Selasa, 16 Agustus 2011

MENILIK PERJALANAN BANGSA DAN MERAJUT NASIONALISME BARU MENJELANG HUT RI KE-66

Oleh: Sabir

Menilik perjalanan Indonesia memang tidak mudah membalikan telapak tangan. Indonesia sebagai sebuah bangsa telah melalui lika-liku, intrik dan fenomena dalam perjalanannya membangun tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga dapat diakui oleh masyarakat dunia internasional.

Pada 17 Agustus 2011 (besok), terhitung sejak proklamasi kemerdekaan, Bangsa Indonesia telah menginjak usia ke-66. Selama lebih dari setengah abad usianya, bangsa ini telah melalui fase krusial. Pada hari-hari ini, Bangsa Indonesia dihadapkan pada kompleksitas masalah yang membutuhkan penanganan segera, terpadu dan kebijakan yang tepat sasaran dan efektif. Apakah ketika Bangsa Indonesia menginjak satu abad (100 tahun), Indonesia masih mampu menjaga kondisi dan keutuhan seperti sekarang ini?.

Proses Kebangsaan
Mengenai proses kebangsaan Indonesia, kita bisa mengaitkan dengan tiga pendekatan ‘teori klasik’. Pertama, Indonesia ataupun bangsa-bangsa lain di manapun juga hadir dan eksis karena adanya corak atau pengalaman bersama dengan merasakan adanya perasaan senasib sepenanggungan. Bangsa Indonesia memiliki kesamaan sejarah, khususnya mulai ari penjajahan Belanda dan Jepang, kemudian masa-masa awal kemerdekaan dan pembangunan.

Kedua, sebuah bangsa hadir dan eksis bilamana terdapat “common enemies” (musuh bersama), yang pada masa lalu berupa kolonialisme dan imperialisme secara fisik, sehingga lebih kongkrit dan nyata. Pada masa kini, musuh bersama telah demikian kompleks dan abstrak, tidak jelas sosok dan wujudnya. Kita relatif lebih kesulitan untuk menentukan siapa musuh bersama itu. Ironisnya, kerap musuh bersama tersebut hadir di tengah-tengah kita tanpa kita sadari keberadaanya.

Ketiga, eksistensi dan kelangsungan hidup Bangsa Indonesia dapat dilihat dari perspektif “nation state”. Perspektif ini ditandai dengan posisi dan peran pemerintah, yang bertugas memberikan pelayanan bukan beban kepada warga Negara. Disini kita melihat bahwa secara umum penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia sejak era kemerdekaan hingga pasca Orde Baru bahkan Reformasi, praktiknya masih jauh dari tujuan bangsa.

Kalau melihat tiga indikator di atas, maka tidak salah jika banyak pihak yang meragukan eksistensi Indonesia yang utuh, damai dan sejahtera di masa depan.

Nasionalisme Baru
Paham kebangsaan yang mendasari pada konsepsi dasar identitas Indonesia, pada setiap zaman memiliki tuntutan dan tantangan tersendiri. Aktualisasi paham kebangsaan terus diuji oleh kompleksitas tantangan zaman. Tatkala Indonesia diyakini tengah dalam kondisi terpuruk akibat krisis multidimensional, paham kebangsaan juga tetap dipercaya sebagai faktor utama yang mempersatukan Indonesia. Dari sinilah diyakini, bahwa paham kebangsaan bukan suatu yang bersifat statis, melainkan senantiasa dinamis dan dialektis.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita dihadapkan pada banyak pilihan. Kenyataannya, sepanjang kehadirannya tidak semua pilihan yang diambil selalu mengalami keberhasilan dan kegagalan. Semua merupakan pengalaman yang tiada nilainya bagi bangsa Indonesia. Paham kebangsaan telah memberikan peluang bagi bangsa Indonesia dalam menentukan pilihan-pilihannya sendiri dalam menggapai cita-cita, keadilan dan kemakmuran.

Pilihan-pilihan yang diambil dalam konteks penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara acapkali tidak mudah untuk dilakukan. Perbedaan kepentingan, orientasi maupun ideologi bisa menjadi faktor yang menyebabkan kesepakatan bersama menjadi sulit untuk dicapai.

Konsepsi dasar Indonesia yang terus berproses dalam pembentukan nation and character building, menegaskan perlunya kontruksi atas visi masa depan, membutuhkan pendekatan-pendekatan yang tepat bagi upaya perwujudannya. Jadi proses “menjadi Indonesia” belumlah selesai dan akan terus berkembang.

Dari sinilah semakin disadari perlunya Nasionalisme Baru: sebuah cara pandang yang lebih komprehensif, bahwa persoalan kebangsaan tidak lepas dari dimensi permasalahan internal dan eksternal. Secara internal, kita dapat memerinci lebih lanjut ke dalam identifikasi permasalahan bangsa. Demikian pula secara eksternal, kita segera mengaitkannya dengan tantangan globalisasi.

Nasionalisme Baru juga bermakna bahwa yang telah terjadi di masa lalu dan sebagai bagian dari sejarah bangsa, merupakan moral yang berharga untuk diambil pelajaran bagi upaya kesinambungan, bangsa hari ini dan masa depan. Sebagai bangsa kita harus menyerap energi kebaikan masa lalu, kemudian menghimpunnya kembali dan dengan strtegi baru yang disemangati oleh nasionalisme baru, maka masa depan bangsa akan ditentukan. Nasionalisme baru, realistis dalam memandang pelbagai persolan, demikian juga kita mampu memunculkan upaya solutif untuk mengatasi persoalan.

Nasionalisme Lama cenderung bercorak emosional, tidak rasional, sloganistik, reaktif dan konfrontatif. Masih melekat dalam ingatan kita era Kepemimpinan Soekarno yang senantiasa menekankan slogan perlawanan atas neo-kolonialisme dan neo-imperialisme. Ketika Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia, maka Soekarno berujar: “Inggris kita linggis, Amerika kita seterika”, “Malaysia bonekanya kaum Imperialis (AS dan Inggris)”. Nasionalisme yang dikemukakan Soekarno adalah bentuk dari nasionalisme lama, yang heroic dan konfrontatif.

Nasionalisme Baru lebih bersifat realistif, mengedepankan pertimbangan rasional, bersifat komprehensif, solutif, menomorsatukan aspek kualitas sumberdaya manusia dan kemampuan untuk berkompetisi, khususnyanya di arena global-di tengah derasnya arus globalisasi dunia.

Nasionalisme Baru, tetap merupakan cerminan dari kebangsaan atas dasar nasionalistis yang didasarkan pada kepentingan bangsa. Nasionalisme Baru lebih menekankan kerja-kerja dan aktivitas yang produktif. Produktivitas dicapai, karena adanya kualitas sumberdaya manusia yang ada, dan itulah yang menjadi modal utama bangsa Indonesia untuk berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain. Secara tidak langsung, dengan demikian nasionalisme Baru memberikan jaminan bagi kesejahteraan bangsa secara luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar