Beberapa pekan lalu sempat ramai beredar di media
sosial tentang meme berisi pernyataan dari terdakwa pemberi suap So Kok
Seng alias Tan Frenky Tanaya alias Aseng.
Sumber: google |
Untuk diketahui, Aseng adalah Komisaris Utama PT.
Cahayamas Perkasa yang menjadi terdakwa pemberi suap lebih dari Rp 18,7 miliar.
Perkara atas nama Aseng diselidiki dan disidik hingga dituntut Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Isi tulisan saya ini sebenarnya pernah tercantum dalam
sebagian cuitan saya sebelumnya dengan dengan hastag #faktasebenarnyamemeaseng.
Cuitan saya sebelumnya dan tulisan ini tentu saja saya dasari dari hasil
persidangan perkara suap terdakwa Aseng dan terdakwa lain sebelumnya.
Suap terkait dengan pengurusan pengusulan dan
pengesahan program aspirasi Komisi V DPR ke APBN 2015 dan 2016 Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Program aspirasi tersebut dalam bentuk proyek infrastruktur (jalan),
khususnya di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Maluku dan Maluku Utara
berada di bawah wilayah kerja Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX.
Di meme tadi ada kutipan langsung “5 MILIAR
ITU UNTUK KPK, TAPI SAYA DIMINTA BERBOHONG” dan tanda pagar #KPKMULAITERBONGKAR.
Di bagian kanan bawah, meme itu
menyertakan sumber kutipannya dari Detik.com. Mungkin
maksudnya berita Detik.com dengan judul ‘Divonis 4 Tahun Bui, Aseng
Bantah Beri Uang ke Anggota DPR’,
yang dilansir Senin, 31 Juli 2017.
Menarik kalau melihat pernyataan Aseng tentang uang Rp
5 miliar. Aseng menyebutkan, “Penyidik itu pernah bilang ke saya jangan bilang
ke KPK, tapi bilang buat sisa fee. ... KPK tidak punya data itu semua,
saya yang buka ke penyidik, tapi penyidik selalu untuk berbohong ke Yudi dan
Musa. Kalau Kurniawan kasih ke Yudi tidak tahu.”
Dalam meme tertulis, keterangan tersebut
disampaikan Aseng di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 31 Juli 2017. Tapi
si pembuat meme tidak mencantumkan apakah dalam sidang atau setelahnya. Padahal
kalau merujuk sumber berita Detik.com tadi, pernyataan diberikan Aseng
seusai sidang putusan vonis atas nama Aseng. Harusnya si pembuat meme
mencantumkan keterangan ‘seusai sidang’. Jangan seolah-olah di dalam
persidangan.
Dari sisi semiotika komunikasi, ada sedikitnya 4 pesan
yang disampaikan si pembuat meme (komunikator) kepada pembaca meme
(komunikan). Satu, ingin menunjukkan bahwa ada kebobrokan di internal KPK.
Kebobrokan itu tentang dugaan aliran uang ke oknum internal.
Dua, ada
penyimpangan oknum penyidik saat melakukan pemeriksaan dengan meminta Aseng
berbohong. Tiga, secara tidak langsung menafikan bahwa uang Rp 5
miliar tersebut bukan untuk tersangka penerima suap Yudi Widiana Adia. Yudi adalah
Wakil Ketua Komisi V DPR RI yang sudah dirotasi jadi anggota Komisi VI, dari
Fraksi PKS. Artinya si pembuat meme ingin menggugurkan sangkaan yang
diterapkan KPK saat penetapan dan pengumuman status Yudi sebagai tersangka
sebelumnya.
Empat, meme tersebut ingin membantah pernyataan
Muhammad Kurniawan dalam persidangan Aseng sebelumnya. Kurniawan adalah anggota
DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PKS. Kurniawan alias Iwan juga merupakan mantan
staf honorer Fraksi PKS di Komisi V DPR.
Lantas apakah pernyataan Aseng seusai pembacaan
putusan tersebut kuat, terutama melihat isi meme? Pernyataaan Aseng tentang
indikasi atau dugaan aliran uang ke oknum internal KPK sebenarnya bukan sekali
itu saja atau setelah sidang putusannya saja.
Aseng usai sidang pembacaan putusan. Foto: Sabir Laluhu. |
Dalam pemeriksaan sebagai terdakwa, tanggapan Aseng
atas kesaksian Kurniawan di persidangan, dan saat Aseng jadi saksi untuk
terdakwa sebelumnya, sebenarnya Aseng juga sudah menyampaikan ada dugaan
alokasi uang itu. Hal tersebut menurut Aseng, berdasarkan permintaan Kurniawan
kepada Aseng dalam sambungan telepon.
Saat Aseng diperiksa sebagai terdakwa pada Rabu, 12
Juli 2017 lalu, Iskandar Marwanto selaku Ketua Jaksa Pentuntut Umum (JPU) pada KPK
yang menangani perkara Aseng, mempertanyakan ke Aseng alasan penyerahan uang ke
Kurniawan dalam bentuk USD214.300 (setara hampir Rp 3 miliar) pada Desember
2015 dan USD140.000 (hampir Rp 2 miliar) pada 17 Januari 2016.
Iskandar mengingatkan, penyerahan USD140.000 tadi berlangsung
3 hari setelah Damayanti Wisnu Putranti, Abdul Khoir, Dessy A. Edwin, dan Julia
Prasetyarini ditangkap KPK pada 14 Januari 2016. Damayanti merupakan anggota
Komisi V DPR dari Fraksi PDIP dan sudah dipecat selepas penangkapan dan penetapan
tersangka, Khoir menjabat Direktur Utama PT. Windhu Tunggal Utama, Dessy
sebagai ibu rumah tangga dan teman sosialita Damayanti, dan Julia adalah agen
asuransi yang juga teman sosialita Damayanti. Damayanti, Khoir, Dessy, dan Julia kini sudah terpidana.
Mendengar pertanyaan JPU Iskandar, Aseng mengatakan
sebelum penyerahan uang tersebut, Kurniawan lebih dulu menelepon Aseng.
Kurniawan mengutarakan bahwa Aseng sudah menjadi target KPK. Karenanya untuk
pengamanan status dan kasus Aseng di KPK, maka harus disediakan uang.
JPU Iskandar lantas mengonfirmasi ulang apakah Aseng
langsung percaya dengan penyampaian Kurniawan dan/atau merasa tertipu. Apa
jawab Aseng? Aseng menjawab begini, “Sebetulnya (sebelumnya) saya di awal
antara yakin dan tidak. Tapi setelah pak Abdul (Abdul Khoir) ditangkap, saya
yakin 100 persen bahwa apa yang disampaikan Kurniawan itu benar bahwa saya
sudah diikuti KPK dan Maluku sudah jadi target yang mulia. Tidak tahu yang Rp 3
miliar itu (Kurniawan) kasih ke siapa di KPK. Saya tidak tahu. Yang tahu
Kurniawan yang mulia. Saya percaya karena pak Abdul ditangkap, kantor saya
digeledah di Ambon.”
Kurniawan saat bersaksi di persidangan Aseng pada
Kamis, 6 Juni 2017 memastikan, ada total sekitar Rp 11 miliar untuk Yudi
Widiana Adia dari Aseng. Termasuk di dalamnya angka USD214.300 (sekitar Rp 3
miliar) pada Desember 2015 dan USD140.000 (sekitar Rp 2 miliar) pada 17 Januari
2016. Lihat berita Koran Sindo
dengan judul ‘Saksi Benarkan Yudi Widiana Terima Suap Rp11 Miliar’, edisi 9
Juni 2017.
Keseluruhan
uang suap tersebut diserahkan ke Kurniawan ke Yudi lewat Asep alias Paroli atas
perintah Yudi. Bagaimana Yudi? Yudi yang maju ke Senayan dari daerah pemilihan
Jawa Barat IV ini sudah membantah menerima uang suap. Lihat berita Koran
Sindo berjudul ‘Yudi Widiana Ungkap Jatah Pimpinan Komisi V’ edisi 23 Juni
2017.
Kita kembali ke kesaksian Kurniawan. Setelah Kurniawan bersaksi, Aseng diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk menanggapi. Aseng kukuh bahwa penyerahan Rp 3 miliar ke Kurniawan tersebut untuk mengurusi pengamanan kasus dan status Aseng di KPK. Tapi, Kurniawan tetap menegaskan, uang tadi adalah sisa komitmen fee 5 persen dari pengurusan program aspirasi Yudi pada 2015. Lihat berita Kompas.com dengan judul ‘Menurut Terdakwa, Politisi PKS Minta Uang Rp 3 Miliar untuk Amankan KPK’, yang dilansir Kamis, 8 Juni 2017.
Kita kembali ke kesaksian Kurniawan. Setelah Kurniawan bersaksi, Aseng diberikan kesempatan oleh majelis hakim untuk menanggapi. Aseng kukuh bahwa penyerahan Rp 3 miliar ke Kurniawan tersebut untuk mengurusi pengamanan kasus dan status Aseng di KPK. Tapi, Kurniawan tetap menegaskan, uang tadi adalah sisa komitmen fee 5 persen dari pengurusan program aspirasi Yudi pada 2015. Lihat berita Kompas.com dengan judul ‘Menurut Terdakwa, Politisi PKS Minta Uang Rp 3 Miliar untuk Amankan KPK’, yang dilansir Kamis, 8 Juni 2017.
Saat Aseng menjadi saksi di persidangan terdakwa Abdul
Khoir pada Senin, 18 April 2016, Aseng juga menyebut dugaan
yang sama. Saya sudah mengutarakannya dalam tulisan ‘Kode Dagang Komisi Basah’
di buku saya berjudul ‘Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi’. Sebelumnya penulisan
nama Aseng masih tertulis ‘Asenk’. Lihat gambar dari buku saya ini.
Sampai di sini, kita bisa melihat bahwa mungkin saja Aseng
tidak konsisten dengan angka uang diduga untuk oknum di KPK. Mulanya Aseng menysebut
Rp 3 miliar dalam sidang. Tapi usai vonis kata Aseng Rp 5 miliar. Angka uang
saja Aseng tidak konsisten, apalagi kebenaran peruntukkannya.
Saya tidak mau berspekulasi bahwa penyidik meminta
Aseng berbohong atau tidak tentang peruntukkan uang. Tapi dari fakta-fakta
sidang yang tidak sepihak hanya dengan keterangan Aseng, nyatanya memang uang tersebut
sisa komitmen fee untuk Yudi.
Saat pertama kali kesaksian Aseng dalam persidangan
Khoir muncul, saya coba bergerilya mencari informasi di internal KPK. Tim dari
Direktorat Pengawas Internal (PI) pada Kedeputian Pengawas Internal dan Pengaduan
Masyarakat (PIPM) KPK rupanya sudah menelusuri benar atau tidak kesaksian
Aseng. Hasilnya nihil.
Saat Aseng menjadi tersangka dan kemudian duduk sebagai
terdakwa, saya berbincang dengan sekitar 2 JPU yang menangani perkara Aseng. Mereka
membenarkan, ada sadapan pembicaraan Aseng dan Kurniawan bahwa Kurniawan meminta
uang yang direncanakan untuk oknum di KPK. Dalam sambungan telepon, memang
Kurniawan menyebut uang untuk mengamankan kasus dan posisi Aseng.
Seperti yang saya katakan tadi, tim PI KPK sempat menelusuri
informasi tersebut yang ada sadapannya. Ternyata dari pengakuan JPU itu, memang
tidak ada eksekusi penyerahan uang ke oknum internal KPK untuk tujuan tadi. Sambungan
telepon Kurniawan bahkan dipantau tim KPK secara instensif. Rupanya, tidak ada
pembicaraan Kurniawan dengan oknum internal KPK, baik untuk pengamanan Aseng maupun
penyerahan uang.
Dalam persidangan, Kurniawan mengakui pernah
berkomunikasi lewat telepon seluler (ponsel) dengan Aseng, Yudi, dan Asep alias
Paroli. Bahkan kemudian lewat Short Message Service (SMS) Kurniawan dan
Yudi menggunakan sandi-sandi untuk memuluskan aksi mereka. Sandi ‘juz’ untuk
perujuk uang suap, ‘liqo’ untuk pertemuan pembicaraan pengurusan dan penyerahan
uang suap, ‘ikhwah Ambon’ sebagai kata pengganti bagi Aseng, dan ‘bapak Y’
sebagai kode untuk Yudi. Silakan lihat berita Sindonews.com berjudul ‘Jadi
Saksi Kasus Korupsi, Politikus PKS Akui Gunakan Sandi Juz dan Liqo’, dilansir
pada Kamis, 8 Juni 2017.
Dalam persidangan saat Kurniawan bersaksi, JPU memang
tidak memutarkan sadapan percakapan ponsel antara Kurniawan dengan Aseng. Khususnya,
tentang permintaan Kurniawan agar Aseng menyediakan uang guna pengamanan Aseng
di KPK. Kenapa tidak diputarkan? Karena Kurniawan mengakui semua perbuatannya,
yang dilakukan, dan dialami.
Pertimbangan Majelis Hakim
Sehubungan dengan perdebatan benar tidak-nya peruntukkan
uang ke oknum internal KPK, baiknya saya hadirkan pertimbangan majelis hakim
Pengadilan Tipikor Jakarta atau analisa yuridis atas fakta-fakta hukum dalam
putusan Aseng. Pertimbangan dan amar putusan dibacakan pada Senin, 31 Juli 2017.
Pertimbangan tersebut dibacakan anggota majelis hakim
Sigit Herman Binaji. Secara keseluruhan, majelis hakim memastikan Aseng
memberikan suap dengan total mencapai lebih dari Rp 18,7 miliar untuk empat
penerima suap. Apa tujuannya? Hakim
Sigit memastikan, “Dengan maksud memuluskan perusahaan terdakwa (Aseng) memperolah
pekerjaan infrastruktur di Maluku.”
Para penerima suap dari Aseng yakni, pertama, terpidana
Damayanti dengan nilai Rp 330 juta. Kedua, sekitar Rp 4,4 miliar kepada terdakwa
penerima suap Musa Zainuddin. Musa merupakan anggota Komisi V merangkap Ketua
Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB di Komisi V sekaligus Ketua DPW PKB Provinsi
Lampung.
Ketiga, mencapai Rp
11,5 miliar kepada Yudi Widiana Adia. Sebelumnya JPU dalam tuntutan terhadap
Aseng menyebutkan, uang yang diberikan Aseng terpecah sekitar Rp 7 miliar untuk
Yudi dan sekitar Rp 2,5 miliar yang dipergunakan Kurniawan. Hakim Sigit
memastikan, total mencapai Rp 11,5 miliar diberikan Aseng ke Yudi lewat
Kurniawan lebih dulu singgah atau diperantarai oleh Asep alias Paroli.
Hakim Sigit menegaskan seluruh pemberian uang Aseng ke
Yudi punya alasan. “Terdakwa (Aseng) memberikan uang kepada M. Kurniawan karena
sudah memasukan program aspirasi milik Yudi Widiana Adia di BPJN IX Maluku.”
Dari angka tersebut, saya akan menuturkan silang
sengketa terkait total Rp 5 miliar yang jadi objek diutarakan Aseng.
Hakim Sigit membeberkan, pada 30 Desember 2015, Aseng menyerahkan uang kepada Kurniawan sebesar USD214.300 atau senilai Rp 3 miliar. Selanjutan uang tersebut diberikan Kurniawan kepada Asep alias Paroli. Sebelum uang diserahkan Aseng, “Terdakwa berbicara dengan Yudi Widiana Adia yang disambungkan M. Kurniawan menggunakan faceTM (aplikasi facetime) melalui iPhone. ... Terdakwa menyerahkan uang setara Rp 3 miliar kepada M. Kurniawan, menurut keterangan terdakwa karena terdakwa sudah dipantau oleh KPK. Namun di persidangan keterangan terdakwa tersebut dibantah oleh M. Kurniawan, bahwa uang tersebut bukan ke KPK namun untuk kekurangan fee yang harus dibayar terdakwa.”
Hakim Sigit membeberkan, pada 30 Desember 2015, Aseng menyerahkan uang kepada Kurniawan sebesar USD214.300 atau senilai Rp 3 miliar. Selanjutan uang tersebut diberikan Kurniawan kepada Asep alias Paroli. Sebelum uang diserahkan Aseng, “Terdakwa berbicara dengan Yudi Widiana Adia yang disambungkan M. Kurniawan menggunakan faceTM (aplikasi facetime) melalui iPhone. ... Terdakwa menyerahkan uang setara Rp 3 miliar kepada M. Kurniawan, menurut keterangan terdakwa karena terdakwa sudah dipantau oleh KPK. Namun di persidangan keterangan terdakwa tersebut dibantah oleh M. Kurniawan, bahwa uang tersebut bukan ke KPK namun untuk kekurangan fee yang harus dibayar terdakwa.”
Kemudin lanjut hakim Sigit: “(Sebelumnya) pada
pertemuan di Hotel Ambon Manise, M. Kurniawan meminta kepada terdakwa agar
direalisasikan sisa uang komitmen fee proyek tahun 2015 milik Yudi
Widiana Adia, sejumlah Rp 3 miliar.” Kemudian, hakim Sigit menguraikan, pada 17
Januari 2016 Aseng menyerahkan kepada Kurniawan uang komitmen fee Yudi sebesar
USD140.000.
Penerima terakhir dari Aseng yaitu terpidana Amran HI Mustary sebesar Rp
2,5 miliar. Penerimaan terjadi saat Amran masih menjabat sebagai kepala BPJN
IX. Uang tersebut kemudian dipergunakan Amran di antaranya untuk
tunjangan hari raya dan tahun baru para pejabat Kementerian PUPR. Ketika Amran masih berstatus sebagai tersangka di KPK, Amran dicopot dari
jabatannya.
Karenanya, hakim Sigit mengungkapkan, majelis hakim tidak menemukan alasan
pembenar dan pemaaf atas perbuatan pemberian suap lebih Rp 18,7 miliar, maka Aseng harus dijatuhi pidana yang
sesuai dengan perbuatannya. “Terdakwa mengetahui pemberian uang tersebut untuk
memasukan program aspirasi dalam APBN Kementerian PUPR kemudian disetujui agar
dikerjakan terdakwa di Maluku dan Maluku Utara,” tegasnya.
Fakta persidangan, bukti-bukti, alat bukti (termasuk
SMS dan percakapan via iPhone), sampai putusan atas nama Aseng sudah
jelas dan terang. Terus masih ada yang
mau membela dan mempercayai omongan Aseng, apalagi hanya dengan satu gambar meme?
Saya sih ogah.
Kalau Aseng dan tim penasihat hukumnya tidak terima dengan
putusan pidana penjara 4 tahun dan pertimbangan putusan, ya maka silakan mereka
mengajukan banding. Mekanisme hukum berupa banding rasa menjadi ruang tepat
agar beradu argumentasi lanjutan dengan KPK. Kalau belum cukup puas dengan
putusan banding misalnya, ya silakan ajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Semua argumentasi atau bukti-bukti yang dimiliki pihak Aseng bisa dituangkan di
memori permohonan.
Para pembaca yang saya hormati, proyek-proyek infrastruktur
berupa jalan yang menjadi objek penyuapan yang berhubungan dengan Aseng kalau
ditotal nilai proyeknya hampir Rp 198 miliar. Sebagaimana disebutkan majelis
hakim, proyek-proyek tersebut rencananya dikerjakan Aseng.
Sekali lagi, masih percaya dan membela Aseng? Atau,
percaya putusan yang dijatuhkan majelis hakim? Terakhir pesan saya seperti
tulisan dalam kaos di bawah ini.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar