Sabir
Laluhu
Ketua
Umum DPP Partai Golkar dan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sudah resmi
mengajukan gugatan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Gugatan didaftarkan pada Senin, 4 September
2017 lalu.
Dalam
kapasitasnya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR periode 2009-2014,
Setnov ditetapkan oleh KPK menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pembahasan
dan pengesahan anggaran serta pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik
(KTP-el) pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) 2011-2012.
Penetapan Setnov sebagai tersangka tersebut, adalah hasil pengembangan dari perkara KTP-el dengan terdakwa Irman dan Sugiharto serta tersangka saat itu Andi Agustinus alias Andi Narogong. Pengumuman penetapan Setnov sebagai tersangka berlangsung sebelum vonis pidana penjara atas nama Irman dan Sugiharto dibacakan. Vonis Irman dan Sugiharto dibacakan pada Kamis, 20 Juli 2017.
Persidangan perkara dugaan korupsi KTP-el terdakwa Irman dan Sugiharto. Foto: Sabir Laluhu. |
PN
Jaksel pun sudah menunjuk hakim Cepi Iskandar sebagai hakim tunggal yang
menangani gugatan tersebut. Bahkan berdasarkan pemberitaan berbagai media
massa, Humas PN Jaksel Made Sutrisna menyebutkan, sidang perdana gugatan
praperadilan Setnov bakal digelar pada Selasa, 12 September 2017.
Berdasarkan
data dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel yang
berhasil diakses penulis per pukul 19:05 WIB pada Selasa, 6 September 2017,
gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara: 97/Pid.Pra/2017/PN JKT.SEL. Dalam laman
tersebut tercantum 6 permohonan (petitum) Setnov selaku pemohon dalam
gugatannya.
Satu, mengabulkan permohonan
praperadilan pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan batal/batal demi
hukum dan tidak sah penetapan tersangka terhadap Setnov yang dikeluarkan oleh KPK
selaku termohon berdasarkan Surat No. 310/23/07/2017 tanggal 18 Juli 2017, perihal
‘Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan’ dengan segala akibat hukumnya.
“Memerintahkan
TERMOHON untuk menghentikan penyidikan terhadap SETYA NOVANTO (PEMOHON)
berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No. Sprin.Dik-56/01/07/2017 tanggal 17
Juli 2017.” bunyi petitum ketiga.
Empat, memerintahkan
KPK untuk mencabut penetapan pencegahan terhadap Setnov sejak putusan dalam
perkara ini diucapkan, dalam hal dilakukan pencekalan terhadap Setnov. Lima,
memerintahkan KPK untuk mengeluarkan Setnov dari tahanan apabila Setnov berada
di dalam tahanan sejak putusan dalam perkara ini diucapkan.
“Menyatakan
batal dan tidak sah segala penetapan yang telah dikeluarkan oleh TERMOHON
terhadap SETYA NOVANTO (PEMOHON),” demikian petitum keenam.
Sebelum
bicara tentang proses persidangan dan apa saja yang disiapkan pihak Setnov
maupun KPK, saya coba melakukan penelusuran informasi, data, dan rekam jejak
hakim tunggal Cepi Iskandar dari berbagai sumber.
Dari
laman PN Jaksel, Cepi Iskandar tercatat memiliki nomor induk pegawai (NIP) 195912151988031005.
Pria kelahiran Jakarta, 15 Desember 1959, ini berpangkat Pembina Utama Madya
(IV) golongan (d). Cepi memegang status sebagai hakim madya utama.
Hakim Cepi Iskandar. Sumber foto: Web PN Jaksel |
Sebelum
menjadi hakim PN Jaksel, Cepi pernah menjabat sebagai Ketua PN Purwakarta, Jawa
Barat kurun 2013 - 7 Agustus 2015. Perpindahan tugas dari PN Purwakarta ke PN
Jaksel tersebut tercatat dalam dokumen hasil rapat Hasil Rapat Tim Promosi
Mutasi (TPM) Mahkamah Agung (MA) tertanggal 27 Mei 2015. Nama Cepi berada
diurutan 267 hakim yang dimutasi, dari jabatan Ketua PN Purwakarta menjadi
hakim PN Jakarta Selatan. Di PN Jaksel, Cepi juga pernah diamanahkan sebagai
Kasubag Keuangan, Kasubag Personalia.
Hakim
pemegang gelar akademik Sarjana Hukum dan Master Hukum ini hakikatnya pernah
menjadi Wakil Ketua PN Depok sebelum memegang tampuk kepemipinan di PN
Purwakarta. Jabatan Wakil Ketua PN Depok dipegang Cepi hingga Juli 2013, bila
dilihat dari hasil rapat TPM hakim tertanggal 16 Juli 2013.
Jauh
sebelum itu, Cepi pernah menjadi hakim pada PN Bandung. Di Bumi Parahiyangan,
Cepi sempat dipercaya menjadi Humas PN Bandung. Hal ini diketahui bila dilihat dari
Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri/Hubungan Industrial Bandung Nomor: W11.
U1./1584/KP.04.10/VI/2009 tentang Penunjukkan Hakim Pengawas Bidang tertanggal
11 Juni 2009 yang diteken Ketua PN saat itu Kresna Menon.
Selain
itu, Cepi pernah bertugas di PN Tanjung Karang, Provinsi Lampung. Di Negeri
Tanoh Lada Cepi bertugas kurun 2011-2012. Nah, bagaimana dengan perjalanan
dan sepakterjang hakim Cepi selama bertugas di sejumlah pengadilan tersebut di
atas?
Sebelum
menjawab itu, baiknya kita menyimak data hakim pengadilan negeri yang sudah
bersertifikasi (penanganan perkara) tindak pidana korupsi (tipikor) per Agustus
2016. Berdasarkan data tersebut, hakim Cepi tercatat di urutan 85 sebagai hakim
PN Jaksel yang sudah mengikuti pendidikan dan pelatiahan (diklat) tipikor
angkatan III tahun 2008.
Menariknya
bukan kali ini saja, dalam kaitan dengan gugatan Setnov, hakim Cepi bersentuhan
dengan perkara atau kasus yang ditangani KPK.
Selama bertugas di PN Tanjung Karang, hakim Cepi pernah duduk sebagai
ketua majelis hakim perkara korupsi pengadaan alat Customer Information System
(CIS), untuk mantan General Manager PT. PLN (Persero) Wilayah Lampung, Hariadi
Sadono yang duduk sebagai terdakwa.
Cepi
bersama anggota majelis hakim Mochtar Ali dan Ahmad Baharuddin Naim menghukum Hariadi
dengan pidana penjara selama 4 tahun, denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan
kurungan, dan uang pengganti sebesar Rp 137.380.120 subsidair 2 tahun.
Vonis tersebut dijatuhkan pada Agustus 2011. Perkara Hariadi ditangani JPU pada
KPK yang terdiri atas KMS Abdul Roni, Pulung Rinandoro, dan Dzakiyul Fikri. Ini
sesuai dengan yang tercantum dalam salinan putusan perkara nomor Nomor
3/Pid.TPK/2011/PN.TK atas nama Hariadi.
Selain
itu, Cepi juga pernah memegang palu sebagai ketua majelis hakim perkara
terdakwa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Kota Bandar Lampung
Sauki Shobier, terkait korupsi dana retensi Infrastruktur Rp 1,9 miliar. Sauki
dihukum dengan penjara selama 1 tahun 6 bulan pada Januari 2012. Perkara ini
ditangani Kejaksaan.
Cepi
pun bersentuhan dengan penanganan perkara korupsi di Pengadilan Tipikor
Bandung. Dia duduk sebagai ketua majelis hakim perkara korupsi pengadaan buku
Kimia dan Biologi untuk SLTP se-Jawa Barat senilai Rp 14,4 miliar dengan
kerugian Rp 4,9 miliar.
Perkara
yang ditangani Cepi dengan terdakwa ketua pengadaan buku SLTP pada Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Joko Sulistio. Joko divonis bebas pada Juli
2007. Padahal sebelumnya terungkap bahwa adanya korupsi diduga terjadi karena penunjukan
langsung PT. Balai Pustaka sebagai penerbit buku. Silakan lihat berita ‘PN
Bandung Putus Bebas Terdakwa Korupsi Dana Buku Rp4,9 Miliar’ yang dilansir Merdeka.com
pada Senin, 30 Juli 2007.
Selain
pidana khusus dalam delik korupsi, hakim Cepi pun pernah menangani pidana umum.
Sebagai contoh, rekam jejaknya di PN Depok ada tiga yang kami hadirkan. Pertama,
Cepi sebagai ketua majelis hakim perkara
pencabulan atas nama terdakwa Diky Ananda Putra (anak dari wakil rektor salah
satu perguruan tinggi swasta di Tangerang). Pada Februari 2013, Diky divonis 5 tahun
penjara.
Kedua,
Cepi dipercaya menjadi ketua majelis perkara pembunuhan yang dilakukan terdakwa
Alfiansyah atau Beben. Majelis memastikan Baben terbukti melakukan pembunuhan
terhadap Dwi Julianti (16 tahun). Beben dijatuhi pidana penjara selama 15 tahun
pada Juli 2012.
Ketiga,
Cepi juga menjadi ketua majelis perkara penjualan bayi atas nama terdakwa Mery
Susilawati. Mery divonis 6 tahun bui pada Juli 2012.
Di
PN Depok, Cepi beberapa kali menangani perkara gugatan perdata. Satu di
antaranya, gugatan yang diajukan Prihatini Rahayu yang diwakili oleh tim kuasa
hukum yang terdiri atas Sugeng Teguh Santoso, Yanuar Prawira Wasesa, dan Martina. Gugatan ini
melawan PT. Bahari Brother Pratama, PT. Interkongaro Mitratama, dan Herry
Wiyono.
Gugatan
ini tertanggal 27 Oktober 2011 dan tercatat dibawah register Nomor: 163/Pdt.G/2011/PN.Dpk.
Perkaranya terkait dengan sengketa sita jaminan terhadap tanah dan bangunan
milik Prihatini Rahayu. Pada Juli 2012, Cepi bersama dua anggota majelis hakim
mengeluarkan putusan, di antaranya, “Menyatakan Pelawan (Prihatini Rahayu ) adalah pemilik yang sah
atas tanah dan bangunan yang terletak dan oleh umum dikenal dengan nama Jalan
Cendana II Nomor : B-16 Cinere Rt.02 Rw.04 Kelurahan Cinere Kecamatan Limo
Depok, berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor : 3816/Cinere yang diterbitkan
oleh Kantor Pertanahan Kota Depok.”
Hakim Cepi saat sidang gugatan praperadilan HT. Sumber foto: SINDOPhoto. |
Rekam
jejak dan sepakterjang hakim Cepi mulai menjadi perhatian publik saat bertugas
di PN Jaksel. Cepi sebagai hakim tunggal menangani sidang gugatan praperadilan
terkait penetapan Ketua Umum Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) sebagai
tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri atas pengiriman pesan singkat (SMS) kepada
Jaksa Yulianto
Tepat
Senin, 17 Juli 2017, hakim Cepi memutuskan menolak permohonan praperadilan yang
diajukan HT. Putusan tersebut banyak mendapat sorotan sejumlah kalangan.
Masih
dari gugatan praperadilan di PN Jaksel. Cepi dipercaya sebagai hakim tunggal
yang menangani gugatan praperadilan yang dimohonkan tersangka Latif Kusuma
melawan Polda Metro Jaya. Latif adalah tersangka kasus dugaan pemalsuan surat-surat
warkah tanah di Cilandak. Pada Maret 2016, Cepi memutuskan memenangkan Latif
dan mengalahkan Polda Metro Jaya.
Di
PN Jaksel, Cepi juga menangani perkara pidana. Sebagai misal, Cepi duduk
sebagai hakim anggota perkara penghinaan Presiden atas nama terdakwa Yulian
Paonganan alias Ongen. Ongen didakwa dengan dugaan pelanggaran Undang-undang
(UU) Pornografi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas unggahan foto
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Nikita Mirzani. Dari lansiran media, pada Mei
2016 Ongen diputus bebas berdasarkan putusan sela. Hal ini juga termuat dalam
salinan putusan perkara nomor: 354/Pid. Sus/2016/PN. JKT. SEL.
Masih
di PN Jaksel, hakim Cepi pun menjadi ketua majelis hakim gugatan PT. Almaron
Perkasa (anak perusahaan Lippo Group) selaku pengembang Super Blok Project Mall
Kemang Village. Perusahaan menggugat tiga orang ahli waris dari almarhum Haji
Saat Bachtiar selaku pemilik tanah seluas 490 M2, dengan Sertifikat Hak Milik
(SHM) Nomor: 4885/Bangka.
Tanah
tersebut terletak di Jalan Kemang VI Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang
Prapatan, Jaksel. Tiga ahli waris tadi yakni Ali Said, Agus Sofyan, dan Nurul
Azizah.
Perkara
berkualifikasi perbuatan melawan hukum ini diputus pada Rabu, 29 Juni 2016.
Dalam pokok perkara ada empat putusan. Pertama, mengabulkan gugatan penggugat (PT.
Almaron Perkasa) untuk sebagian. Kedua, menyatakan Tergugat I dan Tergugat II
telah melakukan perbuatan melawan hukum kepada Penggugat. Ketiga, menghukum
Para Tergugat dan Turut Tergugat untuk tunduk dan taat pada putusan dalam
perkara ini. Terakhir, menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.
Begitulah
narasi panjang hakim Cepi Iskandar dari PN Bandung, Depok, Tanjung Karang hingga
Jaksel. Dengan melihat ragam perkara yang ditangani dan diadili Cepi di atas,
maka layak disimak, dipantau, dan ditunggu
seperti apa proses persidangan gugatan praperadilan Setya Novanto. Yang
jelas kita tetap memberikan optimisme dan harapan besar hakim Cepi akan
bertindak sesuai dengan tugasnya sebagai penegak keadilan hukum.
Apakah
Setya Novanto yang memenangkan pertarungan atau KPK malah yang menang? Kita
akan melihat siapa yang akan bertepuk tangan dan membusungkan dada.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar