Sorot
matanya tajam dan mimik muka serius tak menghilangkan kesan santai
dan humoris yang dimilikinya saat menerima penulis di lantai tiga
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria itu, M Busyro
Muqoddas, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan KPK yang purnabakti per
Selasa 16 Desember 2014. Di sela-sela persiapan admintrasi dan
merapikan barang-barang untuk dipulangkan ke Yogyakarta, mantan Ketua
Komisi Yudisial (KY) ini bertutur tetang sepakterjangnya selama empat
tahun di KPK. Termasuk soal peluangnya terpilih kembali sebagai
pimpinan saat DPR melakukan pemilihan Januari 2015.
Tampil mengenakan kemeja putih lengan panjang bergaris, celana hitam, dan berkacamata, Busyro (B) lebih sering bercanda dan tertawa. Di tengah keseriusan wawancara, dia sempat menawarkan kopi jahe. Pria kelahir Yogyakarta, 17 Juli 1952 ini mengaku tak punya prestasi pribadi selama menjadi pimpinan KPK. Berikut petikan wawancaranya, Selasa 16 Desember 2014 malam. Sebagian isi wawancara sudah terbit dengan berita feature di Koran Sindo edisi Senin 22 Desember 2014, “Akhir Masa Jabatan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas - Lahan Membangun Negeri Bukan Hanya di KPK”.
Tampil mengenakan kemeja putih lengan panjang bergaris, celana hitam, dan berkacamata, Busyro (B) lebih sering bercanda dan tertawa. Di tengah keseriusan wawancara, dia sempat menawarkan kopi jahe. Pria kelahir Yogyakarta, 17 Juli 1952 ini mengaku tak punya prestasi pribadi selama menjadi pimpinan KPK. Berikut petikan wawancaranya, Selasa 16 Desember 2014 malam. Sebagian isi wawancara sudah terbit dengan berita feature di Koran Sindo edisi Senin 22 Desember 2014, “Akhir Masa Jabatan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas - Lahan Membangun Negeri Bukan Hanya di KPK”.
Hari
ini, Selasa (16/12) adalah tugas terakhir anda sebagai pimpinan KPK.
Apa momen yang paling berkesan selama menjadi pimpinan empat
tahun?
(B): Itu terkait korbis KPK ngga? Pencegahan dan penindakan?
Pokoknya semua berkaitan dengan tugas Anda selama di KPK...
(B): Momen ketika KPK menangani perkara traveler cheque dan Nazaruddin. Traveler cheque itu kan menarik, bagamaimana seseorang terbukti menerima, sesorang yang dipromosikan ke posisi strategik di BI melalui proses-proses transaksi suap. Suap itu hubungannya dengan politisi lalu ada swasta. Nah di mana pusat menariknya? Politisi, DPR kan. Berapa fraksi waktu itu. Lalu ada swasta. Lalu yang menarik orang yang dipromosikan lewat cara-cara yang transaksional itu guru besar senior dari kampus besar. Jadi tiga-tiganya menarik kan.
Bahwa DPR banyak fraksi, Miranda Goeltom itu guru besar senior dari kampus besar. Artinya bukan kelas bawah itu loh. Ada tiga cluster. Ini kan menggambarkan kebijakan di dewan gubernur BI yang terkait otoritas mengenai moneter, itu kan menjadi menarik dengan orang yang dipromosikan dengan cara-cara yang transaksional, cara-cara melanggar yang terbukti tpk (tindak pidana korupsi).
Dengan demikian sasaran dari korupsi itu kan sampai kepada yang merupakan jantung perekonomian negara dan marwahnya negara di bidang moneter, yaitu BI. Yang secara institusi sekaliber BI, sepenting BI, sesentral BI, itu kan bang sentral istilahnya, harus dijaga oleh semua orang-orang yang memiliki posisi-posisi tercerahkan, politisi, guru besar tadi, dan bank swasta tadi. Nyatanya kan nggak. Ini momentum paling berkesan, satu.
Yang kedua, Nazaruddin. Nazaruddin ini kan bermula bukan dari Nazaruddin-nya. Tapi ketika kami mengikuti kasus yang di Surabaya kemudian dari situ ditemukan peran Mindo Rosalina (Mindo Rosalina Manulang, mantan Direktur Marketing Permai Group) kemudian terkait dengan si Nazaruddin.
(B): Itu terkait korbis KPK ngga? Pencegahan dan penindakan?
Pokoknya semua berkaitan dengan tugas Anda selama di KPK...
(B): Momen ketika KPK menangani perkara traveler cheque dan Nazaruddin. Traveler cheque itu kan menarik, bagamaimana seseorang terbukti menerima, sesorang yang dipromosikan ke posisi strategik di BI melalui proses-proses transaksi suap. Suap itu hubungannya dengan politisi lalu ada swasta. Nah di mana pusat menariknya? Politisi, DPR kan. Berapa fraksi waktu itu. Lalu ada swasta. Lalu yang menarik orang yang dipromosikan lewat cara-cara yang transaksional itu guru besar senior dari kampus besar. Jadi tiga-tiganya menarik kan.
Bahwa DPR banyak fraksi, Miranda Goeltom itu guru besar senior dari kampus besar. Artinya bukan kelas bawah itu loh. Ada tiga cluster. Ini kan menggambarkan kebijakan di dewan gubernur BI yang terkait otoritas mengenai moneter, itu kan menjadi menarik dengan orang yang dipromosikan dengan cara-cara yang transaksional, cara-cara melanggar yang terbukti tpk (tindak pidana korupsi).
Dengan demikian sasaran dari korupsi itu kan sampai kepada yang merupakan jantung perekonomian negara dan marwahnya negara di bidang moneter, yaitu BI. Yang secara institusi sekaliber BI, sepenting BI, sesentral BI, itu kan bang sentral istilahnya, harus dijaga oleh semua orang-orang yang memiliki posisi-posisi tercerahkan, politisi, guru besar tadi, dan bank swasta tadi. Nyatanya kan nggak. Ini momentum paling berkesan, satu.
Yang kedua, Nazaruddin. Nazaruddin ini kan bermula bukan dari Nazaruddin-nya. Tapi ketika kami mengikuti kasus yang di Surabaya kemudian dari situ ditemukan peran Mindo Rosalina (Mindo Rosalina Manulang, mantan Direktur Marketing Permai Group) kemudian terkait dengan si Nazaruddin.
Ha, dari kasus Nazaruddin itu kan kemudian di awal itu masih ada Pak Chandra (Chandra M Hamzah, mantan wakil ketua KPK) loh. Saya masih menemani Pak Chandra malam mesti harus nungguin, monitoring itu. Saat terungkap di awalnya, oh kasus ini bakal menarik. Nah ternyata betul.
Menariknya di mana? Kembali swasta, kasus Surabaya, Mindo, terus Nazar. Di mana Nazar menariknya? Karena Nazar bendahara partai berkuasa. Jadi sejak awal itu kami sudah, wih ini guritanya, betulkan? Tapi semakin mengguritanya besar kan semakin resiko politiknya besar juga.
Di mana resiko politiknya? Ketika perkara ditangani, di tengah gejolak KPK saat itu, kita cepat melakukan penyitaan dan segala macam. Kemudian kan Nazar bisa keluar kan ke Singapura. Mulai dari Singapur kan bernyanyi dan seterusnya. Sampai-sampai (di tv Nazar menyebutkan) ini flashdisk ini, di sini ada foto Chandra Hamzah menerima duit, karena ke rumah menjadi tamu saya. Sampai sekarang kan ngga ada.
Ada profesor OC Kaligis waktu itu pengacaranya juga mengatakan itu. Nah kemudian di sini kan kemudian goncang waktu itu. Kegoncangan itu menarik justru ketika kami dibaca, wah ini KPK ini seperti ini terus kepercayaann (publik) nggak stabil loh. Orang luar membaca itu. Maka bersatulah, bersekutulah mantan Panglima TNI Jenderal Endriarto Sutarto dengan teman-teman masyarakat sipil, ada Alex, ada Asep, teman-teman ICW kan, ada Rini.
Terus kemudian mereka datang ke sini menawarkan, sudahlah bapak-bapak KPK tidak usah terlalu ini, biar nanti kami yang menangani. Nah kemudian voulenteer itu mereka kemudian menjadi semacam advokatnya KPK.
Jadi kasus Nazar ini ada dua hal yang menarik. Nazar sebagai bendahara partai berkuasa tapi kemudian membawa dampak terhadap terpanggilnya kekuatan-kekuatan masyarakat sipil. Itu artinya signifikansinya apa? Bahwa KPK sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda-agenda masyarakat sipil sehingga mereka perlu untuk memberikan advokasi.
Apa perasaan anda meninggalkan lembaga ini?
(B): (Menarik nafas dalam beberapa detik). Oh ya anu, apa namanya, saya kira sudah saya sampaikan, itu ada perasaan apa. Me...me...me...merasa berat. Merasa berat berpisah dengan lahan yang penuh lika-liku, penuh jalan licin. Itu.
Apa tugas dari amanah ini yang belum anda selesaikan?
Oh ada, ada. Satu di bidang penindakan. Kami belum sempat mencoba untuk meng-inline-kan proses-proses penindakan yang dilakukan oleh jaksa untuk kasus-kasus yang ada TPPU-nya dengan kepentingan masyarakat yang mempunyai hak untuk mengajukan keberatan kerugian perdata yang diatur dalam Pasal 98 ayat (1) KUHAP.
Pasal ini memberikan hak kepada masyarakat yang dirugikan secara perdata akibat TPK (tindak pidana korups). Nah, dalam konteks ini kan ada kasus alkes Banten. Tadi saya cek belum masuk ke sana (penerapan Pasal 98 ayat (1) KUHAP) karena ternyata memang rimba raya dari bukti atau evidensinya itu masih harus dibenahi.
Dari situ kalau kasus alkes atau kasus sejenisnya misalnya seperti kasus sapi, itu kemudian masyarakat (perlu) dididik untuk kemudian ikut mengajukan gugatan berdasarkan pasal tersebut. Gugatan itu bisa diajukan ke Pengadilan Negeri, misalnya kasus itu ke Pengadilan Negeri Jakarta. Nanti pengadilan negeri nanti memerintahkan majelis pengadilan tipikor yang menangani perkara pokoknya, kemudian lihat dari hukum acaranya bisa masuk nggak dikaitkan dengan waktu yang tersedia.
Kalau waktu masih memungkinkan, maka gugatan itu bisa didaftarkan kemudian dijadikan satu dengan rancangan atau rentutnya jaksa KPK. Tapi sampai hari ini belum. Karena belum memungkinkan karena proses penyidikannya belum sampai ke sana. Kemudian juga masyarakatnya masih mempersiapkan diri.
Kita sudah membantu masyarakat bagaimana menghitung social coast of corruption itu. Itu sumbangan besar dari dosen ekonomi UGM Pak Rimawan Pradiptiyo, sama dosen ekonomi Unpad. Jadi sudah ada buku yang kita sampaikan ke jaksa-jaksa itu. Anda pelajari ini dulu, sehingga nanti ada gugatan Pasal 98 ayat (1) KUHAP itu mereka sudah tahu. Kalau nanti itu dijalankan, wiiih prestasi yang luar biasa.
Januari 2015 nanti DPR akan memilih capim antara anda dan Roby Arya Brata. Kalau terpilih lagi yang belum selesai tadi mau anda laksanakan?
(B): Terpilih atau tidak terpilih program itu akan dijalankan. Karena itu bukan program saya, (tapi) program KPK. Jaksa-jaksa sebagian sudah kita kondisikan, sudah kita training di Sentul 2 hari 1 malam, kita undang jaksa senior di Kejaksaan Agung, kita undang Rimawan Pradiptiyo itu.
Anda punya prestasi pribadi. Anda peraih penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) 2008. Lalu selama di KPK, sebenarnya apa prestasi penting anda secara personal?
(B): Itu akan lebih bagus kalau yang mendiskusikan bukan saya. Tapi kan ngga keliru juga saya mengatakan bahwa saya sudah lakukan proses-proses yang menjadi bagian dari menempatkan KPK ini yang dia terlahir dari buah reformasi.
Reformasi itu kan gerakan ideologi. Ideologinya apa? Ideologi kerakyatan. Mengapa Ideologi kerakyatan? Karena rakyat ditipu secara terus menerus selama 32 tahun oleh rezim yang otoriter nyaris totaliter, antidemokrasi, dan anti HAM. Semua dikooptasi bahkan juga dihegemoni secara simultan. Nah akibatnya terjadi situasi yang korupsinya sistemik.
Sehingga ketika ada pembentukan KPK sebagai buah reformasi, itu kan wujud dari gerakan-gerakan ideologi perlawanan. Gerakan perlawanan dan pembebasan rakyat dari sistem yang korupsi, sistem politik atau sistem kekuasaan yang korup. Itu KPK lahirnya tidak bisa dibaca kalau tidak dibaca seperti itu.
Prestasi pribadi anda di KPK apa?
(B): Nanti lewat situ dulu. Karena sepereti itu tadi, ketika saya masuk, saya baca betul masuk ke KPK untuk apa sih. Oh, KPK bacaan saya terhadap UU KPK, historikal KPK dibentuk seperti tadi.
Maka begitu masuk, ketika sudah mempunyai satu design konsep bahwa KPK itu sebuah gerakan pemberantasan korupsi tapi harus memiliki ruh ideologi. Ideologi kerakyatan untuk membebaskan rakyat dari sistem yang korup. Sistem yang korup ada? Ada banget.
Semua
pilkada itu mana yang tidak korup, mana yang tidak manipulasi. Baik
manipulasi duit atau manipulasi lewat model pendekatan-pendekatan
dengan politik oligarki. Siapa yang menjilat elit politik, goblok
atau pintar, terpilih.
Sehingga mobilitas orang yang masuk politik itu karena didukung, karena patron. Bukan karena kemampuan, kompetensi pribadi yang teruji. Nah, orang yang masuk politik karena patron sama halnya dengan orang yang maju bisnis karena patron. Jadi bukan karena self independensi yang didukung profesionalisme. Beda loh. Banyak kan pengusaha Cina yang sukses karena profesional dan tidak mengandalkan patron.
Maksudnya begini, prestasi personal anda di KPK itu apa?
(B): Saya tidak bisa menjawab itu, personal loh. Wong di sini kerjanya kerja kolegial kok.
Beberapa pihak menyebut anda sebagai pimpinan peletak ideologi dan penyempurna pencegahan di KPK. Anda juga yang menggagas integrasi pencegahan dan penindakan di KPK secara simultan. Apa benar demikian?
(B): Ngga, ngga benar itu. Ngga. Ge-er aku. Ngga benar itu. Di sini sudah terbangun, saya masuk itu tinggal nimbrung aja. Kalau di KY yes, kalau di KPK ngga. Di KPK sudah terbangun loh sejak periode pertama.
Anda ditunjuk dan dilantik sebagai pengganti Pak Antasari Azhar oleh Presiden SBY pada 20 Desember 2010 hingga 2011, karena “sebuah kegentingan” dan bukan keinginan anda pribadi. Apa yang anda perbuat untuk kembalikan marwah KPK saat itu?
Menghidupkan kekuatan-kekuatan masyarakat sipil. Dan, meng-inline-kan kekuatan masyarakat sipil yang dibaca sebagai masyarakat keadaban. Kalau orang DPR sebagian memahami masyarakat sipil itu LSM, LSM itu ICW. Kan konyol itu. Kan ada YLBHI, Kontras, Imparsial, dan lain-lain. Itu (pemahaman sebagian anggota DPR) pikiran-pikiran yang harus ditolong itu.
Banyak serangan yang datang saat anda jadi pimpinan. Misalnya, ada tudingan bahwa anda berusaha halangani penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus Hambalang. Nazar pada 2011 menuding anda mengumbar janji tersangka baru wisma atlet sebagai bargaining untuk jadi ketua KPK lagi saat uji kepatutan dan kelayakan Desember 2011 melawan Abraham Samad cs. Bagaimana anda banyak senyum hadapi serangan-serangan tersebut?
(B): Di sini, nggak ada yang bisa menghalangi. Dan tidak ada satupun orang yang bisa memaksakan seseorang agar dijadikan tersangka. Ndak ada itu.
Loh, saat Desember (2011) itu saya ngga mencalonkan, wong diperpanjang kok. Nah soal tudingan Nazar, saya waktu itu kan masih ketua KPK toh. Saya baca di berita bahwa saya mau diundang Komisi III mau ditanya bersedia nggak untuk dikompetisikan dengan 4 yang lain, Abraham cs.
Nah waktu itu saya sudah sadar saya mau disembelih nih. Mengapa? Karena pidato kebudayaan saya di Taman Ismail Marzuki sedemikian rupa di-blow up oleh Sindo, Kompas, Tempo, dan lain-lain kan. Nah sehingga kan kebakaran jenggot itu teman-teman DPR.
Sebelum penuhi undang tadi, saya minta pendapat dari dalam, saya minta pendapat Pak Chandra waktu itu, terus juga dari Alex dan Asep teman baik saya di KY, bagaimana kalau aku nggak datang. (Mereka jawab) aku setuju sih mas, tapi posisi mas BM (Busyro) ketua KPK loh, kalau diundang DPR nggak datang kan institusi KPK nanti di-bully. Demi lembaga saya datang. Jadi saya datang itu siap untuk di-idhul kurban-kan, disembelih gitu loh. Siap sekali saya.
Tapi ketika ditanya apakah anda siap maju terus, saya jawab siap. Wong putusan MK, jabatan itu ya empat tahun, bukan kayak DPR paruh waktu, PAW. Itu nggak. Kemudian yang kedua, ketua dipilih atau tidak. Saya bilang, saya siap jadi makmum, artinya siap jadi wakil ketua. Tapi kalau dipercaya masih jadi ketua, saya juga siap.
Jadi untuk apa saya berkampanye. Jadi kalau ada orang beropini bahwa saya kampanye supaya dipilih jadi ketua KPK, oh saya sudah jadi ketua KPK waktu itu kok. Jadi itu (tudingan Nazar) tidak punya pijakan historis itu loh.
Sehingga mobilitas orang yang masuk politik itu karena didukung, karena patron. Bukan karena kemampuan, kompetensi pribadi yang teruji. Nah, orang yang masuk politik karena patron sama halnya dengan orang yang maju bisnis karena patron. Jadi bukan karena self independensi yang didukung profesionalisme. Beda loh. Banyak kan pengusaha Cina yang sukses karena profesional dan tidak mengandalkan patron.
Maksudnya begini, prestasi personal anda di KPK itu apa?
(B): Saya tidak bisa menjawab itu, personal loh. Wong di sini kerjanya kerja kolegial kok.
Beberapa pihak menyebut anda sebagai pimpinan peletak ideologi dan penyempurna pencegahan di KPK. Anda juga yang menggagas integrasi pencegahan dan penindakan di KPK secara simultan. Apa benar demikian?
(B): Ngga, ngga benar itu. Ngga. Ge-er aku. Ngga benar itu. Di sini sudah terbangun, saya masuk itu tinggal nimbrung aja. Kalau di KY yes, kalau di KPK ngga. Di KPK sudah terbangun loh sejak periode pertama.
Anda ditunjuk dan dilantik sebagai pengganti Pak Antasari Azhar oleh Presiden SBY pada 20 Desember 2010 hingga 2011, karena “sebuah kegentingan” dan bukan keinginan anda pribadi. Apa yang anda perbuat untuk kembalikan marwah KPK saat itu?
Menghidupkan kekuatan-kekuatan masyarakat sipil. Dan, meng-inline-kan kekuatan masyarakat sipil yang dibaca sebagai masyarakat keadaban. Kalau orang DPR sebagian memahami masyarakat sipil itu LSM, LSM itu ICW. Kan konyol itu. Kan ada YLBHI, Kontras, Imparsial, dan lain-lain. Itu (pemahaman sebagian anggota DPR) pikiran-pikiran yang harus ditolong itu.
Banyak serangan yang datang saat anda jadi pimpinan. Misalnya, ada tudingan bahwa anda berusaha halangani penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus Hambalang. Nazar pada 2011 menuding anda mengumbar janji tersangka baru wisma atlet sebagai bargaining untuk jadi ketua KPK lagi saat uji kepatutan dan kelayakan Desember 2011 melawan Abraham Samad cs. Bagaimana anda banyak senyum hadapi serangan-serangan tersebut?
(B): Di sini, nggak ada yang bisa menghalangi. Dan tidak ada satupun orang yang bisa memaksakan seseorang agar dijadikan tersangka. Ndak ada itu.
Loh, saat Desember (2011) itu saya ngga mencalonkan, wong diperpanjang kok. Nah soal tudingan Nazar, saya waktu itu kan masih ketua KPK toh. Saya baca di berita bahwa saya mau diundang Komisi III mau ditanya bersedia nggak untuk dikompetisikan dengan 4 yang lain, Abraham cs.
Nah waktu itu saya sudah sadar saya mau disembelih nih. Mengapa? Karena pidato kebudayaan saya di Taman Ismail Marzuki sedemikian rupa di-blow up oleh Sindo, Kompas, Tempo, dan lain-lain kan. Nah sehingga kan kebakaran jenggot itu teman-teman DPR.
Sebelum penuhi undang tadi, saya minta pendapat dari dalam, saya minta pendapat Pak Chandra waktu itu, terus juga dari Alex dan Asep teman baik saya di KY, bagaimana kalau aku nggak datang. (Mereka jawab) aku setuju sih mas, tapi posisi mas BM (Busyro) ketua KPK loh, kalau diundang DPR nggak datang kan institusi KPK nanti di-bully. Demi lembaga saya datang. Jadi saya datang itu siap untuk di-idhul kurban-kan, disembelih gitu loh. Siap sekali saya.
Tapi ketika ditanya apakah anda siap maju terus, saya jawab siap. Wong putusan MK, jabatan itu ya empat tahun, bukan kayak DPR paruh waktu, PAW. Itu nggak. Kemudian yang kedua, ketua dipilih atau tidak. Saya bilang, saya siap jadi makmum, artinya siap jadi wakil ketua. Tapi kalau dipercaya masih jadi ketua, saya juga siap.
Jadi untuk apa saya berkampanye. Jadi kalau ada orang beropini bahwa saya kampanye supaya dipilih jadi ketua KPK, oh saya sudah jadi ketua KPK waktu itu kok. Jadi itu (tudingan Nazar) tidak punya pijakan historis itu loh.
Saat jabat sebagai pimpinan KPK, baik KPK 1 tahun maupun wakil ketua 3 tahun, anda sering mengritik secara keras parpol dan DPR. Misalnya, DPR menggergaji kewenangan KPK (salah satunya dalam RUU KUHAP/KUHP); lihat saja nanti PKS atau KPK yang lebih dulu bubar atau PKS bukan partai malaikat; politisi DPR itu bromocorah (bajingan/bandit/bangsat/penjahat/preman) politik, parpol jadi ladang pembibitan koruptor; dsb. Kenapa anda sering begitu keras mengomentari parpol dan DPR?
(B): Soal sikap kritis saya kepada DPR dan parpol. Itu biasa aja kok. Kalau saya katakan parpol itu kan tidak semunya. Kecuali saya katakan semua parpol itu sumber korupsi, itu baru ada parameter. Harus ada metodologis yanga akuntabel. Saya kan tidak mengatakan semua parpol.
Jadi ada parpol yang jadi sarang koruptor, jelas toh. Tadi ada yang saya katakan Partai Demokrat, lewat Nazaruddin sebagai bendaraha kan sabetannya kena kanan kiri kan. Fakta kan itu. Kemudian, traveler cheque, hampir semua fraksi kan. Karena DPR itu representasi dari parpol, faktanya menunjukan yang traveler cheque itu ada 25 loh anggota DPR yang terpidana hampir dari semua fraksi, termasuk fraksi ABRI yang masih ada waktu itu.
Pembubaran PKS, itu karena ada sidang di DPR. Di situ Fahri Hamzah mengatakan bahwa “yang menyatakan pembubaran KPK itu bukan Pak Marzuki Alie, tapi saya”. Nah lalu di situ saya meminta pendapat Pak Chandra Hamzah, gimana nih, dia jual aku beli, boleh nggak. Kata Pak Chandra, silahkan Pak. Nah saya tanggapi.
Saya nanggapinya dengan kalem aja, Pak Fahri yang saya hormati, saran saya kalau mau membubarkan KPK, tempuh aja jalan demokrasi lewat Komisi III kemudian diserahkan ke DPR, secara prosedural. Nanti kita lihat, yang bubar KPK atau PKS (Busyro tertawa kecil). Kan saya menjawab pernyataan si Fahri itu, “yang membubarkan KPK itu saya, bukan Marzuki Alie”.
Anda kan terlalu kritis dengan politisi DPR dan parpol. Pemilihan capim oleh DPR Januari 2015 nanti, anda yakin terpilih lagi ketimbang Roby Arya Brata?
(B): Saya meyakini dalam kaitannya dengan faith, dengan iman. Nggak pernah ada dalam hitungan saya meyakini sesuatu yang di luar konsep-konsep iman. Politik itu kan di luar konsep-konsep iman toh. Politik itu di luar diskursus tentang iman. Politik itu come and go, ya toh, fluktutif. Untuk apa, tanda petik mengimani. Saya akan meyakini sesuatu yang diyakini, sistem kepercayaan saya.
Soal kritis, DPR itu kan lembaga demokrasi, pengawas kan. Butuh ngga orang kritis? Kalau butuh orang kritis, saya siap bersinergi dengan DPR yang titahnya lembaga yang kritis itu. Saya orang yang menyadari saya harus kritis. Kalau lembaga negara tidak kritis termasuk KPK, ya untuk apa saya masuk KPK. Masuk KPK kok anteng-anteng. (Busyro tersenyum)
Kalau tidak terpilih? Buat saya kalau terpilih dan tidak terpilih bedanya tipis, tipis itu. Lahan untuk membangun negeri ini tidak hanya di KPK saja. Bahwa melalui KPK itu terasa istimewa, yes. Karena dia sebuah organisasi penegak hukum pemberantasan korupsi yang satu-satunya yang independen. Dan, itu sudah dilakukan dengan sangat sistemik oleh pimpinan KPK jilid pertama sampai sekarang ini.
Faktanya kan KPK nggak bisa sendiri. Dan selama ini KPK mengembangkan sinergitas dengan kekuatan masyarakat madani. Di posisi kekuatan masyarakat madani itulah saya bisa ber-KPK dalam bentuk yang lain. Jadi saya ngga akan berhenti ber-KPK itu.
Beberapa anggota Komisi III yang hadir saat uji kepatutan dan kelayakan menyebut KPK, atas penyampaian anda, lebih condong represif/penindakan dan lupa dengan pencegahan. Komentar anda?
(B): Waktu itu kan saya sudah paparkan ada angka Rp 23,11 triliun pada 2013 sektor PNBP dari minerba. Di 2014 sektor minerba mentarget Rp 16 triliun kemudian KPK bisa memasukan Rp 28,4 triliun. Saya sampaikan loh. Terus dari 2005 sampai 2014 pencegahan penyelamatan dan penindakan itu bisa memberikan kontribusi uang itu Rp 249 triliun. Itu semuanya sebagian besar pencegahan. Dengan data yang saya sampaikan lewat layar itu, saya kira orang itu ngga faham tentang data yang saya sampaikan.
Dalam catatan pemberitaan yang saya tulis, saat jadi ketua, KPK berhasil rampungkan penyelamatan uang negara lebih dari Rp 152,9 triliun di sektor migas lewat korsupgah (koordinasi dan supervisi pencegahan) 2008-2011. Saat anda jadi wakil ketua, diselamatkan lebih dari Rp 50 triliun dari sektor minerba 2013-2014 dan Rp 6,7 triliun sektor alokasi gas bumi untuk pupuk 2013, masih lewat korsupgah. Banggakah anda dengan itu?
(B): Oh bangga. Bangga karena ada argumennya. Karena pencegahan itu efektif.
Kajian dan korsupgah KPK tentu tak hanya untuk selamatkan uang negara saja. Bagaimana dengan perbaikan tata kelola, sistem, dan pelayanan kementerian/lembaga terkait?
(B): Pencegahan itu kita menyelamatkan sekaligus memperbaiki sistem. Yang dilakukan KPK misalnya di sektor hutan, kita ada NKB dengan 12 K/L. Itu setelah diresmikan di istana negara oleh Pak SBY, itu kita bikin jadwal rencana aksi (renaksi) dan evaluasi dalam dua bulan. Sebelum dua bulan sudah kami tagih. Kalau sudah rampung kita undang di sini, paparan apakah sudah in line belum dengan orientasinya. Dan itu efektif perbaikan sistemnya dan tata kelola. Dan, orang-orang birokrat itu merasa senang karena terselamatkan.
Misalnya, bupati-bupati itu, andaikan kami tidak masuk lewat pencegahan minerba bagaimana. Nah sekarang 515 IUP ada yang sudah dicabut itu. Kalau kami langsung penindakan, berapa bupati yang bisa menjadi tersangka. Maka kami milih pencegahan. Kecuali ada bupati yang kami warning, dia ngga gubris, ha bisa kami kembangkan, dua alat bukti kena, kami eksekusi.
Di usia memasuki 12 tahun, KPK bisa mentersangkakan dan menciduk koruptor di antaranya anggota DPR/DPRD, menteri, jenderal polisi, gubernur, bupati, ustadz, kiai, tokoh agama lainnya hingga kalangan pengusaha. Bahkan kasus yang ditangani KPK di pengadilan conviction rate-nya 100%. Apa pesan anda bagi seluruh personel KPK pasca lengser?
Perteguh, perkuat proses-proses ideologisasi pemberantasan korupsi untuk membebaskan rakyat dari sistem kekuasaan, dari proses politik dan proses budaya politik yang korup.
Saat wawancara ini terbit, anda tentu sudah tak di KPK. Apa aktivitas yang anda lakukan pada Rabu (17/12), hari pertama dan seterusnya?
Kembali ke kampus (Busyro masih dosen tetap di UII Yogyakarta). Ada juga aktivitas lain pusat studi hak asasi manusia (PUSHAM) UII. Itu sudah ada 35 PUSHAM se-Indonesia, PTN dan PTS. Itu bisa di-inline-kan dengan pemberantasan korupsi itu. Karena korupsi itu bentuk-bentuk pelanggaran HAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar