JAKARTA - Terdapat tiga
alasan mendasar yang diutarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak
melakukan upaya penahanan pasca pemeriksaan perdana Irjen Pol Djoko
Susilo pada Jumat (5/10) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi
simulator kemudi mobil dan motor di Korlantas Mabes Polri tahun anggaran
2011.
Ketua KPK Abraham Samad mengutarakan dua alasan penting.
Pertama kata dia, secara tekhnis penahanan dilakukan jika terdapat 3
pimpinan KPK yang membubuhi tanda tangan di surat penahan yang
disodorkan penyidik usai memeriksa Irjen Djoko. Namun kata dia, hanya
dua pimpinan pada hari Jumat (5/10) yang berada di runga kerjanya yakni,
Zulkarnain dan Busyro Muqoddas. "Saya ke Makassar kakak saya meinggal.
Pak BW (Bambang Widjojanto) ke Samarinda. Sedang Pak Adnan (Adnan Pandu
Praja) ke Malaysia. Jadi kalaupun surat penahanannya sudah ada tidak
bisa langsung ditahan," kata Abraham, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu
(6/10) dini hari.
Dia menuturkan, masyarakat pasti bertanya-tanya
kenapa di saat pemeriksaan tersebut para pimpinan KPK apakah disengaja
atau tidak. Abraham menjelaskan, kepergiannya ke Makassar untuk
menghadiri pemakaman kakaknya yang meninggal dunia. Sementara Bambang
dan Adnan tuturnya, telah memiliki jadwal bertugas atas nama KPK sejak
beberapa bulan lalu.
"Kan anda tahu kemarin malam (Kamis) jam 8
saya dapat kabar dari keluarga di Makassar kakak saya meninggal. Itu kan
di luar dugaan. Di luar kehendak manusia. Kemarin kan saya bilang, saya
akan tunggu itu surat penahanan DS. Kan begitu. Apakah orang meninggal
di sengaja? Tidak. Iya alasan yang tidak bisa ditolak dan dibuat-buat
oleh siapa pun," paparnya. "Pak BW dan Pak Adnan menunaikan tugas untuk
negara," sambungnya.
Alasan kedua kata Abraham, penyidik yang
menangani kasus simolator SIM itu sejak beberapa bulan lalu hingga
menjelang pemeriksaan Irjen Djok terus menghitung kerugian negara dari
kasus senilai Rp198,6 miliar itu. Dia menjelaskan, untuk menghitung
kerugian negara dari akibat penyalahgunaan kewenangan dengan memperkaya
diri yang dilakukan Irjen Djoko KPK melibatkan Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK). "Nah kalau pun kita sudah menghitung keuangan negara,
tapi dari BPK belum selesai tidak bisa langsung ditahan. Karena kalau
tersangka itu ditahan, angka kerugian negaranya harus bisa dipastikan,"
ungkapnya.
Abraham menegaskan, KPK tetap memastikan untuk menahan
mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Mabes Polri itu. Dia
menyatakan, dirinya akan memenuhi janji sesuai yang pernah
disampaikannya. "Cepat atau lambat kita pasti tahannya (Djoko Susilo).
Kita punya strategi untuk penyidikan kasus ini. Masyarakat tinggal
tunggu saja," tegasnya.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang
Widjojanto menyampaikan dua alasan lain. Salah satunya terkait kerugian
negara. Di sisi lain, terdapat satu alasan sebagai lanjutan efek dari
belum ditemukannya angka pasti kerugian negara itu. Menurutnya, faktor
kemanusiaan menjadi pertimbangannya. "Kalau orang mau ditahan harus
diperhitungkan lama penahanan dan proses penyelesaian penyidikan. Kami
minta BPK untuk hitunh kerugain, kalau belum ditemukan terus kita tahan,
proses penyidkan kasusnya bisa lebih panjang. Itu kan kasihan," kata
Bambang di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (6/10) dini hari.
Menurutnya,
rasa 'kasihan' itu tentu menjadi salah satu pertimbangan utama. Dalam
pandangannya, waktu penahanan seseorang tentu memiliki batasan waktu.
Artinya seseorang tidak bisa selamanya ditahan KPK. Saat ditanyakan
apakah KPK takut menahanan jenderal polisi bintang dua atau karena
didahului oleh Mabes Polri yang sudah menahan 4 tersangka, yang 3 di
antaranya sama dengan KPK yakni Brigjen Pol Didik Purnomo, Sukotjo S
Bambang, dan Budi Susilo, Bambang menegaskan, keduanya tidak termasuk
alasan utama. "Jangan dulu-duluan menahan, bukan itu. Bukan juga takut.
Kita juga berpikir, jangan dalam proses penyidikan nanti, belum
ditemukan angka pasti kerugian negaranya, tersangka ditahan,
tersangkanya marah," ungkapnya.
Sementara itu, menurut sumber
internal KPK, alasan lain tidak ditahannya Irjen Djoko adalah KPK
bermaksud menahannya di rumah tahan (Rutan) KPK Militer Kodam Jaya,
Guntur, Jakarta Selatan. Namun kata sumber itu, rutan yang dipinjam KPK
itu belum selesai direnovasi oleh para pekerja yang dipekerjakan KPK.
"Memang salah satu alasannya itu Pak DS rencana kita tahan di rutan
Guntur. Tapi belum selesai kita renov. Makanya penahanan Pak DS
dibatalkan," kata sumber. (SABIR LALUHU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar