Sabir Laluhu
Sebenarnya ada banyak hal menarik dari tertangkap tangannya Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yang kini nonaktif, Antonius Tonny Budiono. Tentu ini selain total Rp20,074 miliar dengan terbagi Rp1,174 miliar dalam empat kartu anjungan tunai mandiri (ATM) dan Rp18,9 miliar dalam 33 tas ransel.
Sebenarnya ada banyak hal menarik dari tertangkap tangannya Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yang kini nonaktif, Antonius Tonny Budiono. Tentu ini selain total Rp20,074 miliar dengan terbagi Rp1,174 miliar dalam empat kartu anjungan tunai mandiri (ATM) dan Rp18,9 miliar dalam 33 tas ransel.
Hal menarik ini tentu saja terlepas
dari penyebutan uang hasil operasi tangkap tangan (OTT) terhadap
Tonny sebagai hasil terbesar sepanjang sejarah OTT yang dilakukan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal menarik tersebut akan diutarakan dua. Pertama, modus baru yang digunakan Tonny bersama di antaranya tersangka pemberia suap Komisaris PT Adhiguna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan. Kemudian, kedua adalah penggunaan uangnya ke mana atau untuk kepentingan apa saja. Karenanya, dalam tulisan ini seperti sebelumnya kultweet saya tentang Dirjen Hubla nonaktif A. Tonny Budiono yakni, Tonny diduga memakai uang yang diduga suap untuk 'jajan' cewek seksi.
Bicara modus baru tentu sudah ada yang dijelaskan Wakil Ketua KPK Basaria Panjatian saat konferensi pers pada Kamis, 24 Agustus 2017 bahwa 'Kasus Suap Dirjen Hubla Kemenhub Gunakan Modus Baru'. Dua hal tadi dengan sedikit tambahan modus atau pola baru akan saya urai. Ini berdasarkan infomasi dari sumber internal KPK yang melakukan pemantauan dan penangkapan terhadap para pihak, termasuk Tonny pada Rabu, 23 Agustus 2017.
Tim KPK sebenarnya menelusuri pola penerimaan uang Dirjen Hubla nonaktif Tonny tidak dalam waktu singkat. Boleh dibilang sangat lama. Pemantauan dan pemastian pola atau modus Tonny oleh tim KPK RI selama 2 TAHUN!!! Lihat saja tahun sangkaan terhadap Tonny, perizinan dan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Hubla kurun 2016-2017. Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah hanyalah salah satu saja.
"Kita cari pola dugaan penerimaan suapnya ATB (Tonny) itu sangat lama sekali. Kalau nggak salah sekitar 2 tahun baru bisa didapat dan dipastikan polanya," ujar seorang sumber kepada penulis pada Kamis, 24 Agustus 2018 malam.
Pola yang dimaksud, yakni diduga para pihak yang berkepentingan dengan Tonny menggunakan cara berlapis. Pertama, diduga para pihak termasuk tersangka pemberi suap Komisaris Adiputra Kurniawan, bersepakat untuk memberikan uang ke Tonny tidak dengan cara tunai. Ingat, diduga bukan hanya satu sekadar dari Adiputra Kurniawan dan sekadar satu proyek. Kedua, karenanya maka para pihak termasuk Adiputra membuat dan membuka rekening disertai ATM bukan atas nama yang membuka rekening dan bukan atas nama Tonny.
Ketiga, pemilik rekening atau nama yang dipergunakan untuk rekening tersebut tidak ada kaitan dengan Tonny. Keempat, ATM yang sudah dibuatkan itu diberikan para pihak terduga pemberi uang termasuk Adiputra ke Tonny. Terakhir setelah uang masuk dalam rekening, uang lantas dicairkan atau ditarik Tonny. Ada juga yang ditransfer Tonny ke pihak lain.
Hal menarik tersebut akan diutarakan dua. Pertama, modus baru yang digunakan Tonny bersama di antaranya tersangka pemberia suap Komisaris PT Adhiguna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan. Kemudian, kedua adalah penggunaan uangnya ke mana atau untuk kepentingan apa saja. Karenanya, dalam tulisan ini seperti sebelumnya kultweet saya tentang Dirjen Hubla nonaktif A. Tonny Budiono yakni, Tonny diduga memakai uang yang diduga suap untuk 'jajan' cewek seksi.
Bicara modus baru tentu sudah ada yang dijelaskan Wakil Ketua KPK Basaria Panjatian saat konferensi pers pada Kamis, 24 Agustus 2017 bahwa 'Kasus Suap Dirjen Hubla Kemenhub Gunakan Modus Baru'. Dua hal tadi dengan sedikit tambahan modus atau pola baru akan saya urai. Ini berdasarkan infomasi dari sumber internal KPK yang melakukan pemantauan dan penangkapan terhadap para pihak, termasuk Tonny pada Rabu, 23 Agustus 2017.
Tim KPK sebenarnya menelusuri pola penerimaan uang Dirjen Hubla nonaktif Tonny tidak dalam waktu singkat. Boleh dibilang sangat lama. Pemantauan dan pemastian pola atau modus Tonny oleh tim KPK RI selama 2 TAHUN!!! Lihat saja tahun sangkaan terhadap Tonny, perizinan dan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Hubla kurun 2016-2017. Proyek Pengerukan Alur Pelayaran di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah hanyalah salah satu saja.
"Kita cari pola dugaan penerimaan suapnya ATB (Tonny) itu sangat lama sekali. Kalau nggak salah sekitar 2 tahun baru bisa didapat dan dipastikan polanya," ujar seorang sumber kepada penulis pada Kamis, 24 Agustus 2018 malam.
Pola yang dimaksud, yakni diduga para pihak yang berkepentingan dengan Tonny menggunakan cara berlapis. Pertama, diduga para pihak termasuk tersangka pemberi suap Komisaris Adiputra Kurniawan, bersepakat untuk memberikan uang ke Tonny tidak dengan cara tunai. Ingat, diduga bukan hanya satu sekadar dari Adiputra Kurniawan dan sekadar satu proyek. Kedua, karenanya maka para pihak termasuk Adiputra membuat dan membuka rekening disertai ATM bukan atas nama yang membuka rekening dan bukan atas nama Tonny.
Ketiga, pemilik rekening atau nama yang dipergunakan untuk rekening tersebut tidak ada kaitan dengan Tonny. Keempat, ATM yang sudah dibuatkan itu diberikan para pihak terduga pemberi uang termasuk Adiputra ke Tonny. Terakhir setelah uang masuk dalam rekening, uang lantas dicairkan atau ditarik Tonny. Ada juga yang ditransfer Tonny ke pihak lain.
Sampai di sini, pola atau modus ini
beberapa hampir sama dengan yang diutarakan Basaria Panjaitan saat
konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis, 24 Agustus 2017
malam.
Lantas kenapa Tonny dan para pihak diduga melakukan modus demikian? Sumber internal KPK menyampaikan, "ATB sengaja membuat jaringan terputus melalui akun rekening yang tidak ada kaitannya dengan dia."
Selama kurun 2 tahun itu pula Tonny diduga kemudian menarik dan mencairkan secara bertahap. Tentu dengan 5 mata uang dalam mata uang rupiah, dollar Amerika Serikat (USD), poundsterling, uero, dan ringgit Malaysia. Mata uang tersebut sebagaimana diungkap saat konferensi pers KPK pada Kamis, 24 Agustus 2017 malam.
Lantas kenapa Tonny dan para pihak diduga melakukan modus demikian? Sumber internal KPK menyampaikan, "ATB sengaja membuat jaringan terputus melalui akun rekening yang tidak ada kaitannya dengan dia."
Selama kurun 2 tahun itu pula Tonny diduga kemudian menarik dan mencairkan secara bertahap. Tentu dengan 5 mata uang dalam mata uang rupiah, dollar Amerika Serikat (USD), poundsterling, uero, dan ringgit Malaysia. Mata uang tersebut sebagaimana diungkap saat konferensi pers KPK pada Kamis, 24 Agustus 2017 malam.
Antonius Tonny Budiono. Sumber foto: PPID Kemenhub. |
Sumber mengutarakan, kesemua uang
kemudian dibawa pulang Tonny ke rumah pribadinya di Bintaro dan Mess
Perwira Ditjen Hubla, Jalan Gunung Sahari. yang ditempati Tonny.
Jumlah uang yang diterima sengaja dimasukkan Tonny ke dalam berbagai
tas ransel berjumlah 33 buah.
Sehari berselang atau Jumat, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan informasi lanjutan. Bahwa, ada 7 jenis mata uang yang disita dalam 33 tas ransel di Mess Perwira Ditjen Hubla. Masing-masing, uang sebesar USD479.70, SGD660.249, poundsterling Inggris senilai GBP15.540, dong Vietnam sejumlah VND50.000, mata uang Euro senilai EUR4.200, ringgit Malaysia sebesar RM11.212, dan mata uang rupiah sekitar Rp5,7 miliar.
Sehari berselang atau Jumat, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan informasi lanjutan. Bahwa, ada 7 jenis mata uang yang disita dalam 33 tas ransel di Mess Perwira Ditjen Hubla. Masing-masing, uang sebesar USD479.70, SGD660.249, poundsterling Inggris senilai GBP15.540, dong Vietnam sejumlah VND50.000, mata uang Euro senilai EUR4.200, ringgit Malaysia sebesar RM11.212, dan mata uang rupiah sekitar Rp5,7 miliar.
Sumber
internal KPK menyebutkan, dari uang-uang tersebut baik yang masih
dalam ATM maupun 33 ransel kemudian dipakai Tonny untuk berbagai
kepentingan. Hingga tersisa setara Rp18,9 miliar dalam 33 tas ransel
dan Rp1,174 miliar di ATM, yang disita KPK saat OTT. Poin kedua,
tentang penggunaan uang oleh Tonny. Dari penelusuran dan pemantauan
tim KPK di lapangan yang terbilang lama, tim mendapat temuan
mencengangkan.
Diduga dari uang-uang yang sudah
diterima Dirjen Hubla Tonny ada pernah dipergunakan untuk 'jajan'
perempuan di hotel. Atau dengan kata lain, Tonny diduga membayar
perempuan bahenol nan seksi yang berhubungan badan dengan Tonny di
kamar hotel. Bahkan pola 'jajan' Dirjen Hubla Tonny itu diduga
minimal sekali dalam satu minggu (pekan). Intinya, Tonny membuka atau
memesan kamar hotel diduga untuk memuaskan birahinya. Duh..luar biasa
bukan?
"Uang yang sudah dicairkan atau ditarik dari ATM ada yang dipakai untuk 'jajan' cewek. Tiap minggu minimal sekali pasti 'jajan'. Buka kamar hotel. Ceweknya ya cantik-cantik, seksi lagi. Hotelnya ada yang di Jakarta, di kota tua," tegas sumber internal KPK.
Secara keseluruhan, semua hal tersebut terungkap dari proses yang panjang, tidak serta merta. Mulai dari penyelidikan tertutup, penelusuran informasi, hingga terakhir pemantauan di lapangan dan penyadapan. Seperti kita ketahui, selepas penangkapan Tonny disertai penetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK, Tonny dinonaktifkan dari jabatan Dirjen Hubla.
Sumber lain di internal KPK menyebutkan, beberapa jam sebelum Tonny diciduk di Mess Perwira Ditjen Hubla sebenarnya tim menguntit Tonny dari sebuah tempat. Sumber ini tidak membantah dan tidak membenarkan apakah sebuah tempat itu adalah hotel atau bukan yang berada di dekat Mess tersebut. Dia hanya tersenyum sembari mengatakan, "Ya wartawan lebih tahu lah. Kalau yang hotel-hotel (diduga tempat eksekusi birahi Tonny) terlalu banyak."
Para pembaca, sebenarnya penggunaan uang Tonny 'untuk ke hotel' sudah diungkap Basaria Pajaitan saat konferensi pers penetapan Tonny dan Adiputra sebagai tersangka. Tapi informasi yang diutarakan Basaria tidak detil. Basaria hanya menyebutkan, uang-uang yang diduga diterima Tonny bisa dipergunakan untuk beberapa kebutuhan dan kepentingan. Ada yang bisa ditransfer ke anak Tonny, ada juga yang dipakai untuk ke hotel.
"Karena sebelumnya ada uang yang sudah dipakai. Penerima dalam hal ini ATB (Tonny) diduga terus menerus menggunakan ATM dalam berbagai transaksi. Dari yang kita telusuri transaksi yang dilakukan ATB dikirim ke anaknya, dipakai ke hotel (sewa kamar hotel), dan bisa ke mana saja," ucap Basaria.
Febri Diansyah mengaku belum menerima informasi apakah benar uang-uang yang diduga diterima Tonny ada yang dipergunakan untuk kepentingan membayar perempuan seksi yang melayani birahi Tonny di sejumlah hotel. Menurut Febri, hal tersebut terlalu teknis dan masuk dalam materi penyidikan. Karena dia belum bisa memastikan apakah dugaan tersebut bisa dikategorikan masuk dalam unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Uang yang sudah dicairkan atau ditarik dari ATM ada yang dipakai untuk 'jajan' cewek. Tiap minggu minimal sekali pasti 'jajan'. Buka kamar hotel. Ceweknya ya cantik-cantik, seksi lagi. Hotelnya ada yang di Jakarta, di kota tua," tegas sumber internal KPK.
Secara keseluruhan, semua hal tersebut terungkap dari proses yang panjang, tidak serta merta. Mulai dari penyelidikan tertutup, penelusuran informasi, hingga terakhir pemantauan di lapangan dan penyadapan. Seperti kita ketahui, selepas penangkapan Tonny disertai penetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK, Tonny dinonaktifkan dari jabatan Dirjen Hubla.
Sumber lain di internal KPK menyebutkan, beberapa jam sebelum Tonny diciduk di Mess Perwira Ditjen Hubla sebenarnya tim menguntit Tonny dari sebuah tempat. Sumber ini tidak membantah dan tidak membenarkan apakah sebuah tempat itu adalah hotel atau bukan yang berada di dekat Mess tersebut. Dia hanya tersenyum sembari mengatakan, "Ya wartawan lebih tahu lah. Kalau yang hotel-hotel (diduga tempat eksekusi birahi Tonny) terlalu banyak."
Para pembaca, sebenarnya penggunaan uang Tonny 'untuk ke hotel' sudah diungkap Basaria Pajaitan saat konferensi pers penetapan Tonny dan Adiputra sebagai tersangka. Tapi informasi yang diutarakan Basaria tidak detil. Basaria hanya menyebutkan, uang-uang yang diduga diterima Tonny bisa dipergunakan untuk beberapa kebutuhan dan kepentingan. Ada yang bisa ditransfer ke anak Tonny, ada juga yang dipakai untuk ke hotel.
"Karena sebelumnya ada uang yang sudah dipakai. Penerima dalam hal ini ATB (Tonny) diduga terus menerus menggunakan ATM dalam berbagai transaksi. Dari yang kita telusuri transaksi yang dilakukan ATB dikirim ke anaknya, dipakai ke hotel (sewa kamar hotel), dan bisa ke mana saja," ucap Basaria.
Febri Diansyah mengaku belum menerima informasi apakah benar uang-uang yang diduga diterima Tonny ada yang dipergunakan untuk kepentingan membayar perempuan seksi yang melayani birahi Tonny di sejumlah hotel. Menurut Febri, hal tersebut terlalu teknis dan masuk dalam materi penyidikan. Karena dia belum bisa memastikan apakah dugaan tersebut bisa dikategorikan masuk dalam unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Yang pasti pengusutan jumlah total
uang yang diduga diterima Tonny dari berbagai pihak serta
penggunaan-penggunaanya dan mutasi (tranfser) ke rekening lain tetap
dilakukan KPK. "Jumlah ini (dugaan uang yang diterima Tonny)
tentu masih dapat terus bertambah sesuai pendalaman informasi yang
kita lakukan," tegasnya.
Saat merampungkan pemeriksaan dan pertama ditahan KPK pada Jumat, 25 Agustus 2017 dini hari, Tonny membantah tentang adanya penggunaan uang yang diduga diterima untuk membayar perempuan seksi demi kepentingan pemuasan birahi di berbagai hotel di Jakarta. Tonny tampak kaget saat disinggung dugaan tersebut. Sekali lagi bagi Tonny dugaan tersebut tidak benar. Yang ada, tutur dia, kegunaan pertama uang dikumpulkan adalah untuk operasional. Kedua, untuk sumbangan kegiatan sosial.
"Saya kadang-kadang ada kebutuhan yatim piatu, ada acara saya nyumbang. Ada gereja rusak saya sumbang. Ada juga sekolah rusak saya sumbang. Jadi untuk kebutuhan sosial. Sudah ada, ada (yang diberikan sebelumnya)," tandas mantan stat ahli Menhub Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan ini.
Sebelum dugaan pola 'jajan' perempuan seksi oleh Tonny terdengar, kita pasti pernah dengar dan lihat berita yang hampir serupa. Misalnya, tentang terpidana Ahmad Fathanah yang sebelumnya ditangkap saat berhubungan badan dengan seorang mahasiswi yang dibayar Rp10 juta. Belum lagi untuk karaoke dengan ditemani perempuan seksi seperti dalam kasus terpidana eks hakim Setyabudi Tejohcahyono. Rasanya penggunaan uang hasil korupsi (termasuk delik penerimaan suap) untuk main seks/pemenuhan birahi kembali dan akan terus terulang.[]
Saat merampungkan pemeriksaan dan pertama ditahan KPK pada Jumat, 25 Agustus 2017 dini hari, Tonny membantah tentang adanya penggunaan uang yang diduga diterima untuk membayar perempuan seksi demi kepentingan pemuasan birahi di berbagai hotel di Jakarta. Tonny tampak kaget saat disinggung dugaan tersebut. Sekali lagi bagi Tonny dugaan tersebut tidak benar. Yang ada, tutur dia, kegunaan pertama uang dikumpulkan adalah untuk operasional. Kedua, untuk sumbangan kegiatan sosial.
"Saya kadang-kadang ada kebutuhan yatim piatu, ada acara saya nyumbang. Ada gereja rusak saya sumbang. Ada juga sekolah rusak saya sumbang. Jadi untuk kebutuhan sosial. Sudah ada, ada (yang diberikan sebelumnya)," tandas mantan stat ahli Menhub Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan ini.
Sebelum dugaan pola 'jajan' perempuan seksi oleh Tonny terdengar, kita pasti pernah dengar dan lihat berita yang hampir serupa. Misalnya, tentang terpidana Ahmad Fathanah yang sebelumnya ditangkap saat berhubungan badan dengan seorang mahasiswi yang dibayar Rp10 juta. Belum lagi untuk karaoke dengan ditemani perempuan seksi seperti dalam kasus terpidana eks hakim Setyabudi Tejohcahyono. Rasanya penggunaan uang hasil korupsi (termasuk delik penerimaan suap) untuk main seks/pemenuhan birahi kembali dan akan terus terulang.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar