Ditulis Senin (26/11/2012)
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai intervensi politik termasuk tekanan dari berbagai pihak sering kali menghambat kinerja lembaga antikorupsi di dunia termasuk Indonesia.
Ketua KPK Abraham Samad menyatakan, kegagalan lembaga antikorupsi acapkali disebabkan oleh dua hal. Pertama tuturnya, tidak adanya dukungan pemerintah atau political will yang cukup. Kedua tuturnya, tekanan dan intervensi politik di sebuah negara pun semakin membuat lembaga antikorupsi tidak bisa bekerja secara maksimal demi kepentingan keadilan hukum.
"Tekanan dan intervensi itu membuat badan antikorupsi tidak mampu bekerja secara maksimal demi penegakan hukum. Seperti yang terjadi di Nigeria, Mongolia dan Afganistan," kata Abraham saat membuka Konferensi Internasional Anti Korupsi 'Principles for Anticorruption Agencies' di Hotel JW Marriot, Jakarta, Senin (26/11/2012).
Dia menuturkan, konfrensi tersebut dilaksanakan untuk berbagi informasi dan pengalaman dari 100 peserta dan 40 lembaga antikorupsi dunia. Menurutnya, setiap negara tentu memiliki pengalaman tersendiri dalam pemberantasan korupsi. intervensi dan tekan itu lanjutnya, merupakan salah contoh yang dapat didiskusikan. "Oleh karena itu, cerita dan pengalaman anda (lembaga antikorupsi) merupakan sesuatu yang berharga untuk diungkap di sini," paparnya.
Dia memaparkan, selama 10 tahun berdiri KPK sudah melaksanakan fungsi pencegahan dan penindakan serta supervisi dengan koordinasi seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No 30/2002. Namun paparnya, skor indeks persepsi korupsi Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain seperti yang dilansir Transparency International Indonesia (TII). "Dengan rentang skor 1-10. Di mana skor 2 itu menunjukkan negara dengan korupsi sangat tinggi dan 10 sebagai negara yang dinilai bersih. Indonesia berada pada skor 3 di tahun 2011," imbuhnya.
Bahkan lanjutnya, menurut hasil survei Political and Economic Risk Consultancy yang dilakukan pada 16 negara di Asia Pasifik, Indonesia berada pada peringkat pertama sebagai negara terkorup dengan skor 9,07 dari nilai 10. "Angka ini naik dari 7,69 poin tahun 2009," jelasnya.
Abraham menambahkan, Lembaga antikorupsi di Hongkong dan Singapura, menjadi model dan rujukan bagi puluhan lembaga penegak hukum antikorupsi di dunia. Model dan strategi kedua negara itu dicontoh untuk dijalankan. Namun, tak sedikit juga yang gagal memberantas korupsi.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto menyatakan, independensi sangat diperlukan bagi kelanjutan setiap lembaga antikorupsi di dunia. Dia melanjutkan, sejak tahun 1990 terdapat 20 lembaga antikorupsi di dunia. Sedangkan tuturnya, di tahun 2012 jumlah lembaga seperti itu berkembang 7 kali lipat yakni 150. Dia menuturkan, dalam konfrensi itu para delegasi lembaga yang hadir mempunyai track record yang luar biasa di negara masing-masing.
"Intinya adalah untuk membangun prinsip-prinsip antikorupsi dengan cara diskusi-diskusi dan berbagi pengalaman-pengalaman pemberantasan korupsi. Serta bgmaina mempertahankan eksistensi, independensi dan efektivitas lembaga korupsi," kata Bambang saat konfrensi pers di di Hotel JW Marriot, Jakarta, Senin (26/11/2012).
Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu menyatakan, independensi dan efisiensi dalam pemberantasan korupsi akan digunakan untuk memenuhi seluruh kewenangan, fungsi dan tugas lembaga anti korupsi itu sendiri.
Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, lembaga antikorupsi di negara manapun tidak bisa sendirian dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Menurutnya, lembaga antikorupsi di Indonesia pun membutuhkan dukungan baik dari eksekutif (pemerintah) maupun legislatif (DPR). Lebih lanjut dia berharap, independensi KPK tidak boleh pudar. Bahkan kata dia, dalam setiap proses penyidikan, penyelidikan, dan penuntutan KPK tetap melakukan tugasnya tanpa mengikuti keinginan pihak-pihak tertentu. "KPK tidak usah ragu-ragu untuk berdiri tegak sebagai lembaga independen dalam pemberantasa korupsi. Jika KPK gamang itu adalah preseden buruk dalam pemberantasan korupsi. Silahkan diproses jika Ketua DPR bersalah. Siapapun silahkan diperiksa semua sama di depan hukum," kata Marzuki saat konfrensi pers di di Hotel JW Marriot, Jakarta, Senin (26/11/2012).
Selain itu tuturnya, masyarakat pun harus mengawal KPK, jangan sampai ada upaya untuk memperlemah KPK. Dia menuturkan, penguatan terhadap KPK perlu dilengkapi denga upaya-upaya lain. Marzuki mengklaim, lembaga legislatif yang saat ini dipimpinnya telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi sesuai kewenangannya. "Jangan sampai patah tumbuh hilang berganti, jangan sampai koruptor mati satu tumbuh seribu," tuturnya.
Marzuki menambahkan, persepsi yang menyatakan bahwa DPR sebagai public enemy karena tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi tidak lah benar. Dia menuturkan, persepsi seperti itu harusnya dibuktikan dengan data dan fakta. Menurutnya, hambatan yang dihadapi KPK dalam menjalankan tugasnya merupakan hal biasa. "Silahkan dipolling bagaimana sikap DPR, apakah sesuai dengan persepsi tadi atau banyak yang tidak berkeinginan seperti itu. Pada akhirnya apa yang diminta KPK dipenuhi asalkan dikomunikasikan. Hanya oknum, janganlah mengeneralisasi," tandasnya.
Country Director United Nation Development Program (UNDP) Beate Trankmann menyatakan, korupsi yang terjadi di setipa negara sangat berbahaya bagi masyarakat. Menurutnya, jutaan dollar uang rakyat hilang tapi tidak untruk pembangunan. Selain itu tuturnya, korupsi bahkan mengorbankan masyarakat miskin yang tidak bisa memberikan uang pelicin dalam mengurusi setiap kebutuhannya. "Indonesia kita pilih (sebagai tuan rumah) karena Indonesia memiliki pengalaman yang sangat banyak. Ada regulassi dan kerangka yang bisa dipelajari dan dipandang sebagai lembaga yang berfungsi baik," ujarnya.
Konferensi Internasional itu sendiri diikuti lebih dari 100 orang peserta dari 40 lembaga antikorupsi di dunia. Konferensi dibuka oleh Ketua KPK Abraham Samad, dengan beberapa keynote speaker yakni, Ketua DPR RI Marzuki Alie dan pejabat dari UNDP sebagai United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) Corruption and Economic Crime Branch, Vienna Ms Candice Welsch.
Kegiatan ini muncul setelah terbentuknya resolusi General Assembly PBB untu UNCAC pada 31 Oktober 2003. Saat itu, negara-negara didunia merasa terpanggil untuk serius memerangi dan mencegah kejahatan korupsi. Sebelum acara ini, KPK bersama aktivis anti korupsi dan pemanjat tebing memasang spanduk ukuran 20 x 20 meter di bagian utara Gedung KPK, Minggu (25/11/12). (SABIR LALUHU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar