas agama,” ujarnya.

Arahkan Oknum Kementerian Agama

Abraham Samad menjelaskan kronoligi perkara suap tersebut bermula ketika Zulkarnaen mengarahkan oknum PNS di Ditjen Bimas Kemenag untuk memenangkan PT Adi Abdi Aksara Indonesia dalam pengadaan Alquran.

Selain itu, yang bersangkutan juga telah dengan nyata mendorong, mengarahkan, dan meminta oknum di Ditjen Pendis dalam tender pengadaan laboratorium MTs untuk memenangkan PT BKM serta dalam pengadaan sistem komunikasi laboratorium MTs untuk memenangkan PT KSAI. “PT BKM dan KSAI kita duga sebagai perusahaan milik keluarga ZD, sedangkan perusahaan milik tersangka DP memiliki keterkaitan dengan pengadaan Alquran,” papar dia.

“Dua tersangka itu kita kenai Pasal 5 ayat 2, Pasal 12 huruf a atau b, dan Pasal 11 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya. Menurut Abraham, nilai suap yang diterima ZD dan DP mencapai angka ratusan juta, bahkan disinyalir miliaran rupiah. Namun dia belum mau berspekulasi atas kepastian nilai suapnya.

“Nilai suap pada ratusan juta-miliaran rupiah. Iya akan kita hitung dan identifikasi dulu secara bertahap,” tandasnya. “Keduanya sudah kita lakukan pencegahan (ke luar negeri untuk 6 bulan ke depan),” tambahnya. ● sabir laluhu/meiske

disadur dari http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/507228/1/

Minggu, 10 Juni 2012

2 Tesangka Suap Pajak Ditahan KPK

JAKARTA - Dua tersangka kasus suap pengurusan pajak di KPP Sidoardjo Selatan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemkeu) Tommy Hindratno (TH) dan James Gunarjo B (JGB) resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan berdasarkan pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pemberian atau penerimaan hadiah terkait pengurusan pajak KPP Pratama Sidoardjo Selatan, penyidik KPK menahan tersangka TH, Kepala Seksi Pengawasan dan konsultasi KPP Sidoadjo Selatan, dan JGB, pengusaha swasta/wajib pajak. Dua tersangka dititipkan penahanannya di dua rutan yang berbeda. "Kita Resmi menahan dua tersangka untuk 20 hari kedepan terhitung Kamis 7 Juni 2012 malam. TH ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya dan JGB ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan," kata Johan saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/6).

Dia menambahkan, tim penyidik tengah mengintensifkan pemeriksaan tersangka TH. Kemarin kata dia, TH dihadirkan untuk menjalani pemeriksaan keduanya. Pegawai pajak ini diperiksa selama 4 jam di Gedung KPK, Jln HR Rasuna Said, Jakarta. "Masih kita dalami motif kasus suap pajak ini. Kalau materi pemeriksaan tentu tidak bisa saya sampaikan," papar dia.

Saat keluar menjalani pemeriksaan kedua, Tommy yang mengenakan baju biru muda memilih diam. Wajah tetap terlihat datar. Meski dihadang puluhan wartawan, dia menerobos kerumunan tersebut untuk masuk ke mobil tahanan.

Wakil Ketua Komisi IX Achsanul Qosasi mengapresiasi penahanan TH dan JGB. Menurutnya, penangkapan, penetapan, dan penahanan dua tersangka itu, merupakan langkah berani lembaga antikorupsi yang diketuai Abraham Samad itu. "Dari sisi penegakan hukum sih bagus, dan apresiasi saya yang tinggi untuk KPK yang cepat tanggap dan cekatan," kata Qosasi saat dihubungi di Jakarta Jumat (8/6).

Politisi Partai Demkrat ini barang bukti (BB) Rp280 juta itu hanya sebagai langkah awal untuk menemukan bukti-bukti lain. Pasalnya, semangat pemberantasan korupsi dan BB awal dapat menimbulkan kekhawatiran dari pegawai pajak yang ingin menerima gratifikasi. "Kalau dari sisi nilai Rp280 juta, tidak sedahsyat semangatnya. Tapi untuk shock terapy kepada pegawai pajak sih, boleh juga," tandasnya.

Wakil Ketua Koordinator Bidang Hukum dan Monotoring Keadilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyatakan kasus suap pajak antara TH dan JGB sangat memalukan. Menurutnya, seharusnya pasca kasus Gayus dan Dhana pengemplangan pajak dan pendapatan negara tidak terjadi lagi. "Ini menunjukkan tidak berjalannya fungsi pengawasan internal di lingkungan pajak. Harapan untuk KPK, ungkap sampai tuntas," kata Emerson saat dihubungi di Jakarta Kamis (7/6).

Sebelumnya, pada pemeriksaan pertama, TH dan JGB diperiksa secara maraton tim penyidik KPK selama 33 jam terhitung pukul 14.40 (6/6) hingga 23.40 (7/6).

Kamis (7/6) pukul 23.37 WIB, tersangka JGB yang keluar diiringi satpam, tertunduk tanpa sepatah kaya pun saat diberondong dengan berbagai pertanyaan dari awak media. JGB tampak menggunakan baju kotak-kotak hijau putih lengan pendek dan menenteng dua kantong yang berisi pakain pribadinya. Berselang dua menit atau pukul 23.39 WIB, TH yang menggunakan kemeja putih panjang keluar dengan memegang satu tas kresek merah berisi pakain pribadi. Kantong kresek itu digenggam di tangan kanan. Sedangkan satu map merah digunakan untuk menutupi wajahnya dari sorotan kamera wartawan. Saat dia keluar, para awak media menanyakan motif dibalik penerimaan uang suap tersebut. Namun dia menolak mengomentarinya.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto mengatakan, setelah melakukan ekspose atau gelar perkara antara pimpinan KPK, penyidik, dan penyelidik serta diskusi bersama DJP, lembaga antikorupsi ini menaikan status kasus tangkap tangan Tommy Hindratno (TH), HA, dan James Gunarjo (JGB) ke tahapan penyidikan. Dalam surat perintah pelaksanaan penyidikan (Sprindik) lanjut Bambang, tim penyidik memutuskan kepala seksi KPP Sidoadjo Selatan TH dan Pengusaha JGB sebagai tersangka suap. "Jadi tersangka kasus suap ini ada dua TH dan JGB. HA saudaranya TH untuk sementara tidak termasuk dalam tindakan melanggar hukum," kata Bambang saat konfrensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/6).

Bambang didampingi Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan lainnya Zulkarnaen, Direktur Jenderal Pajak A Fuad Rahmany, dan Juru Bicara KPK Johan Budi SP. Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini menyatakan, TH ditetapkan sebagai penerima suap dan disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) huruf a atau b dan atau Pasal 13, sedangkan JGB dijerat menggunakan pasal selaku tersangka pemberi suap, disangkan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b dan atau pasal 13 dan atau pasal 11, Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Sepanjang bukti-bukti yang cukup untuk menyangkakan, tidak ada alasan untuk tidak menyangkakan atas TH dan JGB. Bukti uang sebanyak Rp280 juta, yang Rp200 juta dalam pecahan seratus ribu, Rp80 juta dalam pecahan lima puluh ribu. Uang itu disimpan di dalam tas hitam," papar dia.

Bambang menyatakan, tangkap tangan yang dilakukan petugas KPK terhadap TH pegawai pajak, JGB pengusaha, dan HA seorang lain di Warung Sederhana, Tebet, Jakarta Selatan. Penangkapan dilakukan tepat pukul 14.40 Rabu (6/6). Selain atas informasi dari masyarakat, penangkapan itu juga berdasarkan informasi dan pengawasan intensif dari DJP. Pasalnya, integrasi pencegahan dan penindakan menjadi komitmen bersama antar dua lembaga itu. "Penangkapan ini merupakan hasil kerja sama antara KPK dan DJP sejak tahun lalu, untuk membangun akuntabilitas, pencegahan, dan penindakan," ujar dia.

Dia menegaskan, kasus penyuapan dalam lingkup perpajakan ini akan ditangani penyidikannya sendiri oleh tim penyidik KPK. Dia berharap, publik dapat memberikan masukan dan dukungan untuk klarifikasi dan pengembangan penyidikan. "Penanganan kasus ini kita lakukan sendiri dengan argumentasi dan kualifikasi hukum perundangan-undangan yang sangat jelas. KPK punya kewenangan untuk itu," bebernya.

Namun lanjut dia, dari kasus ini pihaknya belum dapat mengidentifikasi kerugian negara akibat tindak pidana dua tersangka itu. Pasalnya, kerugian itu akan terus ditelusuri. "Yakin bahwa kasus ini sudah kami sepakati untuk diusut sampai tuntas. Tapi tolong berikan kami waktu," pungkasnya. Terkait kemungkinan ada pihak lain yang terlibat, dia menegaskan tidak ingin berspekulasi.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan lainnya Zulkarnaen menyatakan saudara TH, HA dibebaskan usai pemeriksaan 1 x 24 jam yang dilakukan penyidik terhadap dirinya. HA lanjut dia, untuk pemeriksaan awal dinyatakan tidak terlibat. Namun papar dia, HA masih tetap berada dalam pengawasan KPK untuk beberapa waktu ke depan. "Untuk dua orang itu (TH dan JGB) kita tetapkan, tapi HA akan tetap dalam pengawasan kita," kata Zulkarnaen saat konfrensi pers di gedung KPK, Jakarta.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan A Fuad Rahmany menyatakan seluruh komponen DJP dan menteri keuangan mengapresiasi penangkapan dan penetapan dua tersangka. Pasalnya, dengan peristiwa itu menjadi wujud semangat reformasi birokrasi internal DJP dalam pemberantasan mafia perpajakan. Karenanya sebagai sangsi, TH langsung dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Seksi KPP Sidoardjo Selatan. "Kita mencopot langsung TH dari jabatannya sejak hari ini Kamis 6 Juni. Kalau pemberhentian sebagai PNS kita akan segera rekomendasikan ke pemerintah," kata Fuad saat konfrensi pers di Gedung KPK, Jakarta.

Dalam pandangannya, penyimpangan dan suap pajak sudah berlangsung lama. Dengan jumlah 500 kantor dan 32.000 pegawai tersebar di seluruh Indonesia, konsekuensi logisnya selalu rentan terjadi penyimpangan pekerjaan, suap, dan kolusi antara oknum pegawai pajak dengan pihak di luar institusi perpajakan. Atas penerimaan suap Tommy Hendrayitno dari pengusaha berinisial JGB itu, dia menyayangkan tindakan tersebut. "Tidak semuanya malaikat, tentu masih ada oknum yang nekat. Harus kita akui itu. Tapi kami terus mengembangkan dan mengintensifkan pengawasan, investigasi, pencegahan, dan penindakan kepada para oknum-oknum yang merugikan negara," papar dia.

Mantan ketua Bapepam ini menegaskan, penangkapan dan penetapan dua tersangka juga dirasakan penting untuk peringatan bagi pihak-pihak tertentu yang telah dan masih ingin menyelewengkan pajak. "Ini peringatan keras bagi pihak-pihak penyimpang pajak agar mengilangkan aktifitas seperti ini yang melanggar hukum," tandasnya. "Apapun yang dibutuhkan KPK untuk pengusutan dan membongkar tuntas kasus ini akan kita berikan informasi dan datanya. Karena KPK yang memiliki kewenangan penyidikan," tambahnya.

Dia menuturkan selain dengan KPK, kedepannya DJP akan bekerja sama juga dengan kepolisian, BPKP, dan BPK. Kerja sama itu kata dia, diharapkan bisa membangun sistem pendeteksi. Setiap ada kecurangan dan pelanggaran bisa terdeteksi dengan cepat dan segera diambil tindakan dengan cepat pula. "Nah inilah yang kita tertibkan. Kita butuh masukan banyak dari masyarakat dan pihak-pihak lain termasuk penegak hukum," pungkasnya. (SABIR LALUHU)